Tidak bisa dipungkiri jika Virgil van Dijk merupakan bek terhebat saat ini. Baru-baru ini, pemain asal Belanda ini bahkan sukses mengantar Liverpool merajai Eropa.
Dengan tipikal bermain garang dan tak kenal ampun, Van Dijk menjadi satu-satu bek yang tidak bisa dilewati lawan. Oleh karena itu, wajar bila ia mendapat beberapa penghargaan prestis termasuk pemain terbaik Liga Inggris.
Seperti diketahui, sejak pertama kali digelar, Ballon d’Or lebih banyak didominasi oleh pemain bertipe penyerang. Sangat jarang seorang bek mampu memenangkan penghargaan bergengsi ini. Bek terakhir yang tercatat memenangkan penghargaan ini adalah bek legendaris Timnas Italia, Fabio Cannavaro. Mantan pemain Real Madrid itu memenangkan penghargaan ini di tahun 2006 silam.
“Terakhir kali aku mengingat seorang pemain bertahan memenangkan Ballon d’Or itu terjadi di tahun 2006 saat Cannavaro memenangkan penghargaan itu,”
“Jika Cannavaro bisa memenangkan penghargaan itu, aku rasa tidak mustahil bagi Virgil untuk memenangkannya juga.”
Dibalik kesuksesannya saat ini, perlu diketahui bahwa van Dijk telah melalui berbagai jalan terjal. Saat menjalani awal-awal kariernya, van Dijk bahkan pernah bekerja sebagai tukang cuci piring.
Tepat pada 2008 lalu, saat usianya masih 17 tahun, van Dijk sempat menjalani profesi sebagai tukang cuci piring di restoran Oncle Jean yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya di Breda, Belanda.
Bekerja sebagai tukang cuci piring memang harus dikerjakan van Dijk saat itu. Ia butuh biaya lebih untuk bisa terus berlatih di akademi Willem II. Tiap harinya setelah berlatih di akademi Willem II, ia harus menempuh perjalanan 30 menit menggunakan kereta api agar bisa sampai ke Breda. Tiba di stasiun kereta api Breda, van Dijk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan sepeda selama kurang lebih 15 menit menuju restoran Oncle Jean.
Untuk tiap peluh yang ia teteskan saat mencuci piring, membersihkan kamar mandi, dan dapur, van Dijk mendapat bayaran senilai 4 euro atau setara 64 ribu rupiah per jam. Kadang ia mendapat tambahan beberapa sen sebagai tip.
Memulai perjalanan dari Willem II, kemampuan Van Dijk melesat tajam. Ia menjelma menjadi bek yang kuat dalam hal fisik. Pada akhirnya, Van Dijk sukses menjalin kesepakatan untuk menuju FC Groningen.
Namun selain pekerjaan cuci piring itu, ada hal yang lebih menyayat hati dari kisah Virgil van Dijk. Hal itu terjadi tepat saat ia masih membela Groningen.
Seperti dilansir dari Sportbible, nyawa Van Dijk hampir melayang pasca bertanding membela timnya saat melakoni laga melawan Excelsior di lanjutan Liga Belanda.
Virgil van Dijk dikabarkan hampir meninggal saat usianya masih 20 tahun. Tak banyak yang tahu bahwa Virgil van Dijk pernah hampir meninggal pada 2012 karena terdiagnosa mengalami komplikasi beberapa penyakit.
Menurut salah satu staf pelatih di FC Groningen, Van Dijk jatuh sakit setelah melakoni laga tersebut, ia sempat dikira hanya mengalami sakit ringan.
“Virgil jatuh sakit, tetapi kami belum tahu ia sakit apa dan sejauh mana parahnya,” ucap Dick Lukkien, staff pelatih klub.
Ketika itu, Virgil van Dijk didiagnosa menderita komplikasi penyakit, yakni radang usus buntu, peritonitis dan infeksi ginjal.
“Awalnya kami mengira dia hanya menderita flu. Dia di rumah selama beberapa hari dan sangat kesakitan. Dia lalu pergi ke rumah sakit setempat tetapi mereka tidak dapat menemukan apa-apa, jadi dia diperbolehkan pulang,” ucap Lukkien kembali.
Van Dijk terpaksa absen selama dua bulan karena ia harus melakukan operasi demi keselamatan hidupnya. Selama absen, Van Dijk mengira nyawanya tidak akan tertolong dan membuatnya berpikir untuk menulis surat wasiat yang ditujukan kepada sang ibu.
“Aku masih ingat, saat itu aku terbaring di ranjang. Aku melihat selang-selang yang menjuntai tubuhku,”
“Aku tidak dapat berpikir positif, karena yang berputar-putar di otak hanyalah rasa takut,”
“Hidupku dalam bahaya. Aku dan ibu berdoa kepada Tuhan dan mendiskusikan berbagai skenario yang mungkin terjadi. Pada titik tertentu aku berpikir harus membuat surat wasiat, semacam bukti,”
Van Dijk mengungkapkan bahwa jika nyawanya tak tertolong, semua uang hasil jerih payahnya akan diberikan untuk sang ibu.
“Jika aku mati, uang yang kumiliki akan kuberikan kepada ibuku. Tentu tidak ada yang menginginkan hal buruk terjadi, tetapi mungkin wasiat itu sangat penting.” ucap van Dijk.
Berkat kesabaran, usaha, dan doa, keadaan Van Dijk akhirnya berhasil pulih.
Ia kembali melanjutkan karier sepakbolanya dan mimpinya terwujud ketika Celtic mulai meliriknya. Setelah melakukan negosiasi, pemain berusia 27 tahun itu membela Celtic selama dua musim sejak 2015. Kemudian, van Dijk menuju Inggris bersama Southampton hingga kini menjadi palang pintu Liverpool.
Saat direkrut Liverpool, van Dijk menjadi bek termahal dunia dengan nilai sebesar 80 juta euro atau sekitar lebih dari 1 triliun rupiah.