Menjadi kapten dalam sebuah tim bukan perkara mudah. Selain harus memiliki kharisma, kapten juga harus menjadi orang pertama kala tim yang dipimpinnya tengah alami turbulensi hebat.
Dalam hal ini, Jordan Henderson bisa menjadi contoh dari seorang pemimpin luar biasa. Meski nyaris tak diinginkan, pria yang kini 29 tahun mampu kawal armada Jurgen Klopp untuk lewati pertandingan dengan tekanan luar biasa.
Menggantikan Steven Gerrard bukan tugas sepele. Jordan Henderson harus mampu puaskan para penggemar akan sosok seorang pemimpin berkarakter.
Tepat di tahun 2015, lingkar kapten resmi merekat di tangan Henderson. Setelah mengalami musim pertama yang tidak begitu fantastis di Liverpool, Henderson berjuang kembali sampai akhirnya sekarang bisa terus tampil reguler di tim utama. Gelandang box-to-box yang didatangkan dari Sunderland ini resmi ditunjuk sebagai pewaris tahta Stevie G.
Sebelumnya, Brendan Rodgers memang sudah mengamati jiwa kepemimpinan Henderson. Ia dan Gerrard dianggap sebagai kompas moral kelompok Si Merah. Mulai dari bagaimana mereka berperilaku di dalam dan di luar lapangan, bagaimana mereka berlatih, hingga bagaimana mereka bekerja. Jordan Henderson dinilai sebagai sosok pemimpin luar biasa di masa mendatang.
Sama seperti apa yang sudah disinggung diawal, menjadi seorang kapten bukanlah perkara mudah bagi Henderson. Dia melewati banyak rintangan untuk dapat merubah kritikan menjadi sanjungan.
Henderson, terus menanggung beban dan kritik dari para penggemar diawal kariernya. Ia harus berurusan dengan sejumlah masalah. Didatangkan dari Sunderland di usia 21 tahun, dan dengan harga 16 juta pounds, beban berat langsung terpikul di pundak Henderson.
Henderson adalah buah bibir di Inggris sebelum ia pindah. Ia diberikan nomor punggung 10 oleh Sunderland. Hal tersebut menunjukkan jelas kualitasnya. Ia juga sempat diincar oleh Sir Alex Ferguson, meskipun Fergie tidak jadi mengontraknya lantaran menurutnya gaya berlari Henderson akan membuat banyak masalah cedera baginya di masa mendatang.
Selain awal karirnya di Liverpool tidak berjalan mulus, ia pun sempat dibukakan pintu keluar dari Liverpool saat Rodgers baru datang. Namun, Henderson mencoba untuk membuktikan dirinya dan menolak pindah. Ia memutuskan untuk memperjuangkan tempatnya di Liverpool.
Saat itu, Henderson menuturkan kalau Rodgers pernah memanggilnya ketika ada tawaran yang masuk. Mendengar hal tersebut, ia pergi lalu menangis. Hal tersebut dianggapnya sangat menyakitkan. Bahkan setelah kejadian itu, perasaannya terus dihantui pintu keluar dari Anfield.
Menurut Henderson, sejak pertama kali berseragam Liverpool, dirinya sama sekali tidak pernah berpikir pergi. Namun ketika itu, untuk menembus tim utama terasa begitu sulit bagi Henderson.
Tekanan yang mengarah kepadanya pun tak hanya hadir dari Liverpool saja. Pasalnya, sekitar tahun 2013, ayah Henderson didiagnosa kanker. Satu hal yang paling diingat saat itu pun, sang ayah meminta kepada Henderson agar ia terus menjaga performa terbaik dan betekad menjadi lebih dari apa pun yang bisa ia lakukan.
Setelah terus berjuang, Henderson akhirnya temukan performa terbaiknya. Oleh Brendan Rodgers, ia pun dianggap sebagai pengganti tepat Steven Gerrard.
Kemampuan Hernderson pun semakin terasah setelah Liverpool kehadiran manajer asal Jerman, Jurgen Klopp. Henderson bak temui malaikat penyelamat yang pada akhirnya akan menjadikannya sebagai kapten yang layak mendapat pujian.
Puncaknya, Henderson berhasil memimpin rekan-rekannya untuk menjuarai trofi Liga Champions setelah lebih dari 10 tahun berlalu.
Henderson jatuh berlutut, kelelahan dan bahagia, sebelum dia merosot ke tanah sepenuhnya usai Liverpool dipastikan menjadi juara Liga Champions.
Air mata jatuh dari wajah Jurgen Klopp ketika ia memeluk Henderson. Tak hanya itu, Dejan Lovren juga mengatakan dengan bangga kepada para penggemar, kalau Henderson adalah kapten sejati Liverpool.
Pengabdian para pemain dan staf Liverpool untuk memastikan bahwa Henderson berada di tengah panggung sangat menarik untuk ditonton, tetapi tidak mengejutkan.
Suara peluit akhir di Wanda Metropolitano mengukuhkan dirinya sebagai kapten klub pemenang Liga Champions.
Dalam skala yang lebih luas, rasanya bagi Jordan Henderson seperti berhenti total dalam pertempuran yang melelahkan, untuk membuktikan bahwa dia termasuk dalam level elite di Liverpool, klub yang jadi panggung banyak pemain besar.