Brasil dikenal sebagai negara dengan penghasil pemain sepakbola dengan skill terbaik di dunia, dari pemain yang berposisi sebagai striker, gelandang, bek bahkan hingga penjaga gawang.
Bicara soal Kiper, maka Brasil adalah gudangnya kiper-kiper tangguh. Generasi sekarang akan mengenal sosok Alison Becker yang tampil cemerlang dibawah mistar gawang Liverpool dan berhasil membawa samba keluar sebagai juara Copa America 2019.
Kembali ke lima tahun yang lalu saat Julio Cesar masih menjadi pilihan utama dibawah mistar gawang Brasil saat tampil di piala dunia 2014. Namun penampilan gemilang Julio Cesar ternodai oleh kekalahan memalukan 1-7 dari tim panser jerman di babak Semifinal.
Sebelum era Julio Cesar Brasil juga memiliki kiper tangguh dalam diri Nelson Dida.
Ya, Footballovers era 90-an hingga 2000-an mungkin masih ingat bagaimana Dida sebagai kiper mampu melakukan berbagai penyelamatan gemilang. Jika menyebut lima kiper terbaik di era Milenium baru, nama Nelson Dida menurut saya layak dimasukan dalam daftar tersebut.
Dilahirkan pada 7 Oktober 1973 di negara bagian Bahia, Brasil. Di masa jayanya pemain bernama Nélson de Jesus Silva adalah salah satu penjaga gawang terbaik di dunia. Nama ‘Dida’ sendiri diambil dari nama striker Flamengo yang legendaris, klub yang didukungnya.
Bagi yang belum tahu, Bahwa Dida memulai karir profesionalnya di klub Brasil pada awal 1990-an dengan bermain bersama Vitora. Setelah dua tahun memperkuat Vitoria, ia melanjutkan karir bersama Cruzeiro.
Bersama Cruzeiro Dida telah bermain 120 kali di liga Brasil selama kurang lebih lima tahun. Copa do Brasil dan Copa Libertadores adalah gelar yang berhasil ia raih bersama Cruzeiro. Selain itu, ia juga dua kali menerima penghargaan sebagai kiper terbaik versi majalah kenamaan Brasil.
Pada tahun 1993, ia membawa tim samba merajai dunia ketika merengkuh trofi piala dunia u-20.
Pada tahun 1995. Dida melakukan debut untuk Selecao tepatnya di ajang Copa América melawan Ekuador, hal itu ia capai setelah kiper nomor satu Cláudio Taffarel mendapat skorsing larangan bermain.
Dida juga bertanding di Olimpiade 1996 Atlanta, tetapi ia mempermalukan dirinya sendiri saat dikalahkan Jepang dengan skor 1-0. Pada Piala Dunia 1998, Dida dipilih sebagai kiper pilihan ketiga. Lalu pada Januari 1999, ia menyatakan keinginannya untuk melanjutkan karir di Eropa.
Di akhir abad ke 20 tersebut, satu-satunya klub eropa yang meminatinya adalah Ac milan. Dida menyelesaikan Transfer bersama Milan pada Mei 1999. Awal karirnya bersama I Rossoneri, Dida adalah kiper ketiga dalam pilihan pelatih Alberto Zaccheroni di belakang Christian Abbiati dan kiper veteran Sebastiano Rossi untuk musim Serie A 1999/00.
Dida pun akhirnya kembali ke Brasil ketika ia dipinjamkan ke klub yang berbasis di São Paulo , Corinthians, supaya menerima waktu bermain lebih banyak. Sama ketika masih membela Cruzeiro, bersama Corinthians Dida juga menjadi spesialis penendang penalti.
Pemain Brasil itu akhirnya melakukan debutnya untuk AC Milan dalam kemenangan 4-1 atas Beşiktaş di Liga Champions pada awal September tahun 2000. Beberapa hari kemudian ia bersama tim bertandang ke Elland Road untuk menghadapi Leeds united. Namun dalam laga itu, ia gagal menghalau tendangan jarak jauh Lee Bowyer, Milan pun takluk 1-0.
Skandal paspor palsu tahun 2001 yang mengguncang sepak bola Italia mengakhiri musim pertamanya, ia dilarang oleh UEFA untuk bermain di liga Eropa selama satu musim, ia pun akhirnya dipinjamkan kembali ke Corinthians.
Dida akhirnya menjadi pilihan utama AC Milan pada musim 2002/03. Pelatih Milan saat itu, Carlo Ancelotti terkesan dengan penampilan Dida saat meraih kemenangan melawan klub asal Rep Ceska, Slovan Liberec. Sejak saat itulah Nelson dida dipercaya sebagai kiper utama AC Milan.
Di musim pertamanya bersama Rossoneri , ia hanya kebobolan 30 gol, membantu Milan meraih juara Coppa Italia dan Liga Champions.
Pada final liga Champions 2003, Dida mampu membuktikan kualitasnya. AC Milan mendominasi pertandingan melawan Juventus, meskipun skor tetap 0-0 dan masuk ke adu penalti.
Penampilan Dida dalam adu penalti sangat gemilang. Ia menggagalkan tendangan penalti David Trezeguet, Marcelo Zalayeta dan Paolo Montero. Milan pun menang 3-2 dan meraih gelar Eropa keenam mereka. Setelah pertandingan, pelatih Juventus Marcello Lippi mengakui reputasi bintang Dida membuat timnya ketakutan, dengan empat pemain menolak untuk mengambil penalti.
Pada musim 2003/04 Dida mengantarkan AC Milan meraih gelar Serie A. Pemain Brasil itu menjadi orang asing pertama yang memenangkan penghargaan kiper terbaik Serie A, setelah hanya kebobolan 20 gol sepanjang musim.
Bersama AC Milan dida menjelma menjadi kiper hebat dan diperhitungkan oleh penyerang lawan. Tetapi, pada final liga champions 2005 saat bersua Liverpool Dida harus terpana ketika gawangnya dibobol tiga kali oleh pemain The Reds di babak kedua.
Milan yang sempat unggul 3 gol di babak pertama akhirnya terbalas tiga gol juga, laga pun imbang dan berlanjut ke adu penalti. Tidak seperti dua tahun yang lalu, Dida hanya mampu menepis satu tendangan penalti. Di luar itu, penampilan gemilang penjaga gawang liverpool, Jerzy Dudek lah yang akhirnya mengantarkan The Reds tampil sebagai juara.
Terlepas dari kekalahan di Istanbul, Dida mengakhiri tahun 2005 dengan terpilih sebagai kiper di Tim terbaik FIFA. Ia juga berada di urutan kedua dalam nominasi kiper terbaik versi IFFHS, di mana ia kalah dari Petr Čech. selain itu ia kembali masuk nominasi peraih Ballon d’Or.
Penampilan apiknya bersama I rossoneri membuat dirinya terpilih sebagai kiper utama tim samba kala berlaga di Piala dunia 2006 yang berlangsung di Jerman. Namun mereka harus kalah dari Prancis di perempat final.
Kekalahan atas Les Bleus dipandang sebagai kegagalan mengingat para pemain yang dimiliki Brasil begitu bagus, tetapi Dida adalah salah satu dari sedikit pemain yang lolos dari kritik. Ia hanya kebobolan dua gol dalam lima pertandingan, ia juga menjadi penjaga gawang pertama yang menjadi kapten Selecao dalam kurun 28 tahun.
Pada bulan Oktober 2006, setelah memainkan 91 laga bersama timnas Brasil, Dida mengumumkan pensiun dari level internasional. Keputusannya tersebut telah membuka jalan bagi generasi baru kiper Brasil, seperti Julio Cesar, Alisson, dan Ederson yang semuanya mengikuti jejaknya untuk berhasil di Eropa.
Pada tahun 2007 Dida kembali tampil di Final liga Champions untuk ketiga kalinya, ia kembali menghadapi pasukan anak asuh Rafael Benites. Untuk kesempatan ini, ia mampu menjaga gawangnya hanya di bobol satu kali oleh Liverpool. Dua gol Filipo Inzaghi pun membawa AC Milan menang 2-1 dan berhak mengangkat trofi si kuping besar.
Setelah hampir 9 musim membela panji kebesaran i rossoneri, dan sering dilanda cedera pada tahun 2009, Akhirnya musim panas 2010 Dida memutuskan untuk melanjutkan petualangan ke klub lain setelah kontraknya habis. Bersama AC Milan ia telah tampil sebanyak 302 pertandingan.
Dida akhirnya gantung sepatu tahun 2015 bersama klub Brasil, Internasional. Penampilan terakhir Dida datang pada usia 41 tahun pada bulan April 2015,hal itu membuatnya menjadi pemain tertua Internacional.
Kegemilangan Dida dibawah mistar gawang mampu mengantarkannya menjadi kiper terbaik Brasil pada abad ke 21 versi International Football Federation of History & Statistics (IFFHS). Dida menduduki peringkat ketujuh dalam daftar 10 penjaga gawang terbaik di dunia. Ia berada diatas rekan senegaranya, Julio Cesar, yang berada di peringkat kedelapan dan Rogerio Ceni di peringkat ke-14.
Nah itulah Footballovers, kisah Nelson Dida,salah satu kiper terbaik pada generasinya. Publik sepakbola dunia, khususnya penggemar rossoneri dan timnas Brasil wajib mengenang salah satu bintangnya tersebut.