Pada 23 maret 2004, AC Milan mengandaskan perlawanan Deportivo La Coruna dengan skor 4-1 di San siro dalam perempat liga champions. Selain menjadi juara bertahan, Rossoneri, di bawah Carlo Ancelotti, adalah favorit banyak pengamat untuk meraih gelar juara lagi. Hasil pertandingan leg pertama ini tentu saja tidak terlalu mengejutkan.
Deportivo La Coruna lebih dulu memimpin berkat gol Walter Pandiani. Namun sebelum turun minum Kaka berhasil samakan kedudukan. Dalam waktu delapan menit awal di babak kedua, tim tuan rumah mengamuk dengan gelontoran tiga gol yang membuat 60.000 tifosi bergemuruh.
Sedemikian besarnya skor kemenangan dan dominasi AC Milan sehingga membuat para penggemar meninggalkan stadion merenungkan lawan potensial di fase berikutnya daripada memikirkan leg kedua yang akan berlangsung pada 6 April 2004 di Estadio Municipal Riazor.
Bagaimanapun, saat itu tidak ada tim di liga champions yang pernah membalikkan defisit tiga gol dari leg pertama, dan tampaknya Milan tidak terlalu memikirkan gol tandang di kompetisi.
Setelah kekalahan telak, manajer Deportivo, Javier Irureta mungkin berpikir dia tidak akan mengalami kerugian jika bermain menyerang habis-habisan dalam leg kedua dan menjanjikan mereka akan menuju ke babak selanjutnya dengan semangat dan keyakinan.
Namun bagi banyak orang, hal itu seperti retorika bersiul dalam kegelapan, dan banyak pendukung tuan rumah akan hadir di stadion lebih dengan rasa takut daripada harapan dalam pikirannya.
Ketika pertandingan mulai berjalan. Milan tidak memainkan Inzaghi, Rui Costa dan Serginho. Namun mereka menekan lebih awal, mereka mengancam akan mencetak gol tandang yang bisa membuat asa Deportivo pupus ketika kenyataan bahwa para fans menyimpan harapan bisa membalikkan keadaan.
AC Milan nyaris mencetak gol setelah laga baru berjalan empat menit ketika Jon Dahl Tomasson memiliki peluang untuk melakukan tendangan voli, tetapi upayanya ditangkis oleh kiper Deportivo, Jose Mollina.
Satu menit kemudian ada sedikit harapan bagi kubu tuan rumah. Ketika Walter Pandiani mencetak gol untuk Deportivo La Coruna. Dari garis kotak penalti striker Uruguay itu lebih dulu memperdaya Paolo Maldini sebelum membalikkan badan dan kemudian lakukan sepakan ke sudut kiri gawang Dida.
Setelah cetak gol Pandiani lari ke arah penonton sembari mengepalkan kedua tangannya di udara, sebuah upaya yang memberikan harapan bagi para penggemar.
Gol cepat itu memang terbukti mampu memompa semangat anak-anak asuhan Javier Irureta. Mereka tampil meledak-ledak dan terus menekan daerah pertahanan AC Milan yang dalam laga itu main di bawah standar. Nelson Dida sampai harus bekerja keras untuk memastikan gawangnya aman.
Rossoneri bukannya tanpa peluang. Di menit 19 Kaka berhasil melewati seorang bek lawan sebelum berhadapan satu-satu dengan Jose Molina. Tetapi gerak tipunya tidak membuat Molina terpedaya sepenuhnya.
Mollina masih sempat memblok tendangan playmaker muda asal Brasil tersebut. Pada menit 35 Albert Luque melakukan determinasi dari sebelah kanan pertahanan Milan, lalu melepaskan umpan silang ke kotak penalti Milan.
Dida berusaha menyambut bola, tapi reaksinya tanggung. Juan Carlos Valeron yang berdiri bebas lebih cepat menyambar bola dan menyundulnya ke dalam gawang.
Unggul dua gol membuat Deportivo seperti kesetanan. Memasuki menit terakhir babak pertama, bola lambung yang seharusnya bisa diantisipasi Alessandro Nesta ternyata justru jatuh tepat di kaki Luque. Dengan dingin Luque melesakkan bola ke pojok kanan atas gawang Dida yang sudah mati langkah. Skor 3-0 hingga turun minum.
Hasil itu sudah memastikan Deportivo melaju ke babak selanjutnya berkat unggur produktivitas gol tandang, namun masih ada babak kedua yang harus mereka mainkan.
Pelatih AC Milan Carlo Ancelotti tampaknya gagal mengembalikan semangat anak-anak buahnya. Andrea Pirlo dan rekan-rekannya terlihat kebingungan dengan tiga gol di babak pertama tersebut.
Celakanya, Maldini dan Nesta malah menjadi kartu mati di lini belakang. Mereka tampil buruk dan tidak mampu membuat benteng pertahanan yang kokoh. Masuknya Filipo Inzaghi dan Rui Costa pun tak banyak menolong.Tuan rumah pun praktis tetap mengendalikan irama pertandingan dan mereka terlihat menikmatinya.
Gol keempat berhasil mereka raih di menit 76 lewat kaki Gonzalez Fran. Pemain yang menggantikan Luque di menit 67 itu melepaskan tendangan kaki kiri yang keras dan sempat membentur kaki Cafu, sehingga arah bola berubah dan tak bisa diantisipasi Dida.
Dengan gol yang ciptakan Gonzales Fran tersebut membuat aturan gol tandang tidak berlaku lagi. Pasalnya Super Depor sudah unggul aggregat 5-4, kecuali Milan mampu mencetak gol di sisa 14 menit terakhir.
Milan sekarang dalam kesulitan. Dalam sisa waktu yang ada, guna memperkuat serangan Ancelotti memasukan playmaker Rui Costa menggantikan seorang bek, Giuseppe Pancaro. Costa sempat memiliki peluang lewat tendangan dari jarak 30 meter pada menit terakhir, namun bola masih bisa di amankan Mollina.
Peluang Costa tersebut menjadi kesempatan terakhir, Deportivo telah menjalani laga yang sempurna, di hadapan 29000 pendukung mereka membuat AC Milan tak berdaya. Dalam laga tersebut tuan rumah mencatatkan 16 tembakan dengan 10 mengarah ke gawang, sementara Milan hanya 12 tembakan yang mana 5 berhasil menemui sasaran.
Setelah pertandingan Irureta sangat gembira dan berkomentar bahwa laga tersebut timnya tampil luar biasa.
“Permainan itu ternyata persis seperti yang saya impikan,” ujarnya Antusias.
“Itu hampir mustahil untuk dilakukan, tetapi kami memberikan tampilan babak pertama yang sensasional untuk mendapatkan tiga gol yang kami butuhkan.”Ujarnya lagi (Dikutip dari TheseFootballThemes)
Sementara Ancelloti memiliki pandangan berbeda terhadap pertandingan tersebut,
“Kami menghadapi tim yang sangat bagus yang bermain sangat baik, dan ada beberapa kesalahan di pihak kami. Tetapi sangat sulit untuk menjelaskan kekalahan ini. Mereka melakukan segalanya untuk yang terbaik dan kami tentu saja tidak menghasilkan yang terbaik. ”
Deportivo telah membawa kenangan indah yang bisa diceritakan di masa yang akan datang. Deportivo tidak hanya menyingkirkan juara enam kali dengan comeback yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam belasan tahun sejak Liga Champions lahir. Mereka juga untuk pertama kalinya lolos ke babak semifinal liga champions.
Namun sayang, langkah Deportivo terhenti di babak semifinal setelah kalah aggregat 1-0 dari FC Porto asuhan Jose Mourinho yang di musim itu keluar sebagai juara.