Tanah Afrika biasa menyuguhi permainan otot dan fisik yang begitu luar biasa. Nama-nama seperti Didier Drogba, Samuel Eto’o, hingga bek sekaliber Kalidou Koulibaly jelas mengandalkan fisik hingga kecepatan. Namun semua anggapan itu tidak berlaku dengan Jay-Jay Okocha.
Eks penggawa Paris Saint Germain menjadi sebuah anomali bagi kebanyakan bintang asal Afrika. Layaknya pemain Brasil, Okocha punya permainan yang begitu indah.
Jika perkataan tak cukup untuk membuktikan kehebatannya, maka kiper legendaris, Oliver Kahn, akan dengan tegas menjabarkan seberapa hebat pemain kelahiran Nigeria itu.
Eks kiper kapten dan kiper timnas Jerman dan Bayern Munchen mengaku pernah dibuat pusing oleh kejeniusan olah bola Okocha. Kejadiannya pada 31 Agustus 1993, Okocha yang memperkuat klub Jerman Eintracht Frankfurt kedatangan tamu Karlsruher SC di pekan kelima Bundesliga.
Eintracht yang sudah unggul 2-1 mendapatkan peluang emas mencetak gol kembali lewat serangan balik di pengujung laga. Serangan sampai di area pertahanan, Okocha yang mendapatkan bola dari rekan setimnya mendapat hadangan dari kiper lawan, Oliver Kahn.
Tidak langsung menembakkan bola, Okocha terlebih dahulu memperdayai Kahn beberapa kali. Kahn bahkan sampai terpleset karena terus-terusan terpaku mengikuti Okocha yang sedang menggiring bola dan melakukan gerakan tipuan.
Setelah Kahn terjatuh, tiga pemain Karlsruher lain juga berusaha membuat pagar agar bola sepakan Okocha tak masuk ke dalam gawang.
Dengan dua-tiga goyangan Okocha pun berhenti dan masih melakukan gerakan tipuan sampai akhirnya menembakkan bola dengan kaki kirinya.
Bola pun masuk ke gawang Karlsruher dan tidak bisa diantisipasi Kahn. Kahn yang saat itu berstatus kiper muda timnas Jerman hanya bisa tergeletak di tanah karena gol ketiga bersarang di gawangnya.
Gol tersebut akhirnya terpilih sebagai gol terbaik musim 1993/94 oleh beberapa majalah terbitan Jerman. Tayangan olaharga di stasiun TV Jerman ARD, Sporschau, juga menobatkan gol Okocha ke gawang Kahn sebagai gol terbaik di tahun tersebut.
Meski gol ikonik itu sudah berusia lama, Kahn masih mengingat betul bagaimana dirinya dibuat pusing oleh Jay-Jay Okocha.
“Tepat 23 tahun lalu gol sensasional tercipta dari Jay-Jay Okocha – aku masih pusing,” cuit Kahn pada tahun 2016 (via Twitter)
Agustinus Azuka “Jay-Jay” Okocha, lahir pada 14 Agustus 1973 di Enugu, Nigeria. Ia lahir dari dari ayah bernama Ogwashi-Uku, ia diberi nama Agustinus Azuka Okocha. Publik dunia kemudian lebih mengenalnya dengan nama Jay-Jay Okocha, si genuis dari benua hitam yang buat kagum publik sepak bola Eropa
Okocha dikenal memiliki nama yang unik. Ia mengaku bahwa dirinya tidak serta-merta membuat sendiri nama panggilan populernya itu. Dia mengklaim semua terjadi karena kakaknya, sang pemilik nama asli Jay-Jay.
Kakaknya sangat menyukai permainan sepakbola, tapi sayang ia tidak melakukannya secara profesional.
Diceritakan oleh Okocha, saat kecil dulu, banyak teman sebayanya yang memanggil dengan sebutan Agustine Jay-Jay. Jadilah panggilan itu digunakan hingga sekarang.
Seperti yang sudah disinggung diawal, sebelum kemunculan Jay-Jay Okocha, publik dunia lebih mengenal gaya main pesepak bola dari Afrika dengan gaya main yang hanya mengandalkan otot dan tenaga. Sangat jarang ditemui pesepak bola dari Afrika yang bisa memainkan bola di kakinya layaknya pesepak bola Brasil dengan Samba atau pemain Argentina dengan gaya Tango.
Namun sekali lagi, Jay-Jay Okocha jadi pembeda.
Caranya bermain sepak bola mengagambukan antara teknik skill khas pesepak bola Amerika Selatan dengan tenaga khas pesepak bola Afrika. Kualitasnya mengolah si kulit bundar mengantarkan Jay-Jay Okocha bermain di Eropa.
Klub asal Jerman Borussia Neunkirchen jadi persinggahan pertama Okocha di Eropa. Lalu pada tahun 1992, Okocha bergabung dengan Eintracht Frankfurt.
Di klub tersebut, ia mencetak gol yang sangat luar biasa.
Sayang pada 1995, Okocha harus berselisih paham dengan Jupp Heynckes manajer Frankfurt kala itu. Setahun kemudian, Okocha bersama dua pemain andalan Frankfurt lainnya Tony Yeboah dan Maurizio Gaudino hengkang. Okocha memutuskan menerima pinangan klub Turki Fenerbache sementara dua rekannya main di Liga Inggris. Kepergian tiga pemain andalan tersebut membuat Frankfurt turun kasta pada akhir musim 1996.
Okocha tercatat hanya dua musim di liga Turki. Selama dua musim itu, ia memberikan dua gelar untuk Fenerbache, yakni Piala Perdana Menteri Turki pada 1998 dan Ataturk Cup setahun kemudian. Okocha juga tercatat mencetak 34 gol dari 62 penampilan bersama The Yellow Canaries.
Catatan itu membuat klub Prancis, Paris Saint Germain kepincut. Bermodalkan mahar sebesar 14 juta pounds atau setara 255 milliar rupiah, Okocha pindah ke Prancis dan menjadikannya sebagai pemain termahal Afrika pada era itu.
Okocha mencetak 84 penampilan dan 12 gol selama empat musim untuk PSG. Selain menjadi playmaker andalan, ia juga bertugas mengasah bakat wonderkid Brasil, Ronaldinho.
Ronaldinho pun tak pernah menampik jika Okocha ialah mentornya saat pertama di PSG.
Empat tahun bermain di Paris, atau tepat setelah gelaran Piala Dunia 2002, Okocha menjajal kerasnya Premier League atau Liga Inggris kasta utama bersama Bolton Wanderers.
Perlu diketahui juga, Okocha berhak atas predikat generasi emas tim nasional Nigeria.
Bersama pemain Nigeria lain yang kelak menjadi bintang sepak bola seperti Nwankwo Kanu, Taribo West, Sunday Oliseh, dan Celestine Babayaro, Okocha pernah meraih medali emas di Olimpiade 1996 yang diselenggarakan di Amerika Serikat.
Di final cabang olahraga sepak bola U-23 dalam pesta olahraga antar negara itu, Okocha dan kolega menang dengan skor 3-2 atas Argentina yang diperkuat Diego Simeone, Javier Zanetti, dan Hernan Crespo.
Jay-Jay Okocha, selain menjadi pemain berskill tinggi, juga disebut sebagai pemimpin sejati. Pada gelaran Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea Selatan, Okocha untuk pertama kalinya tampil sebagai kapten Nigeria. Dia pun langsung menunjukkan jiwa kepemimpinannya. Bahkan, Okocha termasuk kapten penuh karisma yang dihormati kawan maupun lawan.
Sayang, Nigeria gagal lolos dari putaran pertama. Okocha kemudian bertekad menjawab harapan Nigeria pada Piala Dunia 2006 Jerman. Ambisi dan harapan itu kandas seiring kegagalan Nigeria lolos ke putaran final.
Setelah kegagalan itu, Okocha mengumumkan rencana gantung sepatu usai gelaran Piala Afrika 2006. Namun, cedera menghambat langkahnya. Nigeria pun kalah dari Pantai Gading di babak semifinal. Okocha baru pulih dan tampil di perebutan tempat ketiga melawan Senegal, di mana ia berhasil mengantarkan timnya menang 2-1. Usai pertandingan, pendukung Nigeria melakukan standing ovation untuk menghormati Okocha.
Kembali ke Bolton, Okocha tampil bahu-membahu dengan veteran sepak bola seperti Fernando Hierro, Gary Speed, Youri Djorkaeff, dan Ivan Campo.
Penampilannya cukup impresif, sehingga Bolton kerap kali menjadi kuda hitam bagi klub besar Liga Inggris. Ya, saat itu, dibawah kepemimpinan Sam Allardyce, Bolton benar-benar menjadi salah satu kuda hitam di Liga Inggris.
Sayangnya di Bolton ia tidak meraih gelar apapun selain runner-up Piala Liga Inggris pada 2004.
Big Sam sempat memuji penampilan Okocha sebagai pemain yang berbeda. Okocha, kata Big Sam, seperti pemain dengan kemampuan yang mampu mengendalikan waktu dan ruang. Ia bisa menendang bola dengan bagian luar kaki kanannya dan saat bersamaan tengah berlari kencang.
Di Bolton, Okocha berhasil catatkan 124 penampilan hingga 2006. Pada musim 2006/07 ia hengkang ke klub Qatar, Qatar SC, dan di musim berikutnya kembali ke memperkuat klub Inggris, Hull City.
Setelah membantu Hull promosi ke Premier League, paman dari winger Arsenal, Alex Iwobi, itu kemudian memutuskan pensiun pada 2008.
Pemain yang mengoleksi 445 caps tersebut memutuskan untuk berhenti dari dunia si kulit bundar.
Setelah gantung sepatu, Okocha masih sempat tampil bersama “Elang Super” pada duel testimonialnya melawan tim Seleksi Afrika. Okocha mencetak satu gol yang menentukan kemenangan Nigeria 2-1. Nama dan prestasinya akan terus menjadi inspirasi para juniornya.