Paul Scholes lahir pada 16 November 1974 di Salford, Inggris. Paul lahir dari pasangan Stewart dan Marina Scholes.
Pemain yang lahir di Hope Hospital di Pendleton, Greater Manchester merupakan salah satu pemain yang berkilau pada generasinya. Dia dihargai karena perilakunya di lapangan luar, serta permainannya di lapangan hijau.
Paul adalah bagian dari Class’92 Manchester United, bersama Ryan Giggs, Gary Neville, Phil Neville, David Beckham, Kevin Pilkington, Robbie Savage, dan pemain lainnya yang tersebar di liga-liga domestik Inggris.
Paul tumbuh bersama saudara perempuannya, Joanne Scholes. Keluarganya pindah ke Langley, Greater Manchester saat Paul masih berusia 18 bulan.
Mereka menetap di sebuah rumah di Bowness Road and Talkin Drive. Paul masuk ke Sekolah Dasar RC St Mary di Langley. Di sinilah ia belajar sepak bola. Tim pertama yang ia mainkan adalah Langley Furrows. Ketika Paul tumbuh menjadi seorang remaja, kemiripannya dengan olahraga lain seperti kriket kian terlihat.
Pada usia 14 tahun, dia mulai berlatih dengan Manchester United. Hal itu terasa sangat membahagiakan bagi Scholes mengingat tim ini merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Ia bergabung dengan setan merah tahun 1991, saat masih menempuh pendidikan di Sekolah Katolik Roma Kardinal Langley.
Dalam masa jabatan terakhir di sekolah, ia terpilih untuk mewakili Sekolah Nasional Inggris Raya di dalam sepak bola.
Setelah melihat kemajuan dan komitmennya terhadap sepak bola di Inggris, Manchester United menawarinya kontrak senior. Selebihnya, seperti yang mereka katakan, adalah sejarah.
Setelah resmi menjadi pemain profesional pada 23 Juli 1993, Paul Scholes baru masuk ke tim inti MU pada musim berikutnya. Debutnya terjadi pada 21 September 1994. Ia mencetak dua gol saat MU mengalahkan Port Vale 3-2 di Piala Liga. Ketika itu, Scholes bermain sebagai pengganti Eric Cantona.
Namun bukan hal mudah bagi Scholes untuk memikat hati orang banyak.
Baik Eric Harrison, pelatih akademi United saat itu, dan Sir Alex Ferguson, sama-sama tidak mendapatkan impresi yang bagus ketika bertemu Scholes pertama kali. Mereka berpendapat bahwa ia terlalu kecil, dan akan sangat sulit untuk menjadi pesepak bola. Bahkan dalam beberapa kejadian, Scholes hampir saja tidak bisa melanjutnya kariernya di dunia sepak bola.
Scholes tidak termasuk dalam tim yang berhasil memenangi Piala FA usia muda pada tahun 1992. Tetapi, ia masuk dalam bagian tim yang bertanding bersama Phil Neville di tahun berikutnya.
Dalam hal ini, ada satu kejadian luar biasa yang berhasil mengubah hidup Paul Scholes.
Dalam sebuah partai uji tanding di tempat latihan United terdahulu, The Cliff, Lee Sharpe beserta Steve Bruce, Peter Schmeichel, Bryan Robson, dan Brian McClair menyaksikan pertandingan tim muda United.
Para pemain ini memang senang menyaksikan para pemain akademi United, dan biasanya memberikan saran kepada tim pelatih terkait pemain muda mana yang layak naik ke tim utama.
Hanya beberapa saat kemudian, Scholes muda kemudian mendapatkan bola tepat di depan kotak penalti. Ia kemudian melakukan gerak tipu, menggiring bola melewati pemain bertahan lawan.
Melakukan gerak tipu lagi, melewati pemain lain, menembus dua bek tengah, berhadapan dengan kiper, lalu mencongkel bola masuk ke gawang.
Cara tersebut berhasil membuka pintu kejayaan baginya.
Pada musim 1995/96, setelah Mark Hughes pindah ke Chelsea, Scholes mendapat peluang menjadi starter. Ia bermain di posisi yang biasa ditempati Eric Cantona, sebagai partner Andy Cole, selama dua bulan pertama. Saat Eric Cantona kembali, Scholes masih tetap bermain sebagai gelandang, dan MU menjadi tim pertama yang memenangkan dua gelar.
Scholes menutup musim 1995/96 dengan mencetak 14 gol. Namun di musim 1996/97 ia hanya tampil di 16 pertandingan, dan hanya mencetak tiga gol. Musim 1997/98, ketika Roy Keane cedera lutut dan tidak bermain hampir sepanjang musim, Scholes mengubah dirinya dari forward attacker menjadi gelandang paling berbakat.
Puncaknya terjadi pada musim 1998/99, ketika MU meraih gelar Liga Primer, Piala FA, dan Liga Champions. Ia mencetak banyak gol-gol penting di Liga Champions, tapi tidak tampil ketika MU menghadapi Bayern Munich di final.
Sebagai pemain yang terkenal gemilang, Scholes memiliki pribadi yang sangat pemalu. Ia sangat jarang memberikan wawancara kepada wartawan, tidak pernah datang ke pesta-pesta selebriti, sangat pendiam bahkan dengan teman-teman akrabnya. Konon selama hampir dua puluh tahun bersepakbola, ia baru empat kali memberi wawancara eksklusif.
Selama bermain untuk United, Scholes menjadi salah satu simbol kejayaan Setan Merah. Ia merupakan salah satu pemain yang paling diingat pada generasinya. Scholes banyak diidolakan pesepakbola lain karena gaya permainannya di lapangan hijau.
Tercatat ia telah memenangkan dua gelar Liga Champions, 11 gelar Liga Primer, tiga Piala FA, dan satu Piala Dunia Antar Klub.
Namun dibalik prestasi gemilangnya, Scholes memiliki penyakit yang tidak diketahui banyak orang. Dikabarkan, Scholes harus menepi selama sisa musim 2005/06. Hal itu dikonfirmasi pada Januari 2006. Setelah dilakukan pengecekan, Scholes ternyata mengalami masalah serius pada penglihatannya. Dirinya bahkan mengaku sempat melihat empat bola sekaligus saat sedang bertanding.
Dokter menyebut bahwa ada pendarahan di dalam mata kanan Scholes. Hal tersebut berdampak langsung pada penglihatannya. Di pertengahan musim 2005/06, Scholes diwajibkan menjalani terapi selama 10 sesi.
Pasca fokus dalam menjalani proses penyembuhan, pria kelahiran Salford itu kembali enam bulan kemudian, atau tepatnya awal musim 2006/07. Setelah matanya sembuh, Scholes menjalani salah satu musim terbaiknya bersama Manchester United, yang kemudian diakhiri dengan trofi Liga Champions musim 2007/08.
Scholes putuskan pensiun pada 2011. Namun ia kembali bermain pada 2012. Pria yang berposisi sebagai gelandang itu kembali bermain di Piala FA saat bertanding melawan Manchester City. Scholes mengenakan nomor 22 karena nomor 18 yang sebelumnya ia kenakan, dipakai oleh Ashley Young.
Saat putuskan pensiun pada 2011 yang lalu, Scholes berfikir untuk bergabung dengan tim lain.
Peristiwa tersebut terjadi ketika Scholes menyatakan ingin bermain lagi, setelah sempat pensiun pada akhir musim 2010/2011. Ketika itu, sebenarnya bukan hanya United saja yang membutuhkan tenaganya, karena sejumlah pemain tengah mengalami masalah cedera. Scholes pun rupanya saat itu juga tiba-tiba ingin kembali bermain, setelah enam bulan merasakan masa-masa pensiun.
Namun niat itu diurungkannya karena ia tidak tega melihat keadaan United. Akibat badai cedera yang dialami United, mereka kehilangan banyak pemain tengah. Oleh sebab itu Scholes lebih memilih untuk kembali merumput bersama Manchester United.
Dia mengakui bahwa nyaris pindah ke klub lain saat itu, jika sang manajer tidak mau menerimanya lagi bermain.
Namun, jauh sebelum itu, ternyata Scholes juga pernah mengalami kejadian yang tak jauh berbeda, hampir pindah ke klub lain. Adalah, klub raksasa Serie A Italia Inter Milan yang sangat tertarik pada jasa sang gelandang.
Pertama terjadi usai Piala Eropa 2000, di mana Inter sudah menyiapkan 31 juta pounds untuk memboyongnya. Tawaran itu bisa menjadikannya pemain termahal ketiga dunia saat itu. Namun, upaya Inter tersebut ternyata tidak menemui hasil.
Kesetiaan Scholes untuk United memang benar-benar tak perlu dipertanyakan lagi. Hingga kini pun dia masih terus mengikuti perkembangan tim Setan Merah, dalam status sebagai pandit yang terkenal dengan ulasannya yang sangat tajam.