Baru-baru ini, David Luiz mengatakan bahwa dirinya menyukai filosofi ‘Sarri ball’ yang dibawa Maurizio Sarri ke Chelsea. Ia percaya bahwa itu adalah cara yang benar untuk bermain sepakbola.
“Aku pikir dia sudah melakukan hal luar biasa karena di masa lalu orang-orang mengatakan ‘Chelsea tak mengendalikan permainan, Chelsea tak bermain dengan banyak bola, Chelsea hanya bermain serangan balik’,”
“Sekarang kami mengontrol permainan dan terkadang mereka mengkritik kami karena kami tak memenangkan permainan meski banyak menguasai bola. Aku pikir filosofinya luar biasa, ia mencoba bermain sepakbola.” ujar David Luiz seperti dilansir dari metro.uk.
Secara garis besar, taktik ini adalah konsep yang diusung oleh eks pelatih Napoli dengan gaya sepak bola menyerang cepat, yang dikombinasikan umpan pendek dan cepat. Sehingga pemain terus bergerak dinamis di atas lapangan secepat mungkin.
Jika diperhatikan, strategi ini hampir mirip dengan tiki-taka. Lantas apa yang membedakan Sarri ball dengan strategi yang biasa diusung Pep Guardiola itu?
Jika gaya permainan tiki-taka Guardiola mengharuskan para pemainnya membuka ruang dengan mengandalkan sosok playmaker semacam David Silva atau Kevin De Bruyne, maka tidak dengan Sarri. Pelatih yang lekat dengan puntung rokok ini mampu menciptakan tiki taka versi baru yang lebih vertikal.
Ia akan menginstruksikan para pemain dalam posisi sedekat mungkin untuk melakukan umpan-umpan cepat dengan membentuk pola segitiga kecil dan lebih banyak mengandalkan sosok deep lying midfielder semacam Jorginho. Jorginho yang berada di posisi antara bek dan pemain tengah, bisa melepas umpan menusuk ke gelandang serang atau penyerang menuju pertahanan lawan.
Dalam situasi ini, peran yang dimainkan Jorginho mengingatkan kita pada sosok Andrea Pirlo yang mampu mengatur tempo dan jarang kehilangan bola di momen genting meski mendapatkan pressing dari beberapa pemain lawan.
Meski begitu, umpan berbahaya yang dialirkan Jorginho masih tergolong minim. Hal itu terjadi karena para striker Chelsea dinilai tak mampu memaksimalkan peluang dengan baik.
Berbeda dengan Andrea Pirlo yang hampir pada setiap pertandingan ia selalu membuat umpan berbahaya nan mematikan, yang mana umpan tersebut tak jarang dikonversi menjadi gol.
Dalam posisi bertahan, skema Sarriball yang mewajibkan para pemainnya segera merebut bola bisa berubah menjadi 4-5-1 dan memaksa tim lawan bermain melebar. Dalam posisi menekan, satu gelandang ke depan sehigga pola bisa berubah menjadi 4-4-2.
Sarri kembali menarik David Luiz ke skuat utama karena dianggap punya kemampuan mempertahankan bola dengan baik. Berduet dengan Antonio Rudiger, David Luiz diapit oleh Azpilicueta dan Alonso.
Selain itu, Sarri juga menginstruksikan para pemainnya untuk melakukan gerakan-gerakan tanpa bola yang dua full-back, Marcos Alonso dan Cesar Azpilicueta, kerapkali menusuk area tengah lapangan.
Kemudian, tempat keduanya diisi oleh para gelandang tengah yang bergerak melebar. Inilah yang akhirnya memungkinkan trio penyerang mereka bisa tanpa kesulitan melakukan manuver-manuver berbahaya di area half-space.
Karena banyak memanfaatkan penguasaan dan umpan-umpan cepat, strategi ini kerap membuat para pemain minim drible. Dengan bergerak dalam format segitiga, umpan-umpan pendek lebih dikedepankan. Pemain The Blues dituntut untuk bermain lebih sederhana dan lebih banyak mengumpan pendek.
Di paruh pertama musim ini, Sarri ball cukup berjalan efektif. Chelsea total hanya menelan tiga kekalahan di Liga Inggris. Mereka bahkan mampu menunjukkan tajinya ketika menghadapi tim kuat Liga Inggris. Mereka menang atas Arsenal bahkan sukses memutus rekor tak terkalahkan Manchester City pada pekan ke-16.
Tottenham Hotspur menjadi satu-satunya tim papan atas yang mengalahkan Chelsea pada paruh pertama. Kala berhadapan dengan Liverpool dan Manchester United, Chelsea hanya mampu meriah hasil imbang.
Namun saat masuk paruh kedua, strategi ini mulai menemui titik tak konsisten. Puncaknya adalah saat mereka kalah 0-6 dari Manchester City. Pihak yang sempat meragukan strategi ini seperti Pedro Rodriguez pun akhirnya buka suara.
Pedro menganggap kalau Sarri ball tidak terlalu cocok diterapkan pada kebanyakan pemain Chelsea. Karena memainkan penguasaan bola yang dominan dan aliran bola cepat, setiap pemain dituntut aktif baik saat bertahan maupun menyerang. Ujung-ujungnya tentu menuntut energi pemain yang harus selalu fit di setiap pertandingan.
Usia yang sudah tidak muda lagi menjadi sedikit masalah bagi Pedro dan beberapa pemain lain yang telah menginjak kepala 3.
Selain masalah usia, gaya bermain Chelsea juga sudah terbiasa dengan pola difensif-pragmatis. Menurut jurnalis Italia, Gabriele Marcoti, pelatih seperti Jose Mourinho dan Antonio Conte punya mental seperti itu. Bahkan menurutnya, itu sudah tertanam sejak nyaris satu dekade terakhir.
Sejak Chelsea diambil alih oleh Roman Abramovich, menurut Marcotti, Chelsea praktis ditangani mayoritas pelatih yang bermental bertahan.
“Sarri merupakan manajer kedua yang bertipikal menyerang ketimbang pragmatis di Era Abramovich. Satu manajer lainnya adalah Andre Villas Boas yang sama-sama kita tahu juga tak sukses,” ujar Marcotti.
Meski ada pihak yang kurang setuju dengan strategi Sarri, perlu diketahui bahwa pelatih asal italia itu baru saja memulai musim pertamanya. Butuh waktu untuk bisa mengembangkan permainan seperti apa yang diinginkan.