Liga Champions musim 2010/2011 menjadi salah satu yang paling menyita perhatian. Saat itu, ada nama klub Inggris, Tottenham Hotspurs, yang pertama kali ambil bagian dalam kompetisi bergengsi tersebut. Meski dianggap tak lebih dari sekadar keberuntungan belaka, klub berjuluk The Lilly Whites mampu gemparkan dunia dibawah langit Italia.
Tergabung dengan FC Twente, Werder Bremen, hingga Internazionale Milano, Spurs tak berharap lebih. Mereka hanya ingin tampil di ajang tersebut dan bertahan dari terkaman ketiga klub lainnya.
Namun tepat pada 20 Oktober 2010, sejarah tercipta. Dimotori oleh seorang pemain berusia 21 tahun bernama Gareth Bale, Spurs tampil bak singa yang dipaksa bangun dari tidurnya.
Saat itu, kubu La Beneamata yang dihuni oleh pemain sekaliber Javier Zanetti, Doughlas Maicon, Dejan Stankovic, hingga Samuel Eto’o, dibuat takjub bukan main.
Awalnya, Inter sukses memimpin laga dengan skor 4-0. Keempat gol klub yang bermarkas di Stadion Giuseppe Meazza dilesakkan oleh Javier Zanetti pada menit kedua, Dejan Stankovic pada menit ke 14, dan dua gol Samuel Eto’o yang lahir pada menit ke 11 dan 35.
Berstatus sebagai pendatang baru di panggung besar nyatanya tak menyurutkan mental tim besutan Harry Redknapp. Meski main dengan 10 pemain saja setelah Gomes mendapat kartu merah pada menit ke 8, sang pelatih terapkan strategi gila di babak kedua.
Terbukti, Gareth Bale sukses menjadi superstar pada malam itu. Berposisi sebagai pemain sayap kiri, pria Wales menjawab semua kepercayaan pelatih.
Gol pertama Bale datang di menit ke-52. Menyisir dari sayap kiri, Bale melakukan solo-run mulai dari sepertiga akhir pertahanan. Memasuki tengah lapangan, Bale menyelinap di antara apitan Maicon dan Javier Zanetti.
Ia terus menggiring bola sampai ke dalam kotak penalti Inter, dan Zanetti terus menguntit sampai akhirnya tertinggal jauh. Walter Samuel coba menutup lajunya, namun usaha bek yang dikenal tangguh itu berakhir sia-sia. Bale dengan cepat mengarahkan bola ke tiang jauh hingga sukses merobek gawang Julio Cesar.
Lalu, Bale kembali membuat aksi yang sama di gol kedua pada menit ke-90. Ia mendapat bola dari umpan Jermain Jenas di area tengah. Dirinya yang kala itu baru “muncul ke permukaan” melakukan solo-run, melepaskan tembakan, dan mengarahkan bola persis seperti gol pertama. Dalam proses ini, Zanetti kembali menjadi korban kegilaan Bale.
Hingga pada akhirnya, Tottenham memperkecil ketertinggalan menjadi 3-4 di masa injury time. Bale mencetak gol ketiga setelah menyambar umpan Aaron Lennon. Pria asal Wales itu dalam posisi bebas setelah Zanetti telat balik ke posisinya saat dalam situasi serangan balik.
Meski tak mampu membawa Spurs keluar dari lubang kekalahan, semua media sepakbola terus memberitakannya. Wajah Gareth Bale terpampang jelas pada ulasan match malam itu, dengan mengalahkan Samuel Eto’o yang juga tampil brilian.
Karena kegemilangannya, Samuel Eto’o sampai dibuatnya terheran-heran. Seperti apa yang diungkap Sebastian Bassong yang saat itu membela Tottenham, Eto’o menyuruh semua bek Inter Milan untuk menghentikan pergerakan Bale.
“Eto’o seperti orang gila, ia terus berteriak kepada pemain bertahan. ‘Hentikan dia (Bale)!'”
“Aku lalu bilang ke Eto’o: ‘Kamu baru melihat setengah darinya.” ungkap Bassong yang juga rekan Eto’o di Timnas Kamerun.
Tak hanya itu, pujian juga keluar dari mulut pemain legendaris, Luis Figo, yang saat itu menjabat sebagai direktur Inter Milan. Dia mengatakan bahwa Bale sangat luar biasa.
Di matchday selanjutnya, Bale kembali mempermainkan para penggawa Inter Milan. Namun kali ini bukan Javier Zanetti yang dibuatnya payah. Melainkan Maicon, yang saat itu berstatus sebagai bek kanan terbaik di dunia.
Bertanding di White Hart Lane, Maicon kesulitan betul menghentikan Bale. Dia seolah licin bak belut setelah berulang kali menyelinap dari kawalan Maicon. Bale tidak mencetak gol dalam laga itu, namun dia turut menyumbang dua assist untuk gol Peter Crouch dan Roman Pavlyuchenko dalam kemenangan 3-1. Satu gol lainnya dicetak oleh Rafael van der Vaart.
Berkat penampilan apik Gareth Bale saat itu, Tottenham sukses curi perhatian dengan menjadi jawara grup, mengungguli Inter yang berada tepat dibawahnya.
Saat itu, Bale sukses menjadi bintang. Ia menjadi incaran banyak klub Eropa dan membuat semua penasaran, apa yang sebenarnya ia lakukan hingga memiliki kecepatan sedahsyat itu.
Jika dilihat, Gareth Bale memanglah sprinter sejati. Namun tahukah kalian bahwa kemampuan itu sudah terlihat sejak sang pemain masih duduk dibangku sekolah. Ketika itu, Bale kecil mampu menempuh jarak 1500 meter dalam waktu 4 menit 8 detik.
Oleh karenanya tak heran, jika kini kita melihat Bale begitu kencang saat menggiring bola. Pujian untuk dirinya pun tak pernah surut. Bahkan, legenda Liverpool, Mark Lawrenson, menyebut Bale adalah pemain yang teramat istimewa.
Sejak “tragedi” tiga gol di Italia kala itu, Bale memang menjadi pemain yang amat istimewa. Tepat pada 1 September 2013, Bale bergabung Real Madrid dengan menandatangani kontrak berdurasi enam tahun. Biaya transfernya dari Tottenham Hotspur diyakini sebesar 85 juta pounds atau setara 1,4 triliun rupiah dan menjadi rekor transfer termahal saat itu, melewati biaya transfer Cristiano Ronaldo sebesar 80 juta pounds atau setara 1,3 triliun rupiah, saat didatangkan dari Manchester United pada 2009 silam.
Resmi menjadi penggawa klub yang bermarkas di Estadio Bernabeu, Bale menggunakan nomor punggung 11.
Menjalani selama kurang lebih enam musim bersama Real Madrid, kehebatannya benar-benar teruji. Tercatat, Bale telah memainkan sebanyak 231 pertandingan dan mencetak 102 gol serta 65 assist.
Koleksi trofinya pun tak main-main. Terhitung, Bale sukses menyumbang 1 gelar La Liga, 1 Copa del Rey, 1 Piala Super Spanyol, 4 Liga Champions Eropa, 3 Piala Super Eropa, dan 4 Piala Dunia Antar Klub.