Di Amerika Selatan, terdapat sebuah negara yang tak begitu luas bernama Suriname. Suriname yang dulu bernama Guyana Belanda adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara tersebut kaya akan beras, pisang, dan gula. Namun menariknya, ekspor terbesar dari Negara ini adalah pemain sepakbola.
Ya, Suriname terkenal dengan pemain sepakbola berbakat yang keturunannya lebih dulu bermigrasi ke Eropa, khususnya Belanda.
Diceritakan, Belanda yang menjadi penjajah disebut telah memanfaatkan hasil bumi Suriname dengan mempekerjakan penduduk disana, dan dibayar dengan harga yang sangat murah.
Di Suriname sendiri terdapat banyak sekali penduduk asli Suku Jawa. Keberadaan suku Jawa di Suriname diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-19, yang angkatan pertamanya dibawa oleh kolonis Belanda dari Indonesia. Sebagian keturunan mereka itulah banyak yang dibawa ke Belanda, namun tidak sedikit pula yang memilih tinggal disana.
Para penduduk yang bermigasi ke Belanda banyak menciptakan bakat-bakat lapangan hijau. Seperti yang ditulis pengamat sepakbola Belanda, Sander Ijtsma,
“Tim Nasional Belanda banyak mendapat manfaat dari bakat asal Suriname”. (dikutip dari thesefootballtime)
Meski saat itu bakat asal Suriname layak diperhitungkan, banyak penduduk asli Belanda yang enggan mengakuinya. Mereka lebih memilih untuk menonton pemain berkulit putih. Hal itu juga diakui oleh mantan pemain Ajax, AC Milan, dan FC Barcelona, Winston Bogarde. Pria yang kini berusia 48 tahun itu berujar bahwa para pemain berkulit hitam harus memiliki skill dua kali lebih hebat jika ingin dilirik pelatih.
Untungnya, para pemain yang berketurunan Suriname mampu tunjukkan kualitas. Mereka yang bukan penduduk asli Negri Kincir Angin mampu bersaing di berbagai kompetisi sepakbola Belanda hingga mampu buktikan kualitas di Eropa.
Timnas Belanda sendiri sempat berjaya di dua edisi Piala Dunia, yakni pada Piala Dunia 1974 dan Piala Dunia 1978. Meski gagal memenangkan keduanya, Timnas Belanda era Johan Cruyff dianggap telah memberikan hal baru bagi permainan 11 lawan 11 ini.
Taktik total football yang diusung mampu kejutkan dunia hingga dianggap sebagai salah satu taktik terbaik sepanjang masa.
Namun setelah itu, Timnas Belanda mulai meredup sebelum akhirnya datang generasi emas lainnya yang dihuni oleh pemain keturunan Suriname seperti Frank Rijkaard dan Ruud Gullit.
Ketika kedua nama tersebut masuk kedalam panggung dunia, Belanda kembali memiliki asa dibalik bakat yang lekat akan sepakbola Amerika Selatan.
Keberadaan Gullit dan Rijkaard pun terbukti dalam bentuk trofi Kejuaraan negara antar Eropa. Tepatnya ditahun 1988.
Secara peringkat FIFA memang Suriname tak terlalu menonjol. Namun dari catatan yang ada, cukup banyak pemain sepak bola dunia, terutama asal Belanda, yang memiliki darah keturunan Suriname. Selain Ruud Gullit dan Frank Rijkaard, Patrick Kluivert dan Clarence Seedorf juga termasuk pemain keturunan Suriname.
Nama yang disebut terakhir misalnya. Mantan gelandang timnas Belanda sekaligus legenda AC Milan ini tercatat lahir di Paramaribo, Suriname. Namanya tentu tak asing di telinga para penggemar sepak bola. Seedorf dianggap sebagai salah satu gelandang terbaik di masanya.
Seedorf adalah pemain yang punya catatan mengagumkan dalam sejarah gelaran Liga Champions. Pasalnya, ia adalah pesepakbola pertama yang merebut trofi Liga Champions bersama tiga klub berbeda.
Pada tahun 1995, Seedorf meraih gelar Liga Champions perdananya bersama Ajax. Tiga tahun kemudian, Seedorf mencicipi gelar serupa bersama Real Madrid. Berseragam Milan, Seedorf malam merasakannya sebanyak dua kali, yakni pada tahun 2003 dan 2007.
Selain nama-nama tersebut, kalian juga pasti kenal dengan nama Edgar Davids, seorang Belanda yang lahir di tanah Suriname. Pemain tersebut terkenal dengan dandanan unik, rambut dreadlocks serta kacamata yang sering digunakannya saat bermain.
Dari segi permainan, tak perlu diragukan lagi kualitas Davids. Ia merupakan gelandang bertahan pekerja keras, yang mempunyai keunggulan dalam kecepatan, kekuatan dan stamina, serta pandai dalam membaca permainan. Dengan kompletnya atribut yang dimilikinya, tak heran bila ia menjadi pemain yang langka.
Dari segi prestasi, sejumlah trofi bergengsi seperti Piala Eredivisie Belanda, Piala Liga Italia, hingga Liga Champions Eropa, mungkin cukup untuk mendeskripsikan kehebatan pria yang kini berusia 46 tahun tersebut.
Bahkan, bukan cuma di era 1990-an, negara Suriname juga masih melahirkan bakat sepak bola top sampai saat ini. Teranyar adalah duo Liverpool, yakni Georginio Wijnaldum dan Virgil van Dijk, yang diketahui juga memiliki darah Suriname.
Dengan deretan pemain semacam itu, sepakbola Belanda dianggap sebagai yang terbaik di tanah Eropa, bahkan dunia. Mereka yang berasal dari Suriname telah memberi warna baru bagi persepakbolaan negara Eropa bagian Barat.
Pada 2009, FIFA bahkan melaporkan bahwa setidaknya ada 150 pemain yang tampil di kompetisi Eredivisie yang berasal dari Suriname. Humberto Tan, jurnalis asal Suriname, juga percaya kalau Belanda tidak akan menjadi apa-apa tanpa pemain berketurunan Suriname.
“Tanpa pemain-pemain Suriname, Belanda hanyalah tim yang lemah. Mereka tidak akan kreatif dan tidak menarik untuk ditonton”. (dikutip dari thesefootballtimes)
Meski sudah banyak berjasa bagi Timnas Belanda, lagi-lagi ada saja pihak yang tidak mau mengakui itu. Sebut saja pelatih Guus Hiddink. Pria 72 tahun yang pernah tangani Timnas Korea Selatan itu memilih untuk memprioritaskan pemain-pemain asli Belanda ketimbang memakai jasa para pemain imigran.
Namun sikap keras kepala Hiddink langsung dibalas oleh kejeniusan Van Gaal, yang sukses bersama Ajax dengan sejumlah pemain asal Suriname dalam skuatnya. Kala itu, Ajax sukses gemparkan Eropa dengan menjadi jawara Liga Champions dan diiisi oleh calon-calon pemain dunia, termasuk Clarence Seedorf, Edgar Davids, dan Patrick Kluivert.
Jika ditanya mengapa para pemain Suriname tidak memilih untuk membela negara keturunan asalnya saja, maka jawabannya adalah karena negara tersebut tidak memiliki program pengolahan bakat sepakbola yang baik.
Selain itu, Suriname juga dianggap sebagai tempat yang tidak nyaman bagi sebagian orang. Banyak pengangguran dan warga kelaparan yang terus meningkat jumlahnya. Karena itulah, banyak pemain keturunan Suriname yang lebih memilih untuk mengambil kewarganegaraan Belanda.