Dalam peta kekuatan sepak bola Eropa, Rumania memang tidak termasuk di dalamnya, bahkan mereka kalah populer jika dibandingkan dengan Kroasia ataupun Belgia. Tapi setidaknya Rumania pernah mengguncang sepak bola lewat beberapa pemainnya yang punya nama besar di panggung dunia.
Dekade 2000-an mereka punya Adrian Mutu yang sukses tatkala bermain di Serie A, khususnya Fiorentina, lalu ada Cristian Chivu yang pernah lama merumput di Ajax, As Roma dan Inter Milan.
Dalam sejarah sepak bola Rumania, ada satu nama yang selamanya akan dikenang sepanjang masa. Pemain tersebut muncul dalam dekade 90-an, siapa lagi kalau bukan Gheorge Hagi. Kehadiran Hagi diakui sebagai berkah terbesar dalam perjalanan sepakbola Rumania.Â
Berposisi sebagai gelandang serang, bakat bermainnya sungguh luar biasa. Jika berlari, bola seperti lengket di kakinya. Pengatur permainan yang cerdas. Tendangan kaki kirinya pun sangat mematikan.
Pada Piala Dunia 1994, Hagi mencetak gol ajaib ke gawang Kolombia dari jarak 37 meter. Fantastis. Salah satu gol terbaik Piala Dunia 1994. Tak heran jika ia dijuluki sebagai Maradona dari Charpathian.
Gheorge Hagi lahir pada 25 Februari 1965 di sebuah desa kecil di daerah Constanta County bernama Sacele, Rumania. Ia merupakan putra yang lahir dari keluarga miskin yang bekerja sebagai petani.
Hagi menjalani masa-masa sulit saat kecil, sepak bola saat itu menjadi hobinya, ia menghabiskan waktu bermainnya dalam kubangan lumpur tanah desa bersama teman-teman kecilnya sambil membantu orang tuanya menjaga binatang-binatang ternak di sekitar rumahnya.
Lambat laun, kemampuannya dalam bermain sepak bola semakin terasah. Hagi lalu memulai karirnya di tim lokal, Farul Constanta dari 1982 hingga 1983. Dalam 18 pertandingan, Hagi muda mencetak 14 gol.
Nama Hagi semakin mencuat kala ia bermain untuk Sportul Studentesc dan Steaua Bucharesti, dua klub yang bermain di divisi teratas liga Rumania. Baik di Sportul maupun di Steaua, Hagi bermain dalam 118 pertandingan, jika ditotal sebanyak 236.
Khusus untuk Steaua Bucharesti, Hagi membawa klub mendominasi Rumania dengan raihan 3 gelar liga, 2 trofi copa, 1 piala super eropa, dan bahkan Hagi sukses membawa Steaua finis di posisi runner up piala champions 1989.
Lewat kaki dan kepalanya, Hagi sukses menjaringkan lebih dari 150 gol untuk kedua kesebelasan tersebut, kehebatan Hagi kala itu membuat banyak kesebelasan Eropa tertarik merekrutnya.
Juventus datang sebagai klub pertama yang berusaha merekrut Hagi. Giovanni Agnelli, pemilik Juventus yang juga pemilik perusahaan Fiat, mendatangi kota Bucharest untuk coba merayu Steaua agar mau melepaskan Hagi.
Apa yang dilakukan Agnelli untuk memboyong Hagi cukup luar biasa. Ia sampai mendatangi pemerintah kota Bucharest dan mengatakan, “Berikan Hagi ke Juventus, dan aku akan membuat pabrik Fiat di Bucharest sebagai gantinya.” Namun pemerintah Bucharest menolaknya.
AC Milan dan Bayern Munchen kemudian berusaha untuk merekrut Hagi, namun Hagi menolaknya dengan alasan ia masih enggan untuk meninggalkan Rumania.
Petualangan Eropa perdana Hagi hadir pada 1990, usai bermain apik bersama Rumania di piala dunia, Hagi diboyong oleh raksasa Spanyol, Real Madrid, dengan nilai yang cukup fantastis pada saat itu, yakni 4,3 juta dolar.
Publik Santiago Bernabeu pun bergembira dan menyambut kedatangannya dengan sukacita dan berharap bisa melihat penampilan luar biasa Hagi ketika masih membela Steaua Bucuresti dan saat bermain di Piala Dunia 1990.
Akan tetapi petualangan Hagi di negeri matador tidak berlangsung mulus, dirinya gagal mempersembahkan gelar bergengsi bagi klub ibukota tersebut sehingga kemudian dilego ke tim papan bawah Serie A, Brescia.
Namun sial, musim perdananya bersama I Rondinelle juga berakhir menyedihkan karena harus rela terdegradasi ke Serie B di akhir musim 1992/93. Namun lewat serangkaian penampilan brilian, Hagi sukses membawa Brescia promosi kembali ke Serie A musim berikutnya.
Piala Dunia 1994 menjadi titik balik bagi karir Hagi. Performa mengesankannya berhasil mengantarkan Rumania mencapai babak perempat final, prestasi terbaik Rumania hingga saat ini. Pasca Piala Dunia, Barcelona pun tertarik untuk menggaetnya.
Lagi-lagi, tanah Spanyol tampaknya kurang bersahabat bagi Hagi. Dua musim bersama Blaugrana, Hagi hanya memainkan 51 laga dan cuma mampu menyumbang 11 gol. Sebuah pencapaian yang bisa dikatakan tidak memuaskan mengingat saat itu dirinya telah menyandang status sebagai pemain papan atas dunia.
Musim panas 1996, Hagi hijrah ke Galatasaray. Walau selalu menjadi andalan timnas Rumania, performa brilian Hagi di level klub baru benar-benar meledak saat membela kesebelasan asal Turki tersebut. Namanya pun tercatat sebagai salah satu legenda hidup klub berjuluk Cimbom itu
Bersama pemain-pemain sekelas Emre Belozoglu, Mario Jardel, Hakan Sukur dan Claudio Taffarel, Hagi sukses menghadiahi Galatasaray dengan sepuluh titel juara.
Gelar tersebut berupa empat titel juara Liga Turki, masing-masing dua Piala Turki dan Piala Super Turki dan satu trofi masing-masing Piala UEFA dan Piala Super Eropa. Selama lima musim disana, Hagi sukses membukukan 73 gol dari 192 penampilan.
Publik Galatasaray pun sangat menghormati dan mencintai Hagi, mereka bahkan menjulukinya dengan julukan ‘Komandan’ dan menciptakan sebuah lagu khusus berjudul “Aku Cinta Kamu Hagi” yang selalu dinyanyikan saat Hagi bermain untuk klub kebanggaan mereka.
Pada januari 1999. Rakyat Rumania terhenyak mendengar kabar bahwa Gheorghe Hagi, akan gantung sepatu dari lapangan hijau. Namun, keputusan Hagi yang saat itu berusia 34 tahun mendapat penolakan dari seluruh negeri, rakyat masih menginginkan Hagi untuk bermain di timnas Rumania hingga piala eropa 2000.
Rakyat Rumania pun bersatu. Mereka patungan duit guna membeli seekor kuda balap untuk dihadiahkan kepada Hagi. Rakyat Rumania bersatu-padu untuk memohon kepada Hagi agar tidak pensiun dulu.
Hagi kemudian tak berkutik. “Aku sempat menitikkan air mata kala itu. Harga kuda itu memang tak seberapa bagi saya. Tetapi perhatian mereka terhadap saya ternyata begitu tulus dan begitu besar,” ujar Hagi.
Demi bangsa dan negara, Hagi pun membatalkan niatnya untuk pensiun. Kiper utama Rumania, Bogdan Lobont, tak mampu mengendalikan rasa haru begitu tahu Hagi bersedia merumput lagi.
Peristiwa itu menunjukkan betapa hebat dan besarnya peran Hagi bagi sepak bola Rumania. Pada 2001, Hagi mengumumkan pensiun dari sepak bola secara resmi. Kali ini tak ada kompromi untuk kembali main lagi.
Rakyat Rumania terharu biru. Mereka juga sudah tak menahan Hagi agar mengurungkan niatnya. Hagi yang makin menua sudah bulat tekadnya. Rumania pun memberikan kado pertandingan perpisahan untuknya di Stadion Lia Manoliu, Bucharest, yang dihadiri 60 ribu penonton.
Bermain untuk Timnas, Hagi menciptakan 35 gol dari 124 caps, Jika diukur dengan raihan trofi antarbangsa, Hagi belum pernah memberikan satu gelar pun untuk negeri tercintanya. Tapi, berkat dia, Rumania jadi diperhitungkan dalam percaturan sepak bola antarbangsa di level dunia.
Rumania sangat menghormati dan menghargai peran serta jasanya dengan memberinya penghargaan “Player of The Year” sebanyak tujuh kali dan menobatkannya sebagai pesepakbola terbaik Rumania di abad ke-20. Menurut anak-anak di negara tersebut, Hagi merupakan idolanya, bahkan ada yang menyebut bahwa Hagi merupakan superhero.
Selain disebut pahlawan, pemain berpostur 174 cm ini pun disebut sebagai Raja di Rumania. Gol demi gol diciptakan dari kaki kiri andalannya. Kemudian untuk menghormati jasanya, nama Gheorge Hagi pun di pakai sebagai nama stadion di klub pertamanya, Farul Constanta.
Gheorge Hagi merupakan representasi seorang gelandang jenius di masanya. Hagi amat fasih bermain sebagai seorang playmaker bagi tim yang diperkuatnya.