Postur tubuh tegap, langkah kaki cepat, sentuhan emas, hingga fleksibilitas dan kemampuan akrobatik yang senada, Marco van Basten dikenal memiliki itu semua. Total football yang diwariskan sang legenda (Johan Cruyff) tampak mengalir dalam darah sang pemangsa.
Bicara tentang Marco van Basten, tentu pecinta bola lawas tak akan lupa dengan sontekan spektakuler pria 188 cm ke gawang Uni Soviet. Bahkan, pelatih Belanda saat itu, Rinus Michels, tak mampu mencerna momen jenius yang diciptakan eks AC Milan tersebut.
Kala itu, umpan silang yang disalurkan Arnold Muhren disambut Basten degan voli kelas dunia. Tendangan dari sudut sempit itu diterjangnya hingga bermuara ke tiang jauh.
Gol yang pada akhirnya mengatar Belanda merajai Eropa juga dinobatkan sebagai salah satu gol terbaik sepanjang sejarah sepakbola.
Marco van Basten memang tergolong kedalam salah satu striker terbaik dunia. Ia bahkan masuk kedalam 100 daftar pemain terbaik sepanjang sejarah versi pesepakbola legendaris, Pele.
Pada periode 1980-an hingga akhir 1990-an, dia adalah penyerang jaminan gol dan trofi. Ajax Amsterdam, AC Milan, dan Timnas Belanda dibuat sukses olehnya. Tak heran karena dari 373 kali berlaga, 277 gol berhasil dia cetak. Bersama Basten, Ajax Amsterdam sukses menyabet gelar Eredivise sebanyak tiga kali, yaitu pada 1981/82 , 1982/83 , dan 1984/85. Tak hanya itu, tiga Piala KNVB dan satu UEFA Cup Winners pun berhasil disumbangkan pria yang kini berusia 54 tahun itu.
Setelah berjaya bersama klub ibukota, Basten kemudian melanjutkan karier cemerlangnya di Italia. Kala itu, AC Milan terpilih sebagai klub yang beruntung karena menjadi persinggahan penyerang super tajam ini.
Sama seperti di Ajax, kegilaan Van Basten juga berlanjut di kota mode. Bahkan, boleh dibilang, kariernya selama berseragam AC Milan menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Disana ia berhasil memenangi 3 gelar Serie A, 2 Super Coppa, 2 Liga Champions, 1 Piala Super Eropa, dan 2 Piala Interkontinental. Untuk gelar individu, Basten sukses melumat tiga penghargaan Ballon D’or sekaligus.
Kehebatannya juga diakui langsung oleh pelatih legendaris, Arrigo Sacchi. Mantan pelatih AC Milan, Arrigo Sacchi, mengakui bahwa Marco van Basten masih menjadi striker terbaik sepanjang masa.
“Marco van Basten menurutku masih menjadi striker terbaik sepanjang masa. Tak ada penyerang lain yang bekerja keras bagi timnya seperti yang Marco lakukan di Milan,”
“Dalam beberapa tahun berturut-turut, dia memenangi Ballon d’Or tiga kali dan aku masih masih sangat bangga padanya mengenai hal itu. Van Basten memiliki pengaruh yang besar pada petualangan pertamaku di Milan berkat gol-golnya.”
“Aku sungguh-sungguh bisa mengatakan bahwa Milan pada era akhir 1980-an merupakan salah satu tim yang luar biasa dalam sejarah sepak bola.”
“Di atas segalanya, aku ingat dia karena keanggunan, karunia dan kualitasnya yang luar biasa. Aku ingat dengan baik ketika dia pertama kali datang ke Milan. Dia sangat muda dengan bakat yang besar.” kata Sacchi (dikutip dari football-italia)
Ya, komentar yang terlontar dari pelatih berkepala plontos itu benar adanya. Meski kejam didepan gawang, Basten tetap dikenal dengan keanggunannya.
Penulis asal Belanda, Zeger van Herwaarden, dalam bukunya berjudul “Marco van Basten: De Jaren in Italic en Oranye” menjelaskan, sebagai penyerang, Van Basten bukan tipe pesepak bola yang menyukai basa-basi. Ia tumbuh menjadi pesepak bola yang terkenal kejam.
Kekejaman Van Basten sebagai pesepak bola diwujudkan dengan permainan efektif, namun tetap cantik. Karena itulah, publik memberinya julukan Angsa dari Utrecht.
Sayang, karier gemilang Van Basten harus berakhir lebih awal. Ia menyatakan pensiun dini pada 17 Agustus 1995, saat dirinya masih berusia 30 tahun lantaran dibekap cedera engkel selama dua tahun.
Cederanya kala itu didapat saat Milan bertanding melawan Ancola di kompetisi Serie A 1992/93. Sebenarnya, ini bukan pertama kali Basten menerima cedera serius. Apalagi ia memang memiliki cedera bawaan. Namun, cedera inilah yang membuatnya harus berpindah dari satu meja operasi ke meja operasi lain.
Setelah sempat menepi dari lapangan dan mengusahakan kesembuhannya selama lebih dari dua tahun, Basten pada akhirnya menyatakan menyerah dan mengundurkan diri sebagai pesepakbola.
Saat itu didampingi Adriano Galliani, Van Basten, kepada media mengumumkan kekalahannya sebagai pesepak bola dari cedera engkel yang tak mungkin lagi disembuhkan.
Van Basten, angsa dari Utrecht itu, mengundurkan diri sebagai pesepak bola di usianya yang masih tergolong produktif.
Setelah resmi putuskan pensiun, Van Basten akhirnya kembali ke lapangan sebagai pelatih. Setelah sempat mengisi jabatan technical director di FIFA, Van Basten akhirnya undurkan diri dan memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.