“Cinta ayah laksana air yang mengalir, dan tidak kering didera musim.”
Ungkapan itu tampak serasi dengan perjalanan panjang David Villa untuk menjadi seorang pemenang. Berawal dari cinta yang begitu luar biasa dari sang ayah, Villa mampu takjubkan dunia dengan skill dan kehebatan diatas lapangan.
Kehadiran Villa kecil ke dunia sudah sangat dinantikan oleh sang ayah. Istrinya yang saat itu diberitahu akan melahirkan bayi perempuan membuat Jose Manuel Villa senang bukan main. Ia mengatakan,
“Laki-laki! Dia akan menjadi pesepakbola kecilku!”
Kebahagiaan sang ayah bukan tanpa alasan. Jose Manuel Villa merupakan satu-satunya pria dalam keluarga. Oleh sebab itu, kelahiran Villa akan membuatnya miliki teman mengobrol soal sepakbola.
David Villa terlahir pada 3 Desember 1981 dalam sebuah keluarga yang terbilang miskin. Ayahnya Jose Manuel Villa hanyalah seorang pekerja tambang.
Sejak kecil, Villa sudah sangat tertarik dengan si kulit bundar. Proses perkenalannya dengan si kulit bundar? Tentu dari sang ayah. Diceritakan, setiap hari ayahnya selalu mengajak Villa menendang bola. Bahkan, ia tak segan untuk membawa putra kesayangannya bermain dengan orang-orang yang lebih tua darinya.
Namun, semua itu ternyata menjadi mimpi buruk bagi Villa.
Selain membuat sang anak menjadi bahagia karena sepakbola, Jose Manuel Villa juga membuat sang anak menjadi ketakutan karena sepakbola.
Pemain yang kini berusia 37 tahun itu pernah mengalami patah tulang paha yang amat serius. Suatu hari ketika Villa kecil masih berumur empat tahun, ia bermain bola dengan orang-orang yang lebih besar. Saat itu, insiden mengerikan pun terjadi. Tanpa sengaja, saat sedang berebut bola, Villa bertabrakan dengan lawannya. Saat keduanya terjatuh, Villa tertimpa dan mengakibatkan tulang pahanya patah.
Dokter yang merasa khawatir pun langsung menyarankan untuk melakukan proses amputasi demi menghentikan infeksi akibat insiden tersebut.
Namun, sang ayah tak tinggal diam begitu saja. Ia meminta dokter untuk mencari cara lain agar bisa menyembuhkan kaki putra tercintanya. Dengan berat hati, dokter pun memberanikan diri dengan hanya membalut kaki Villa yang dilengkapi gips dan memberikan beberapa resep antibiotik untuk menghambat infeksinya. Meski penuh resiko, sang dokter menjadi yakin berkat keyakinan dari ayah David Villa.
Setelah kaki kanan Villa di gips, Jose Manuel Villa terus berjuang. Ia melatih kaki kiri Villa yang masih bisa digunakan dengan baik. Latihan itu dilakukan selama dua jam sehari. Latihan inilah, yang menurut sang ayah, menjawab pertanyaan mengapa kaki kiri dan kanan Villa menjadi momok bagi pemain lawan.
Villa sendiri juga kian giat berlatih manakala melihat ayahnya pulang sehabis bekerja. Ia bertekad mengubah hidup keluarganya dengan jalan menjadi bintang sepakbola. Sebuah cita-cita yang didukung penuh oleh sang ayah.
Setelah kakinya kembali normal, Villa mencoba untuk bergabung dengan klub lokal, Oviedo.
Namun untuk menjadi terkenal, bukan hal mudah bagi Villa. Oviedo menolak karena Villa dianggap memiliki badan yang terlalu kecil. Tak putus asa, sang ayah yang lagi-lagi menjadi malaikat penolong terus berjuang demi mewujudkan mimpi sang anak. Akhirnya, sampailah Villa ke akademi Langreo.
Dari akademi tersebut, Villa mulai mendapat sorotan. Sporting Gijon yang merupakan rival lokal Oviedo mengambilnya. Gijon pun lalu menjualnya ke Zaragoza, dan sejak saat itu publik Spanyol mengenal namanya.
Permainan apik Villa di Zaragoza akhirnya mampu menarik minat Valencia. Bermain sangat gemilang di Estadio Mestalla pun membawa Villa ke klub impiannya, FC Barcelona.
Disana, ia mendapat banyak sekali gelar. Tercatat, trofi La Liga, Copa del Rey, Piala Super Spanyol, Liga Champions, Piala Super Eropa, hingga Piala Dunia Antar Klub berhasil disumbangkan oleh pria bertinggi 175 cm ini.
Di Timnas Spanyol, turnamen sekelas euro 2008 berhasil dilaluinya dengan memanen kesuksesan besar. David Villa menjadi top skor dan menjadi bagian penting dari kesuksesan Spanyol merenggut gelar jawara Eropa saat itu. Tak ketinggalan pula trofi Piala Dunia 2010 yang dihelat di Afrika Selatan.
Untuk segala kesuksesannya, Villa berterima kasih kepada sosok sang ayah. Tanpanya, Villa mungkin tidak bisa setenar sekarang.
“Aku tidak pernah sendiri di lapangan sepakbola. Selalu ada ayah, dan ayah kerap melempar bola kepadaku untuk aku tembak,” kenang Villa, (dikutip dari ThePlayersTribune).