Dalam perjalanannya, AS Monaco pernah dilatih oleh Arsene Wenger selama kurun 1987 – 1994. Di bawah arahan Wenger, Monaco menjadi tim yang disegani. Mereka tampil sebagai pemenang Ligue 1 musim 1987/88, Sejak saat itu, AS Monaco bertranformasi menjadi klub papan atas di Prancis.
Setelah kepergian Wenger, Monaco melanjutkan kembali untuk meraih dua gelar kompetisi liga, yang pertama di bawah asuhan Jean Tigana pada musim 1996/97 dan Claude Puel pada musim 1999/2000.Â
Setelah musim juara tersebut, pada dua musim selanjutnya Monaco nyaris turun kasta karena gagal tampilkan performa terbaik, pada musim 2000/01 dan 2001/02 mereka hanya menempati urutan di luar 10 besar klasemen akhir. Kondisi itu di perparah dengan masalah finansial yang menggerogoti klub.
Pada musim 2002/03, Monaco bangkit dan menjadi penantang serius perebutan gelar. Di bawah arahan Didier Deschamps mereka menghuni peringkat kedua yang membuatnya akan kembali berlaga di liga Champions musim selanjutnya.
Di lapangan, segalanya memang tampak berjalan lancar, dengan lini depan seperti Ludovic Giuly , Dado Pršo dan Jérôme Rothen membuat para fans kembali bersemangat. Tapi, di luar lapangan, kondisinya sangat berbeda dengan apa yang terjadi di dalam lapangan.
Meskipun cukup sukses di Liga, AS Monaco mengalami puncak masalah finansial pada tahun 2003, mereka dililit hutang senilai 50 juta euro atau 68 juta Dollar. Angka itu dianggap terlalu tinggi oleh Asosiasi Liga Profesional Prancis.
Sehingga mengakibatkan, Asosiasi Liga Profesional Prancis mengeluarkan perintah yang ditujukan kepada AS Monaco, perintah tersebut berisi putusan penurunan Monaco dari kasta Ligue 1 ke Ligue 2.
Namun setelah dilakukan banding, sanksi tersebut di cabut, tapi Monaco tak bisa bersenang-senang, karena sebagai gantinya mereka dilarang melakukan pembelian pemain selama musim 2003/04. Atas keterpurukan itu pula memaksa presiden Jean Louis Campora yang sudah menjabat selama 28 tahun mengundurkan diri.
Posisinya kemudian digantikan oleh Pierre Svara, seorang administrator yang dianggap dekat dengan keluarga pangeran kerajaan tetapi tidak memiliki pengalaman dalam dunia sepak bola.
Meskipun dalam kondisi yang serba sulit, dengan mengatasi peraturan ketat dan melalui beberapa celah, Deschamps mampu membentuk skuad yang kuat. Monaco berhasil mencapai kesepakatan untuk meminjam enam pemain, diantaranya Fernando Morientes dari Real Madrid, Edouard CissĂ© dari PSG dan Emmanuel Adebayor yang berusia 19 tahun dari Metz.Â
Monaco juga berhasil mempertahankan penyerang bintang mereka, dengan Rafael Márquez menjadi satu-satunya pemain penting yang keluar dari tim.
Hasil drawing Liga Champions musim 2003/04 membuat mereka akan menghadapi Deportivo La Coruna, AEK Athens dan juara Belanda PSV di babak penyisihan grup.
Di pertandingan pertama, PSV yang dilatih Guus Hiddink dipermalukan di kandangnya oleh Monaco dengan skor 2-1 melalui dua gol pemain pinjaman, Morientes dan Cisse. Di laga berikutnya, Monaco membantai AEK Athens 4-0 di Stade Louis II, lagi-lagi Morientes berperan penting melalui sumbangan dua golnya.
AS Monaco sempat takluk dari Deportivo pada matchday ketiga di Estadio Riazor, namun mereka sukses membalasnya di laga kandang dengan skor fantastis 8-3 yang menjadi rekor gol terbanyak Liga Champions sebelum dipatahkan laga Borrusia Dortmund vs Legia Warsawa dengan skor 8-4 pada 2016.
Pada matchday kelima, striker PSV, Jan Veenegor of Hesselink memupus kemenangan Monaco, laga itu sendiri berakhir imbang 1-1. Monaco akhirnya sukses menjadi pemuncak klasemen setelah di laga terakhir fase grup menahan imbang 0-0 tuan rumah AEK Athens.
Monaco unggul satu poin dari Deportivo yang berada di posisi runner-up. Hasil undian babak 16 besar kemudian mempertemukan Monaco yang akan menghadapi Lokomotiv Moskow.
Pada leg pertama yang digelar di Moskow, Marat Izmailov dan Vladimir Mamminov membawa Lokomotiv unggul atas Monaco. Namun sundulan Morientes 21 menit jelang laga usai terbukti menjadi penting untuk menuju leg kedua yang digelar di Prancis.
Bermain di leg kedua, Monaco hanya butuh satu gol saja untuk menyingkirkan Lokomotiv melalui sistem aturan gol tandang. Setelah peluang demi peluang di sia-siakan, Dado Prso muncul sebagai pahlawan di menit 60. Gol itu bertahan hingga usai dan Monaco lolos ke perempat final.
Pada babak 16 besar, tim-tim besar berguguran, seperti Manchester United, Juventus, dan Bayern Munchen. Tapi undian babak perempat final, menempatkan Monaco bertemu dengan tim kuat nan mewah yang dipenuhi sejarah gemilang, Real Madrid.
Atas hasil ini, setelah mendapatkan restu dari Los Blancos, Morientes yang berbaju Monaco akan menghadapi klub yang telah meminjamkannya tersebut.
Pertarungan ini juga bak langit dan bumi, dengan skuad Real Madrid yang bertabur bintang seperti Zidane, Beckham, Raul, dan Ronaldo menghadapi pasukan Deschamps yang mayoritas kurang berpengalaman.
Dan terbukti, pada laga yang berlangsung di Santiago Bernabeu, meskipun unggul terlebih dahulu melalui Sebastian Squilaci, Real Madrid yang diasuh Carlos Queroz mampu mempecundangi Monaco dengan skor akhir yang cukup menyakitkan 4-2.
Pada leg kedua, semua mata dunia tidak menjagokan Monaco, ditambah fakta bahwa sebelumnya mereka baru sekali lolos ke semi final Liga Champions plus fakta bahwa para pemain mereka masih muda dan tidak memiliki pengalaman untuk melaju lebih jauh di panggung besar.
Berlangsung di Stade Louis II, Raul Gonzales membuat fans tuan rumah terhenyak melalui golnya di menit ke-36. Tapi, kebahagiaan Madrid tak berlangsung lama, pasalnya Monaco menyamakan kedudukan di akhir babak pertama lewat Ludovic Giuly.
Di babak kedua, laga baru berjalan tiga menit, Fernando Morientes lagi-lagi menjadi momok bagi Madrid. Setelah cetak gol di Leg pertama. Morientes menghidupkan asa tuan rumah, setelah lesakan bola ke jala Iker Cassilas melalui sundulan memanfaatkan assist patrice evra dari sisi kanan.
Di sisa laga, kedua tim saling menyerang, namun Monaco yang berhasil menggandakan keunggulan melalui Ludovic Giuly di menit 66. Hingga wasit meniup peluit panjang, skor 3-1 bertahan untuk kemenangan Monaco. Atas hasil ini tim asuhan Deschamps berhak ke semifinal melalui aturan gol tandang setelah kedudukan agregat 5-5.
Di semifinal, Monaco bertemu dengan Chelsea yang saat itu sedang membangun kekuatan di tangan milyarder Rusia, Roman Abramovich. Monaco bagaimana pun hanyalah tim underdog, yang di dua periode bursa transfer sebelumnya tidak melakukan pembelian pemain di tambah pelatih mereka, Deschamps juga belum mempunyai pengalaman lebih di panggung eropa.
Fakta lain, hanya Fernando Morientes pemain Monaco yang sebelumnya pernah bermain di semi final Liga Champions. Itu artinya, skuad Monaco yang lain tidak pernah bermain di fase empat besar ajang paling prestis tersebut.
Menghadapi Chelsea yang dilatih Claudio Ranieri akan menjadi kesempatan pertama bagi sebagian besar pemain Monaco di fase semifinal.
Status sebagai tim penuh kejutan kembali diperlihatkan Monaco di laga pertama. Prso, Morientes, dan Nonda berhasil membobol gawang Chelsea, tim tamu hanya mampu mencetak satu gol yang membuat kedudukan akhir 3-1.
Kemenangan itu menjadi penting bagi Monaco sebelum berlaga di Stamford Bridge pada leg kedua. Pada pertandingan ini, suporter Chelsea bersuka cita, ketika Jesper Gronkjaer dan Lampard membawa The Blues unggul 2-0 menjelang akhir babak pertama.
Namun, sebelum turun minum, Monaco sempat memperkecil kedudukan lewat Hugo Benjamin Ibarra. Di babak kedua,situasinya berubah, Morientes kembali menjadi pahlawan Les Rouges et Blancs, golnya di menit 60 membawa Monaco menyamakan kedudukan 2-2. Skor tersebut bertahan hingga usai dan Monaco berhasil lolos ke final liga champions.
Maka, sembilan bulan setelah di putuskan terdegradasi ke Ligue 2 dan di ambang kehancuran finansial, Monaco menjadi klub Prancis kedua dalam sejarah yang mencapai final kompetisi klub utama Eropa.Â
Tetapi, Masterclass dari Mourinho dan FC Porto, bagaimanapun, mengakhiri impian mereka di Gelsenkirchen ketika gol dari Carlos Alberto, Deco dan Dmitri Alenichev meraih gelar Liga Champions kedua Porto.
Keberhasilan Monaco melaju hingga final liga Champions ini tentu akan selalu di kenang sebagai musim terbaik Monaco. Dan perjalanan Mereka tersebut bak sebuah dongeng ketika klub yang nyaris bangkrut mampu menunjukan penampilan yang istimewa sepanjang musim. Sementara, Di Ligue 1 sendiri, Monaco finis di posisi ketiga.