Sepak bola banyak menciptakan kisah tentang kesetiaan. Hal itu pula yang dimiliki oleh pemain bernama Alessandro Lucarelli.
Sebelum membahas kesetiaan luar biasa sang kapten, ada baiknya kita mengulas tentang era kejayaan Parma terlebih dulu. Bagi para pecinta sepakbola 90an, nama Parma tentu tidak asing ditelinga.
Parma merupakan salah satu klub terbaik di dunia dan menjadi pesaing serius bagi beberapa raksasa Italia seperti Juventus, AC Milan, Inter Milan, AS Roma, Lazio, hingga Fiorentina.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Serie A pada 1990/91, Parma muncul sebagai kekuatan yang mengerikan. Di bawah asuhan pelatih legendaris Italia, Nevio Scala, sejumlah trofi berhasil diraih pada beberapa tahun berikutnya.
Dimulai dari menjuarai Coppa Italia musim 1991/92, sampai menjuarai Piala UEFA, Super Eropa, dan Piala Winners pada periode 1992 hingga 1995. Di Serie A sendiri, mereka pernah menjadi runner-up di musim 1996/97. Saat itu, Parma hanya kalah 2 poin dari sang juara, Juventus.
Tak mengherankan memang kalo saat itu Parma dijuluki sebagai raksasa Serie A. Mengapa? Karena mereka memiliki materi pemain yang cukup untuk membuat lawan kencing di celana. Saat itu, il Gialoblu diisi oleh pemain terkenal seperti Hernan Crespo, Fabio Cannavaro, Fernando Couto, Enrico Chiesa, Lilian Thuram, Juan Sebastian Veron, sampai Gianfranco Zola.
Selain berjaya diatas lapangan. Parma juga menjadi klub yang cukup populer dibidang bisnis. Mensposonsori klub sekaliber Parma, perusahaan susu Parmalat mampu menguasai pasar makanan Italia di era 90an. Saat itu Parmalat telah dikenal oleh pasar dunia. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar lebih dari 36 ribu pegawai.
Namun seperti kata pepatah, tidak ada yang abadi, Parma mulai mengalami kemunduran di awal milenium baru.
Ketika itu, mereka mulai menjual bintangnya seperti Hernan Crespo, Gianluigi Buffon, hingga Lillian Thuram yang mengikuti jejak sang kiper menuju Juventus.
Hingga tepat di tahun 2003, keuangan klub mulai goyah. Perusahan Parmalat diketahui tidak mampu melunasi pajak yang nilainya mencapai 150 juta euro. Imbasnya, Parma mengumumkan kerugian operasional dalam jumlah besar. Mereka pun mulai mencari sponsor baru untuk menutupi hutang ini agar tetap bisa bertahan di Serie A.
Setelah melakukan berbagai cara termasuk berganti nama dari AC Parma menjadi FC Parma, klub ini akhirnya masih bisa bertahan di Serie A. Dirundung turbulensi hebat, para pemain Parma tetap profesional hingga mampu menembus babak semifinal Piala UEFA pada musim 2004/05.
Tapi, keberhasilan Parma bertahan di Serie A kala itu hanya menunda mereka untuk turun ke Serie B. Karena pada musim 2007/08, Parma benar-benar harus terdegradasi, karena hanya mampu finish di urutan ke-19. Parma pun kembali ke Serie B setelah 18 tahun bertahan di Serie A.
Setelah hanya semusim melewati kompetisi Serie B, Parma kembali ke Serie A. Namun, Parma yang sekarang bukanlah Parma yang dulu berjaya di era 90an. Mereka hanya menjadi klub pelengkap dan kerap berakhir di posisi papan tengah.
Meskipun begitu, Parma kedatangan sosok yang begitu luar biasa. Pria yang datang pada musim panas 2008 itu bernama Alessandro Lucarelli. Saat itu, Lucarelli sepakat hijrah ke stadion Ennio Tardini, markas Parma, dari klub asal kota pelabuhan, Genoa, dengan biaya transfer 1,2 juta euro saja.
Perlu kalian ketahui, saat itu banyak sekali yang menyayangkan keputusan Lucarelli hijrah ke Parma. Selain Parma yang sudah tidak seperti dulu lagi, dia juga menjadi sosok penting dari tim Genoa yang diasuh Gian Piero Gasperini.
Tapi, Tuhan seolah sudah menyiapkan sebuah takdir luar biasa bagi Lucarelli. Sejak tergabung dengan armada il Gialoblu, Lucarelli dan Parma benar-benar menjadi seperti sepasang kekasih yang sulit dipisahkan.
Dari situ, kesetiaan Lucarelli terhadap tim yang sempat memberi warna gemerlap untuk Italia mulai terlihat.
Meski tubuh tegapnya mulai termakan usia, Lucarelli bener-bener setia untuk Parma dalam suka maupun duka. Bahkan, keberhasilan Parma di Serie A sejak musim 2009/10 sampai 2013/14 boleh dibilang tidak bisa dilepaskan dari perannya.
Di musim 2013/14, Lucarelli berhasil membawa Parma masuk ke posisi enam besar. Artinya, mereka bisa main di kompetisi Liga Europa.
Namun nahas, Parma kembali terjerat masalah keuangan.
Hutang klub yang menggunung membuat Lucarelli dan kawan-kawan gagal mendapat lisensi dari UEFA untuk pasang aksi di kompetisi kelas dua itu. Posisi mereka kemudian digantikan oleh Torino yang finis satu tingkat di bawah.
Dari momen itulah, ujian cinta Lucarelli untuk Parma mencapai titik tertinggi. Dibawah gonjang-ganjing klub yang alami masalah keuangan, Lucarelli harus mempertahankan Parma agar bisa tetap bermain di Serie A.
Tidak sampai disitu saja, para pemain Parma termasuk Lucarelli juga harus mau bermain tanpa digaji, alias tidak dibayar sepeser pun.
Puncaknya, kondisi Parma sampai membuat para pemain lesu. Mereka yang tidak dibayar hanya menang dua kali dan sekali imbang selama paruh musim. Dengan raihan tersebut, wajar bila Parma terbenam di dasar klasemen.
Saat itu, para pemain mulai gerah dan meminta klub untuk menjualnya. Bahkan, seluruh staf juga telah pergi meninggalkan Parma dan toko-toko yang menjual merchandise Parma di Stadion Ennio Tardini terpaksa ditutup.
Setelah kondisi Parma benar-benar tidak bisa dibayangkan, menjadi hal sulit untuk bertahan di klub tersebut. Saat itu, sebuah era kesuksesan pada akhir tahun 90an semakin dekat dengan bayang-bayang kebinasaan.
Meski banyak yang memilih pergi, ada satu nama yang setia berdiri di Ennio Tardini. Sosok itu, tak lain dan tak bukan, adalah Alessandro Lucarelli. Bahkan saat Parma resmi terdegradasi setelah finis di peringkat buncit dan dinyatakan bangkrut oleh badan administrasi, Lucarelli tak tergiur untuk mengganti seragam Parma dengan yang lain.
Memiliki hutang segunung dan dinyatakan bangkrut, Parma harus memulai ulang kompetisi dari Serie D. Masih mengenakan ban kapten yang diemban sejak 2013, Lucarelli dengan gagah mengatakan,
“Aku akan siap bermain di Serie D untuk Parma jika itu perlu!” (dikutip dari thesefootballtimes)
Pada Juli 2015, Parma merubah nama menjadi Parma Calcio 1913 dan memulai musim perdananya di kompetisi Serie D. Di bawah pemilik yang baru, Parma mampu promosi ke Lega Pro setelah menjadi pemenang di babak play-off.
Promosi ke Lega Pro membuat rasa percaya diri para pemain Parma meningkat. Dipimpin oleh Lucarelli, skuat il Gialoblu berada di grup B. Mereka bercokol di posisi dua klasemen sementara dan tertinggal tiga angka dari rivalnya, Venezia. Dengan begitu, kans Parma untuk promosi ke Serie B terbuka lebar.
Saat itu, Lucarelli dengan serius mematri namanya sebagai seorang legenda. Dalam proses mengembalikan Parma menuju kasta tertinggi, Lucarelli dengan tampilan khasnya telah memainkan pertandingan ke 300 untuk Parma.
Terus berjuang hingga titik penghabisan, Lucarelli akhirnya sukses memimpin rekan-rekannya untuk membawa Parma menuju Serie B. Bermain di Serie B, Parma berhasil menjadi runner-up, yang membuat mereka mendapat tiket promosi ke Serie A.
Pencapaian Parma terbilang mengagumkan, pujian pun banyak dialamatkan kepada mereka. Sambutan selamat datang kembali ke level tertinggi sepakbola Italia pun layak didapatkan Parma.
Namun setelah resmi promosi ke Serie A, Parma sempat mendapat masalah. Banyak yang menyebut kalau Parma telah terlibat dalam kasus pengaturan skor. FIGC yang mencium adanya gelagat pengaturan skor dari kemenangan Parma atas Spezia pun melakukan investigasi. Pada Juli 2018 FIGC lantas menjatuhkan vonis bersalah kepada Parma.
Namun saat mengajukan banding, Parma akhirnya tetap bisa berkompetisi di Serie A, dengan catatan mereka harus membayar denda.
Dibalik lika-liku Parma untuk kembali ke Serie A, nama Lucarelli pantas mendapat sanjungan. Dia berhasil menepati janjinya untuk mengembalikan Parma ke kompetisi Serie A.
Selain itu, Lucarelli juga tercatat sebagai satu-satunya pemain profesional di Italia yang berhasil menceploskan gol di empat divisi teratas kancah sepak bola Italia, yakni Serie A, Serie B, Lega Pro dan Serie D.
Keberhasilan ini menjadi kado manis Lucarelli yang memutuskan pensiun pasca sukses membawa Parma kembali ke kasta tertinggi kompetisi Italia. Sebagai penghormatan, jersey nomor 6 milik Lucarelli dipensiunkan. Dan, Lucarelli dianggap sebagai pemain dan penyelamat Parma.
Kesetiaan Lucarelli bagi klub yang kini ditukangi oleh Roberto D’Aversa sungguh tak ternilai.
Jika Roma lekat dengan Francesco Totti, AC Milan meroket bersama Paolo Maldini, begitu pula Inter yang menjadi kediaman Javier Zanetti. Maka, Lucarelli adalah Parma, dan Parma adalah Lucarelli.
Alessandro Lucarelli, adalah pahlawan sepak bola yang setia dengan satu nama, yaitu Parma!