Sebelum sepakbola dikuasai oleh orang berkantung tebal, beberapa tim termasuk Paris Saint Germain belum tergolong sebagai klub elite. Mereka kerap nangkring di papan tengah klasemen, bahkan sesekali harus berjuang agar tidak terjeblos ke jurang degradasi.
Karena belum dikuasai oleh pemilik super kaya, materi pemain klub ibukota jauh dari kata mewah. Hingga pada akhirnya diawal milenium baru, mereka kedatangan bintang asal Brasil, Ronaldinho, yang kemudian bisa sedikit mengangkat popularitas tim.
Setelah sang selebriti lapangan pindah ke Barcelona, PSG kedatangan calon mesin gol asal Portugal, Pedro Pauleta.
Bagi para pecinta bola milenial, nama Pauleta mungkin terdengar asing ditelinga. Namun perlu diketahui bahwa penyerang dengan tinggi 180cm ini merupakan salah satu legenda Les Parisians.
Pedro Miguel Carreiro Resendes, atau Pedro Pauleta, atau Pauleta saja, lahir pada 28 April 1973 di Ponta Delgada, Portugal. Lahir di Negri Sambanya Eropa, Pauleta punya kemampuan olah bola yang sangat baik. Tercatat, ia memulai karier dengan klub lokal di daerah asalnya, Santa Clara, sebelum akhirnya bergabung dengan FC Porto di tahun 1989.
Akan tetapi, Pauleta termasuk kedalam orang yang mudah rindu dengan kampung halamannya. Dengan demikian, dia hanya bermain selama semusim di tim berjuluk The Dragon sebelum akhirnya pulang ke Santa Clara.
Hingga tepat pada tahun 1995, Pauleta tergabung kedalam klub Micaelense, sebuah klub yang berbasis di tanah kelahirannya, Ponta Delgada. Di klub tersebut, kemampuan Pauleta meningkat. Ia berhasil catatkan 11 gol dalam 23 pertandingan. Karena potensinya itulah, ia resmi direkrut klub Estoril semusim setelahnya.
Meski letak klub tersebut jauh dari kampung halamannya, Pauleta sudah bisa atasi permasalahannya sewaktu kecil. Ia ingin berkembang dan punya tekad kuat agar bisa menjadi striker kelas atas. Ternyata, tekadnya bukan bualan belaka. Di Estoril, Pauleta sukses sarangkan 18 gol dalam semusim.
Dengan awalan yang lebih baik, Pauleta mulai temukan jati dirinya sebagai seorang pemangsa sejati. Ia terus tunjukkan ketajamannya hingga putuskan hijrah ke Tanah Andalusia. Tergabung dengan klub Salamanca, Pauleta sarangkan 19 gol dan membuat klub tersebut tak terkalahkan di paruh kedua musim.
Berkat kegemilangan pada musim pertamanya di persepakbolaan Spanyol, Pauleta mendapat panggilan pelatih Artur Jorge untuk mengisi daftar pemain Portugal yang akan memainkan pertandingan Internasional. Tepat pada Agustus 1997, Pauleta memainkan pertandingan pertamanya untuk Portugal di laga melawan Armenia. Datang sebagai pemain pengganti di 15 menit terakhir, Pauleta baru saja memulai sejarah dengan Tim Nasional Portugal.
Kembali ke level klub, Pauleta jalani musim keduanya bersama Salamanca. Tetap jaga konsistensinya, Pauleta tampil trengginas dengan mampu sarangkan 15 gol di kompetisi La Liga, termasuk hattrick melawan Deportivo.
Saat itu, penampilan Pauleta kembali diminati FC Porto. Akan tetapi, dia bersikeras tinggal di Spanyol dan ingin melanjutkan karier disana. Setelah menolak tawaran Porto, Pauleta lalu bergabung dengan Deportivo, klub yang pernah merasakan keganasannya.
Namun alih-alih melajutkan karier emasnya di Negri Matador, Pauleta justru kehilangan ketajaman. Hal itu terjadi setelah Deportivo kedatangan Roy Makaay yang direkrut dari Tenerife di tahun 1999, serta Diego Tristan dan Walter Pandiai setahun berikutnya.
Karena minim kesempatan bermain, sang penyerang akhirnya pergi meninggalkan Spanyol. Berbekal satu title La Liga bersama Deportivo, Pauleta pindah ke Prancis dan bergabung dengan Bordeaux. Perlu diketahui bahwa transfernya menuju Bordeaux terjadi hanya 10 menit sebelum jendela transfer ditutup.
Sempat diragukan bakal bersinar di Bordeaux, Pauleta justru kembali temukan ketajamannya. Memainkan laga pertama melawan Nantes, Pauleta cetak hattrick di kemenangan 5-0 Bordeaux. Debut menakjubkan Pauleta pun sukses antarkan Bordeaux ditangga teratas paruh musim. Akan tetapi, mereka harus rela bercokol di tangga keempat klasemen akhir. Padahal, Pauleta telah mencetak 20 gol dari 28 pertandingan.
Musim berikutnya, Pauleta terus tampil konsisten dengan cetak 22 gol dan menjadi top skor liga bersama Djibril Cisse yang membela klub Auxerre. Karena penampilan gemilanganya itu, Pauleta dipanggil Timnas Portugal untuk pentas di ajang Piala Dunia 2002.
Namun ia gagal moncer saat bersanding dengan Joao Pinto di lini serang. Portugal tidak mampu lolos dari fase grup karena kalah dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. Saat itu, Portugal hanya menang melawan Polandia dengan skor 4-0, dimana Pauleta mencetak tiga gol diantaranya.
Meski gagal membawa Tim Samba Eropa terbang tinggi, penampilan sang penyerang di ajang tertinggi itu justru membawanya menuju tahapan berikutnya. Berhasil catatkan 91 gol dalam 130 pertandingan bersama Bordeaux, Pauleta menjadi incaran serius Paris Saint Germain.
Saat itu, Paris Saint Germain yang baru saja kehilangan Ronaldinho setelah putuskan hengkang ke Camp Nou, langsung menunjuk Pauleta sebagai suksesor pria Samba.
Meski sudah berusia 30 tahun kala itu, Pauleta ditebus tim ibukota dengan biaya 30 juta euro atau setara 475 milliar rupiah. Angka tersebut terbilang besar untuk era sepakbola yang belum mengenal “Arab Money”.
Di musim debutnya, meski gagal runtuhkan kedigdayaan Lyon, Pauleta mampu bawa PSG bercokol di tangga kedua, dan hanya berselisih tiga poin dari sang pemuncak klasemen. Di musim tersebut, ia sukses jebol gawang lawan sebanyak 23 kali dalam 42 pertandingan di semua kompetisi.
Meski gagal raih juara di Liga, Pauleta mampu bawa rekan-rekannya untuk mengangkat trofi Piala Prancis. Di partai final melawan Chateauroux, dia mencetak gol sematawayang Les Parisians.
Di musim berikutnya, Pauleta bawa PSG main di kompetisi Liga Champions Eropa. Namun, PSG gagal total. Mereka finish diurutan terbawah grup yang dihuni Chelsea, CSKA Moscow dan FC Porto. Saat itu, PSG hanya menang sekali melawan Porto, dengan Pauleta menjadi aktor kemenangan setelah lesatkan satu-satunya gol tim yang bermarkas di Parc de Prince.
Tak hanya gagal di Liga Champions, PSG juga gagal bertahan di Ligue One karena terjun ke posisi sembilan klasemen akhir. Meski begitu, lagi-lagi Pauleta menjadi hiburan bagi PSG berkat gelontoran 14 gol nya sepanjang musim.
Musim kompetisi berikutnya, Pauleta bawa PSG kembali rajai Piala Prancis. Selain itu, ia juga menjadi top skor liga dengan sarangkan 21 gol. Sekali lagi, berkat penampilan apiknya, Pauleta kembali menjadi penyerang tunggal Tim Nasional Portugal di Piala Dunia 2006. Meski gagal bawa Portugal juara, Pauleta tetap dikenal sebagai legenda karena mampu sarangkan 47 gol dari total 88 penampilan bersama Tim yang kini dipimpin oleh Cristiano Ronaldo.
Kembali ke PSG, Pauleta menjadi pencetak gol terbanyak Liga Prancis untuk ketiga kalinya. Namun dimusim terakhirnya, ia berselisih dengan pelatih Paul Le Guen hingga membuatnya jarang mendapat kesempatan bermain. Dari situ, kariernya mulai redup. Akan tetapi, Pauleta tetap mampu sumbangkan gelar Piala Liga untuk klub bersejarahnya itu.
Pergi dari Paris Saint Germain, Pauleta layak mendapat sanjungan. Ia mampu beri tiga gelar bagi klub dan berhasil sarangkan 109 gol dari 212 laga. Kala itu, Pauleta dinobatkan sebagai top skor sepanjang masa PSG sebelum Nasser Al Khelaifi mengakuisisi kepemilikan klub dengan serta memboyong striker sekelas Zlatan Ibrahimovic.
Meski Zlatan sempat bertengger di tangga teratas top skor sepanjang masa klub, tahtanya diambil alih oleh penyerang Uruguay Edinson Cavani yang juga menjadi bagian dari proyek besar sang milyuner asal Negri petrodolar.
Seolah menenggelamkan era PSG bersama Pauleta, Nasser Al Khelaifi kembali datangkan remaja penuh talenta, Kylian Mbappe dengan harga selangit. Bukan tak mungkin jika sang remaja mau bertahan, ia akan menjadi top skor klub di masa mendatang.