Nama Iker Casillas akan selalu terlintas dalam ingatan ketika bicara tentang ikon Real Madrid. Ya, Iker Casillas boleh dibilang menjadi simbol klub setelah kepergian sang pangeran Raul Gonzalez, serta menyandang predikat sebagai ‘anak lokal’.
Lahir pada 20 Mei 1981, Casillas mulai tapaki karier sepakbolanya di Real Madrid. Casillas sudah mengabdi pada Los Blancos sejak masih muda. Selama berkarier di klub ibukota, total 25 tahun sudah ia habiskan disana. Kiper berjuluk Saint Iker inipun berhasil sumbangkan sebanyak 19 trofi untuk Real Madrid, termasuk tiga gelar Liga Champions.
Namun diakhir pengabdiannya untuk Si Putih, ada sebuah cerita tragis yang menjadi penyebab kepergian sang legenda.
Meninggalkan Madrid pada tahun 2015 mungkin menjadi hal yang paling tidak diinginkan oleh Casillas. Ia pergi dengan kepala tertunduk sambil sesekali mengusap air mata.
Dalam hal ini, sebenarnya ada beberapa alasan yang mendasari kepergian sang kiper. Namun satu hal yang pasti adalah ketidakharmonisannya dengan pelatih el Real saat itu, Jose Mourinho.
Mourinho dinilai sebagai pelatih pertama yang mempertanyakan kapabilitas seorang Iker Casillas. Pelatih asal Portugal itu menjadi entrenador pertama yang berani menaruh Casillas di bangku cadangan pemain.
Saat itu, Casillas masih berusia 30 tahun dan sedang berada di puncak performa setelah mengangkat trofi Piala Dunia dan melanjutkan kegemilangannya di musim 2010/11. Namun Madrid harus puas finis runner-up di La Liga Spanyol, dengan berada empat poin di belakang Barcelona besutan Pep Guardiola.
Akan tetapi, Madrid era Mourinho masih terselamatkan dengan gelar Copa del Rey, yang ironisnya merupakan buah dari kegemilangan Casillas. Kala itu, Mou sempat memberi pujian bagi Casillas.
Di musim berikutnya, Mou akhirnya sukses membawa Real Madrid menjuarai La Liga. Casillas sendiri hanya kebobolan satu gol lebih sedikit dan mencatatkan satu clean sheet lebih banyak ketimbang musim sebelumnya. Akan tetapi, enam bulan kemudian, kisah ‘pengasingan’ Casillas dimulai. Benih konflik antara kedua pesohor sepakbola itu mulai mencuat ke permukaan.
Mourinho mulai menyoroti performa Casillas yang dianggap menurun dan sering melakukan hal-hal ceroboh. Bahkan, Mou secara terang-terangan tidak menyukai keberadaan pacar Casillas, Sara Carbonero, yang merupakan seorang jurnalis olahraga. Mou takut kalau wanita itu bisa mencuri informasi internal Madrid.
Seakan membalas ketidaksukaan Mourinho terhadapnya, Casillas balik menyerang dengan berkata kalau Mou telah menerapkan taktik hitam dalam kubu el Real. Casillas menyebut Mou telah menanamkan rasa kebencian terhadap pemain Barcelona, meski beberapa dari mereka merupakan penggawa Timnas Spanyol.
Casillas pun akhirnya memanggil Puyol dan Pique untuk meredakan suasana panas Madrid-Barca. Meski tindakan Casillas sempat mendapat kecaman dari Mou karena dinilai akan menjadi titik lemah Madrid, sang kiper tetap melaju dengan pendiriannya. Hasilnya? para penggawa el Matador kembali harmonis setelah berhasil rengkuh trofi Piala Eropa tahun 2012.
Nmaun tak sampai disitu saja, Mourinho yang seolah sudah tidak menyukai Casillas melakukan rencana lain. Hal itu bisa dilihat dari sang pelatih yang lebih memilih Diego Lopez ketimbang Casillas untuk mengarungi musim 2012/13.
Sempat mendapat cibiran karena melengserkan Casillas, Mourinho mampu membuktikan ketangguhan Diego Lopez dengan berhasil membawa Madrid raih 39 dari 48 poin yang tersedia di saat Lopez duduk di mistar gawang.
Setelah era Mourinho berakhir, Ancelotti yang ditunjuk sebagai pelatih anyar akhirnya memberi kesempatan bagi Casillas untuk tampil dibawah mistar pada laga final Liga Champions melawan Atletico Madrid. Casillas pun berhasil membuktikan diri kepada Mourinho bahwa dirinya sukses mempersembahkan La Decima.
Nahas, cerita tak mengenakkan Casillas kembali berlanjut setelah para penggemar mulai ragu dengannya. Utamaya saat sang kiper tampilkan performa jeblok pada Piala Dunia Brasil. Fans mulai berfikir bahwa Mourinho benar. Musim 2014/15 pun dilalui Casillas dengan siulan dan cemoohan dari publik Santiago Bernabeu, seiring Madrid hanya sanggup meraih gelar minor, yakni Piala Dunia Antarklub dan Piala Super Eropa.
Saat situasi tentang Casillas semakin memanas, sang presiden Florentino Perez boleh dibilang menjadi salah satu aktor dari terlemparnya Casillas dari Bernabeu. Dirinya sengaja singkirkan Casillas yang dianggap sudah tidak diinginkan fans dan dinilai menjadi biang keributan dari konflik el clasico.
Setelah banyak memberikan gelar bagi Real Madrid, Casillas akhirnya memilih destinasi barunya, yaitu Porto. Lewat konferensi pers sederhana tanpa didampingi pihak petinggi klub, Casillas membacakan pidato dengan berlinang air mata. Ia tidak percaya karena harus tinggalkan klub yang sudah dianggapnya sebagai rumah sendiri.