Zlatan Ibrahimovic, pada masanya pemain asal Swedia tersebut merupakan sosok striker menakutkan. Dengan badan tinggi besar, gol demi gol lahir lewat kepala maupun kakinya. Meski terkenal tajam di kotak penalti lawan Ibra sendiri bukanlah pemain setia seperti layaknya Paolo Maldini di AC Milan atau Ryan Giggs di MU.
Sepanjang perjalanan karirnya, Ibra telah gonta-ganti banyak klub, ia memperkuat sembilan kesebelasan berbeda, yang menarik hampir di setiap klub yang pernah dibelanya, Ibra pernah menghadirkan sebuah gelar. Meski sejauh ini kurang beruntung di Liga Champions.
Zlatan Ibrahimovic lahir dari pasangan Sefik yang berasal dari Bosnia dan ibunya Jurka yang berasal dari Kroasia. Kedua orang tuanya lalu berimigrasi ke Swedia di mana Ibra dilahirkan. Ibra sendiri mulai bermain sepak bola di usia 8 tahun.
Lalu karier profesionalnya dimulai bersama klub asal kampung halamannya, Malmo FF. Di Malmo, Ibra bermain sejak di tim junior hingga akhirnya mampu menembus tim utama pada tahun 1999.
Namun, saat masih di tim junior Malmo pula karier Ibra sempat hampir berhenti. Saat itu, mantan penyerang Barcelona tersebut masih berusia 15 tahun. Usia yang bagi kebanyakan orang masih menimba ilmu di kelas 1 SMA.
Masa remaja Ibra memang tak seperti anak-anak seusianya yang lain, yang bisa bebas belajar, bermain, dan memenuhi keinginannya. Di usia belasan, Ibra sudah bekerja di pelabuhan. Hal itu pula yang menjadi salah satu alasannya untuk berhenti bermain sepak bola.
“Saya hampir berhenti bermain sepak bola pada usia 15 tahun dan bekerja di pelabuhan Malmo,” ujar Ibra (Dikutip dari Dailymail)
Alasannya saat itu adalah faktor ekonomi. Hal yang ada di pikirannya saat itu adalah jika mulai bekerja, maka uang pun akan didapatkan.
“Saat itu yang terpikir cuma jika saya mulai bekerja maka saya akan punya uang dan saya tidak pernah punya itu.” kata Ibra.
Ibra sendiri sejatinya tergila-gila pada sepakbola. Ia punya mimpi yang amat tinggi. Setidaknya, ia ingin mengikuti karier idolanya, Ronaldo. Ibra juga ingin memasukkan Rosengard, kota kelahirannya di Malmo, ke dalam peta dunia. Impiannya yang lain adalah membeli mobil sport, Diablo Lambrogini, berwarna ungu.
Pada akhirnya pikiran untuk berhenti bermain sepak bola pun sirna berkat dorongan pelatih Malmo kala itu, Johnny Gyllensjo.
Gyllensjo menceritakan bahwa Ibrahimovic sempat mengalami tekanan mental karena tidak bermain dengan baik. Hal tersebut membuatnya mengalami krisis kepercayaan diri. Krisis kepercayaan diri tersebut lah yang membuat Ibra lebih senang bekerja di pelabuhan.
Selama 90 menit percakapan terjadi antara Gyllensjo dan Ibrahimovic dalam sebuah sesi latihan Malmo tahun 1996.
“Ia nampak sudah tidak ingin bermain sepak bola. Sebagai seorang psikolog amatir, saya berbicara kepadanya. Ia sangat senang mencetak gol, tetapi tidak dapat melakukannya. Ini adalah sebuah masalah baginya,” ucap Gyllensjo (Dikutip dari Irishmirror)
Akhirnya setelah mendapat dorongan dan motivasi dari tim pelatih Malmo kala itu, Ibra memutuskan berubah pikiran dan kembali melanjutkan karir sebagai pesepak bola.
“Kami berbicara dan saling menghormati satu dengan yang lain. Setelah itu, ia mulai melangkah maju bersama Malmo. Jadi, kami (tim pelatih Malmo) merasa senang karena sedikit berpengaruh terhadap kariernya,” tutur Gyllensjo. (Dikutip dari ManchesterEveningNews)
Asisten Gyllensjo, Ola Gallstad, turut bercerita mengenai pengalamannya melatih Ibrahimovic.
“Ia bermain bola setiap hari. Setelah bermain bersama kami di hari Sabtu, ia akan bermain sepak bola di jalanan Rosengard bersama teman-temannya pada hari Minggu. Mungkin, inilah alasan ia bisa memiliki teknik tinggi dan meraih kesuksesan,” kata Gallstad. (Dikutip dari ManchetserEveningNews)
Motivasi dari pelatihnya tersebut membuat Ibra semakin serius akan pentingnya sepak bola. Pada usia 18 tahun, Ibra mulai menyadari bahwa sepak bola dapat mengubah kehidupannya.
Setelah sukses di Malmo, Ibra bermain untuk Ajax Amsterdam dan hijrah Juventus. Salah satu alasannya adalah untuk mengikuti jejak Ronaldo yang bermain di Serie A.
Setelah memperkuat Juventus, Ibra lalu berturut-turut berkelana ke Inter Milan, Barcelona, Paris Saint-Germain, Manchester United dan ke LA Galaxy.
Andai saja kala itu Gyllensjo dan tim pelatih lainnya tidak memberi nasihat, barangkali kita nggak akan mengenal Ibrahimovic sebagai pesepakbola top dunia. Penyerang yang dikenal angkuh tersebut barangkali hanya akan menjadi abang-abang pengangkut karung di pelabuhan.