Dalam sebuah kompetisi atau turnamen ketika pertandingan di babak gugur hanya membutuhkan satu laga untuk menemukan pemenangnya seperti yang terjadi di Piala Eropa dan Piala Dunia, jalan terbaik ketika laga berakhir imbang 2×45 menit adalah melanjutkannya dengan babak tambahan yang berlangsung selama 2Ă—15 menit.
Nah, jika pertandingan belum menemukan pemenang, atau hasil imbang masih bertahan di sepanjang babak tambahan, praktis penentu kemenangan harus dilakukan lewat drama adu penalti sampai ditemukan pemenangnya.
Berbeda dengan Piala eropa dan Piala dunia, Liga Champions Eropa merupakan kompetisi yang terdapat sistem gugur didalamnya yang mengusung sistem pertandingan kandang dan tandang
Dan Liga Champions Eropa merupakan salah satu kompetisi yang menggunakan aturan gol tandang. Peraturan gol tandang sendiri adalah suatu aturan khusus dalam turnamen sepak bola sistem gugur yang berlaku pada dua pertandingan home-away apabila agregat total seri.
Secara sederhana, aturan gol tandang menyatakan kesebelasan yang membuat gol lebih banyak di laga away/tandang akan menjadi pemenang, jika pada akhirnya skor agregat kedua tim sama kuat.
Sebagai contoh, dalam pertandingan di leg Pertama : TIM A yang bertindak sebagai tuan rumah menang 3 – 0 atas TIM B. Kemudian di leg kedua TIM B menjadi tuan rumah dan menang 4 – 1 atas TIM A.
Jika demikian kasusnya, maka agregat total sama kuat yakni 4 – 4, hanya saja berdasarkan aturan tandang, TIM A lebih berhak melaju ke babak berikutnya, lantaran berhasil mencetak satu gol di markas Tim B, sementara tim B mencetak 0 gol di markas Tim A pada leg pertama.
Peraturan gol tandang pertama kali diperkenalkan ke kompetisi Eropa pada Piala Winners musim kompetisi 1965/66, sementara untuk European Cup atau yang sekarang kita kenal Liga Champions baru diterapkan musim 1967/68 untuk putaran pertama, 1968/69 untuk putaran kedua, dan baru pada 1970/71 diberlakukan secara penuh.
Pada awalnya, aturan gol tandang diperkenalkan sebagai alternatif penentuan pemenang pada pertandingan dua leg. Di tahun-tahun awal bergulirnya kompetisi antar klub Eropa, jika dua klub bermain imbang di laga home-away maka akan digelar pertandingan ketiga. Karena pada saat itu, drama adu penalti juga belum diberlakukan.
Pertandingan ketiga tersebut akan dihelat di tempat netral. Jika hasilnya masih sama kuat, maka penentuan pemenang akan dilakukan melalui tos koin. Metode tersebut dinilai tidak efektif, karena akan menguras fisik pemain serta merusak jadwal kompetisi domestik, terlebih di zaman itu perjalanan antarnegara masih terbilang sulit.
Selain itu laga playoff juga dianggap tidak adil karena setelah bermain 270 menit pada akhirnya cuma ditentukan menggunakan sekeping koin.
Salah satu moment yang mendorong mulai diterapkannya aturan gol tandang ini adalah laga Liverpool vs Cologne pada musim 1964/65. Liverpool ketika itu lolos ke semifinal Piala Winners setelah menang dengan tos koin setelah bertanding tiga kali tanpa ada satupun yang jadi pemenang.
Pada musim berikutnya aturan gol tandang mulai diberlakukan. Penggunaan aturan ini pertama kali diterapkan saat klub rumania, Budapest Honved bermain imbang dengan kesebelasan asal Ceko, Dukla Prague.
Pada leg pertama, Dukla Praque yang bertindak sebagai tuan rumah kalah tipis 2-3. Giliran saat mereka tandang, Dukla menang tipis 2-1. Dengan adanya aturan gol tandang, maka pihak yang dinyatakan lolos ke fase selanjutnya adalah Budapest Honved.
Di era modern, Manchester United dan FC Barcelona adalah dua dari sekian klub di dunia yang pernah merasakan begitu membahagiakanya dengan adanya aturan gol tandang tersebut.
Di musim 2018/19, MU menyingkirkan PSG lewat aturan gol tandang, kala itu PSG menang 2-0 di Old Trafford, namun di leg kedua MU berhasil balikan keadaan dengan menang 3-1. Meski pernah alami kebahagiaan berkat aturan gol tandang, namun kedua kesebelasan tersebut juga pernah alami nasib sial karena aturan ini.
Secara sederhana, peraturan gol tandang diperkenalkan dengan tujuan awal adalah untuk membuat sepakbola lebih menarik dan lebih menyerang. Namun, Meski aturan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun, namun tetap saja aturan gol tandang ini bagi sebagian pihak dianggap kontroversial, memunculkan pro dan kontra, dinilai tidak adil, dan sebagainya.
Beberapa pelatih top Eropa sepakat bahwa aturan gol tandang justru kontra produktif untuk dipakai pada sepak bola modern saat ini. Aturan ini membuat tim tuan rumah punya kecenderungan bermain bertahan, sehingga sepak bola menjadi tidak nikmat untuk disaksikan lagi.
Sejak tahun 2010 lalu, paling tidak ada 10 tim yang dirugikan karena aturan gol tandang ini. Karenanya, banyak pihak yang menyarankan UEFA untuk segera menghapuskan aturan gol tandang tersebut, lantaran dirasa sudah tidak lagi sesuai dengan situasi saat ini.