Russia mengukir sejarah saat menggelar partai final Liga Champions Eropa tahun 2008. Memunculkan dua wakil Inggris di partai puncak, stadion milik klub Spartak Moskwa, Luzhniki, menjadi saksi dari sejarah persepakbolaan Eropa tak terlupakan.
21 Mei 2008, langit Russia sorotkan pandangan ke stadion dengan kapasitas lebih dari 78 ribu penonton. Chelsea dan Manchester United, merupakan dua tim beruntung yang mampu capai laga puncak ajang paling prestisius antar klub Eropa. Sama-sama menurunkan pemain terbaiknya, pertandingan tampak seru dan amat sengit.
Setelah laga berjalan hampir setengah jam, Cristiano Ronaldo berhasil menjebol gawang Petr Cech melalui tandukannya. Mendapat umpan dari Wes Brown, tandukan pemain berjuluk CR7 tak mampu dibendung kiper asal Republik Ceko.
Namun, Chelsea bukan tanpa perlawanan. Hal itu terbukti setelah Frank Lampard mampu cetak gol melalui sontekannya. Karena skor masih imbang hingga babak tambahan usai, maka pertandingan berlanjut ke adu penalti.
Disinilah semua drama itu dimulai.
Dalam babak adu pinalti, setidaknya ada beberapa momen dramatis yang terjadi. Mulai dari Cristiano Ronaldo yang gagal mengeksekusi pinalti, hingga insiden yang melibatkan kapten Chelsea, John Terry.
Ya, dalam drama adu pinalti, Terry harus menyesal seumur hidup karena sontekannya tak mampu temui sasaran.
Disamping kesialan John Terry, Edwin van der Sar juga tampil sangat memukau. Kiper asal Belanda itu bak tembok yang sulit sekali ditembus. Tubuhnya yang tinggi menjulang membuat mental para eksekutor pemain Chelsea agak menciut.
Namun adu pinalti malah berjalan cukup manis bagi Chelsea. Hal itu tentu berkitan dengan kegagalan Cristiano Ronaldo. Mulai dari Ballack, Beletti, Lampard, hingga Ashley Cole, semua pemain tersebut memberi angin segar dilangit Russia yang kucurkan air hujan, seolah ingin menambah suasana makin dramatis.
Nahas. air hujan dimalam itu tak sebaik apa yang disangka pemain Chelsea. Derasnya hujan seolah menjadi pertanda air mata yang akan turun dari wajah para penggawa The Blues, khususnya John Terry.
Menjadi algojo penentu trofi Champions pertama klub asal London, Terry justru gagal!
Gagal dalam tendangan pinalti mungkin wajar. Bahkan, dalam partai final sekalipun. Namun hal ini sungguh berbeda bagi Terry. Ia menyesal bukan main karena gagal akibat terpeleset oleh lapangan hasil kucuran air hujan. Kegagalan sang kapten berarti juga kegagalan Chelsea. Stadion Luzhniki masih belum sudi melihat juara baru Liga Champions. Chelsea pun harus puas menunggu tahun-tahun berikutnya untuk menjadi juara.
Berkat insiden terpelesetnya Terry saat itu, United mampu raih gelar Liga Champions kedua dibawah asuhan Sir Alex Ferguson.
Beberapa tahun berselang, Terry masih ingat persis kejadian malam itu. Ia bahkan terus berharap kalau kejadian tersebut hanyalah mimpi buruk semata.
“Aku pasti tidak akan pernah melupakannya,”
“Hal itu selalu muncul dalam pikiran dan aku berharap itu hanyalah mimpi buruk” (dikutip dari 90minutes-football)
Seolah tak berjodoh dengan final Liga Champions, Terry masih belum bangun dari mimpi buruk. Pada semifinal Liga Champions, Chelsea jumpa Barcelona. Pada leg kedua yang digelar di Camp Nou, Terry melakukan tindakan konyol. Lutut kanannya sedikit naik ke arah bokong Alexis Sanchez. Pemain asal Chile itu terjatuh dan sialnya wasit melihat insiden antar keduanya.
Kartu merah pun menghampiri Terry.
Meski bermain dengan jumlah skuat lebih sedikit, Chelsea tetap mampu menahan imbang Blaugrana dan berhak atas satu tempat di final dengan agregat 3-2.
Hukuman itu jelas memaksa Terry untuk tidak bisa tampil di final. Melawan FC Bayern, situasi partai puncak itu masih sama seperti empat tahun sebelumnya, yaitu ditentukan lewat pinalti.
Tanpa Terry yang menjadi algojo, Chelsea mampu merebut gelar raja Eropa untuk kali pertama.