Tidak hanya terkenal dengan sebutan kota mode, kota Milan di Italia juga terkenal karena sepak bola. Kota yang terletak di sisi Italia bagian Utara ini mempunyai dua kesebelasan yang masuk kategori tim elit yakni AC Milan dan FC Internazionale.
Baik Milan dan Inter merupakan klub sepak bola terbaik yang ada di negeri Pizza selain tentunya Juventus dan AS Roma. Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir sinar mereka di persepak bolaan Italia meredup. Namun itu tak menghalangi Rivalitas sengit keduanya untuk menjadi yang terbaik di Kota Milan.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa rivalitas kedua tim sangat tinggi. Dan tentu saja, pertemuan keduanya di atas rumput hijau menjadi momen yang patut untuk disaksikan.
Pertandingan derbi di Kota Milan sendiri dikenal dengan nama Derby della Madonina. Disebut demikian karena menghormati kepada salah satu tempat wisata di Kota Milan yang terdapat patung Bunda Maria. Patung yang berdiri di atas duomo itu sering disebut Madonnina atau berarti Madonna Kecil.
Menilik sejarah, perseteruan kedua kesebelasan sebenarnya telah berlangsung sejak awal-awal pendirian klub. Inter Milan merupakan klub yang terbentuk karena ketidakpuasan beberapa orang di klub AC Milan.
AC Milan, Awalnya klub ini didirikan dengan nama Milan Cricket and Football Club pada tahun 1899 oleh Herbert Kiplin dan Alfred Edwards yang berasal dari Nottingham, Inggris.
Setelah itu, tak butuh waktu lama bagi AC Milan untuk menjadi salah satu tim terbaik di Italia dan menikmati kesuksesan dengan menjuarai Liga Italia sebanyak tiga kali.
Tetapi pada tahun 1908, kurang dari sepuluh tahun sejak kelahirannya, permasalahan internal terkait penerimaan pemain asing terjadi di dalam tubuh AC Milan.
Hal itu membuat satu pihak memisahkan diri dan membentuk klub baru yang sekarang kita kenal sebagai F.C Internazionale Milano. Pendirian Inter didasarkan keinginan untuk membawa para pemain asing memperkuat klub. Sementara AC masih mempertahankan kebijakan mereka yakni membina pemain sepak bola kelahiran Italia.
Sejak saat itulah rivalitas kedua tim ini bermula dan pertentangan antar keduanya tidak hanya melibatkan aspek sepakbola semata namun juga kelas sosial dan haluan politik.
Media sering menyebutkan Suporter Milan sebagai pendukung politik sayap kiri yang berhubungan dengan paham sosialis sementara Suporter Inter beraliran politik sayap kanan yang berhubungan dengan Konservatisme atau Liberalisme.Â
Inter sendiri dipandang sebagai klub yang didukung kalangan borjuis atau masyarakat kelas atas di Kota Milan pada masa lalu. Sementara AC Milan mengacu pada dukungan dari masyarakat kelas bawah, para buruh dan pekerja kasar.
Hal-hal tersebut telah menjadi bumbu pedas yang memanaskan pertemuan kedua tim di lapangan dan persaingan mereka di liga setiap musimnya.
Diceritakan bahwa pendukung Inter menunjukan kemewahannya melalui kendaraan pribadinya saat menonton pertandingan ke stadion kandang mereka. Di sisi lain, pendukung Milan lebih memilih transportasi umum untuk pergi ke stadion.
Derby Milan pertama kali terjadi pada tahun 1908 dalam ajang Coppa Chiasso yang dimenangkan AC Milan 2-1. Sejak didirikan, Inter sukses meraih scudetto pertamanya tahun 1910, lalu menambah koleksi empat scudetto pada 1920, 1930, 1938, dan 1940.
Di pihak yang lain,AC Milan baru dapat kembali meraih gelar scudetto pada musim 1950/51 saat era Il Grande Milan yang dimotori Cesare Maldini, Lorenzo Buffon dan Carlo Annovazzi serta trio ikonik Gre-No-Li asal Swedia.
Gunnar Nordahl datang ke AC Milan pada awal musim 1948/49 diikuti Gunnar Gren dan Nils Liedholm pada musim berikutnya dan mereka berperan besar dalam menyumbangkan empat scudetto untuk AC Milan.
Periode 1960-an bisa dikatakan menjadi masa-masa paling megah dari Derby Della Madonnina. Pada masa ini, kedua kubu bukan saja menjadi tim yang terkuat kancah lokal, tapi juga Internasional.
Derby Della Madonina kala itu akan ditentukan oleh dua talenta terbesar yang pernah dimiliki Inter dan AC Milan; Sandro Mazzola untuk Inter dan Gianni Rivera untuk AC Milan.
Kedua pemain tersebut menjadi kunci kesuksesan tim mereka masing-masing di era yang membuat duo Milan berjaya di ranah eropa. AC Milan Menjuarai Piala Champions pada tahun 1963, sementara Inter meresponnya dengan gelar beruntun di tahun 1964 dan 1965.Â
Pada tahun 1965, terjadi pertandingan yang telah melambangkan standar tinggi dari kedua klub ketika Inter membantai AC Milan dengan skor 5-2. ketika itu, Sandro Mazzola mengkonfirmasi statusnya sebagai legenda Inter saat ia mencetak dua gol untuk menginspirasi timnya meraih kemenangan besar.
Pertandingan itu menandakan dominasi menjamur Inter saat mereka tak terkalahkan dalam tujuh derby Milan berikutnya dalam periode ketika mereka memenangkan tiga scudetto beruntun dari 1963 hingga 1966.
Dalam dekade tersebut Milan dan Inter dilatih oleh dua pelatih hebat yang hingga saat ini dikenal sebagai pelatih yang telah mempopulerkan kesuksesan strategi Catenaccio kepada sepakbola dunia, Nereo Rocco dan Helenio Herrera.
Rivalitas Inter dan Milan juga menjalar ke Timnas Italia. Mazzola dan Rivera menjadi dua ikon masing-masing klub yang bersaing dalam memperebutkan posisi trequartista di skuad inti Gli Azzurri. Namun, pelatih Italia lebih memilih Mazzola sebagai starter saat meraih trofi EURO 1968 dan saat dikalahkan 1-4 oleh Brasil di final Piala Dunia 1970.
Sejak akhir 1980-an, AC Milan sering dipuji sebagai tim besar yang pernah ada di dunia. Berawal dari juara Piala Champions 1989 yang diasuh Arrigo Sacchi yang berisi para pemain legendaris seperti Rijkaard, van Basten, Gullit, hingga produk lokalnya, yaitu Paolo Maldini.
AC Milan mendominasi kompetisi domestik maupun internasional dengan merebut empat gelar liga dan tiga piala Champions. Sementara Inter cuma puas menjadi juara di Piala UEFA.
Di sisi lain, Derby della Madonnina merupakan salah satu tontonan terbaik pada era 90-an. Derby della Madonnina cermin kemewahan dan glamornya sepakbola Italia pada kurun waktu tersebut. Di masanya, laga ini menjadi tempat pertarungan para bintang sepakbola kelas dunia. Selain aksi memukau para pemainnya juga menyuguhkan drama.
Pada tahun 2003, Milan dan Inter bertemu di semifinal Liga Champions untuk pertama kalinya, di mana Milan berhasil melaju ke final dan menjadi juara setelah mengalahkan Juventus. Pada tahun 2005, Keduanya melakoni salah satu pertemuan paling kontroversial mereka di leg kedua perempat final Liga Champions.
AC Milan unggul terlebih dahulu lewat gol Andriy Shevchenko dan pertandingan pun menjadi semakin panas setelah gol dari Esteban Cambiasso di babak kedua dianulir oleh wasit. Benda-benda dari tribun pun bertebaran ke lapangan dan pertandingan pun dihentikan setelah kembang api yang dilempar oleh suporter Inter mengenai kiper Milan, Dida.
Setelah insiden tersebut tidak ada tanda-tanda kericuhan akan mereda dan wasit memutuskan untuk menghentikan pertandingan dengan memberikan kemenangan 3-0 kepada Milan.
Faktor sejarah dan persaingan menjadi tim terbaik di Kota Milan akan selalu menjadikan Della Madonina sebagai laga yang menarik di Italia bahkan di dunia. Kedua tim juga menggunakan stadion yang sama ketika menggelar laga tandang mereka.
Namun keduanya memilih menggunakan nama berbeda. jika AC Milan bertindak sebagai tuan rumah, maka stadion tersebut dinamakan dengan San Siro. Namun jika Inter menjadi tuan rumahnya maka stadion ini dinamakan dengan nama Giuseppe Meaza sebagaimana nama pemain legenda mereka.
Awalnya stadion tersebut bernama San Siro, namun sejak tahun 1980 namanya diganti menjadi Giuseppe Meaza untuk menghormati kematian pemain legendaris, Meaza, yang pernah bermain di Inter dan Milan. Di AC Milan sendiri, Meaza hanya bermain selama dua musim dan dikabarkan bahwa ia menangis ketika mencetak gol untuk AC Milan melawan mantan klubnya,Inter Milan.
Hingga kini, Derby Della Madonina sendiri telah memainkan 224 pertandingan, dengan rincian 81 laga di menangkan Inter, 76 kemenangan untuk Milan dan sisanya berakhir imbang. Dari segi koleksi trofi, Milan lebih unggul dengan 48 trofi sementara Inter baru mengoleksi 39 trofi.