Halo football lovers, jumpa lagi dengan kami yang akan terus memberikan informasi dan kisah menarik seputar dunia sepakbola.
Buat kamu yang gak mau ketinggalan info dan kisah menarik dalam dunia sepakbola, jangan lupa untuk klik tombol subscribenya ya..
Setelah dua puluh tahun berkecimpung dalam dunia sepakbola, Arjen Robben akhirnya putuskan pensiun.
Football lovers pasti tahu kan Arjen Robben? Pemain asal Negri Kincir Angin ini baru saja mengumumkan bahwa dia tidak akan merumput di lapangan hijau lagi.
Selama berkarier, Arjen Robben dikenal sebagai pemain lincah dan super cepat. Ia kerap berlari sambil membawa bola hingga membuat lawan kerepotan. Potensi itulah yang menjadi daya tarik nya terhadap klub-klub besar Eropa.
Sejak kecil, Robben memang sudah dilahirkan untuk bermain bola. Menurut sang ayah, Robben sudah minta dimasukkan kedalam akademi sepakbola saat usianya baru menginjak dua tahun.
Tapi..
Kedua orang tuanya saat itu sangat ragu untuk membawa Robben ke akademi sepakbola. Di usia yang masih menginjak dua tahun, kedua orang tuanya takut kalau anaknya malah mengalami sesuatu yang tidak diinginkan.
Hingga tepat saat usianya menginjak lima tahun, barulah sang ayah yakin untuk membawa Robben menuju akademi sepakbola. Saat itu, VV Bedum menjadi klub pertama pelari cepat ini.
Saking ambisiusnya dengan permainan sepakbola, Robben sampai malas pergi ke sekolah. Dia lebih memilih untuk tinggal dirumah dan bermain bola.
Saat usianya menginjak 12 tahun, Robben hijrah ke klub yang lebih menjanjikan, yakni Groningen. Di akademi Groningen, Robben bermain selama kurang lebih empat tahun. Hingga pada akhirnya sang ibu mengatakan,
“Pelatih tim utama Groningen memanggilmu. Katanya, kamu akan diikutkan dalam pertandingan akhir pekan ini.”
Mendengar kalimat tersebut, Robben senang bukan main. Ia merasa bahagia dan berjanji pada diri sendiri kalau apapun yang terjadi, ia harus tetap menjadi seseorang yang penuh ambisi.
Bersama Groningen, Robben tampil cukup memukau. Memperkuat klub tersebut selama dua tahun, dia telah memainkan sebanyak 50 pertandingan dan mencetak delapan gol.
Karena dinilai punya bakat spesial, pemandu bakat PSV Eindhoven kepincut. Setelah melakukan serangkaian negosiasi, Robben akhirnya begabung dengan PSV pada tahun 2002. Tampil selama dua musim, Robben punya catatan yang bikin silau.
Sebagai pemain yang berposisi di gelandang sayap, Robben terbilang cukup haus gol. Dalam 57 pertandingan bersama PSV, ia mampu cetak 17 gol.
Catatan serta potensinya itulah yang pada akhirnya membuat klub London, Chelsea, tertarik merekrutnya. Karena tidak percaya telah diminati klub Premier League, Robben kembali berjanji pada diri sendiri bahwa ia akan terus bermain dengan penuh ambisi.
Tepat di tahun 2004, Robben mendarat di Stamford Bridge dan bertemu dengan orang yang dianggapnya luar biasa, yaitu Jose Mourinho.
Meski menjadi korban dari kearogansian pelatih asal Portugal, Robben tetap menganggap Mou sebagai sosok yang sangat berjasa dalam kariernya. Saat pertama kali tiba di London, Robben mengatakan kalau Mourinho adalah sosok yang super disiplin. Di usianya yang masih menginjak 20 tahun waktu itu, wajar bila Robben merasakan grogi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Menceritakan tentang sosok Mou, Robben berkata kalau ia punya standart yang sangat tinggi. Untuk menjadi anak asuhnya, setiap pemain harus memiliki mental kuat, fisik yang kokoh, dan pergerakan yang gesit.
Selain itu, setiap pemain juga harus membuktikan diri pada Mou bahwa mereka layak masuk kedalam skuat yang akan bertanding. Lalu, dalam latihan, Mou juga akan memberikan porsi yang luar biasa hebat. Oleh sebab itu, banyak pemain yang mengeluh kalau proses latihan bersama Mou sangatlah berat.
Mendeskrpisikan Mou saat itu, Robben berkata kalau setiap pemain harus tampil sempurna. Baik dalam latihan, atau saat bertanding. Bahkan, sesaat setelah sembuh dari cedera pun, pemain tersebut harus langsung bisa mengikuti latihan pemain lain.
Baru pertama kali main diluar Belanda, Robben langsung mendapat tantangan yang begitu luar biasa. Ia dipaksa bertahan untuk bisa masuk kedalam skuat utama.
Meski dirasa amat berat olehnya, Mourinho tetap menjadi sosok yang telah membentuk karakter fisik dan mental Robben. Ia berterimakasih dan bersyukur karena pernah dilatih oleh pria sedisiplin Mou.
Namun diawal kariernya bersama Chelsea, Robben beberapa kali mendapat cedera. Ia kerap tumbang karena punya masalah dengan otot dan bagian tubuh lainnya.
Hingga tepat pada November 2004, Robben mencetak gol pertama di Stamford Bridge. Saat itu, perasaan luar biasa bercampur aduk. Robben mengatakan kalau momen tersebut tak akan pernah terlupakan.
Ia masih ingat betul saat dirinya menyisir sisi kanan lapangan dan melakukan sontekan dengan kaki kiri.
Dari situ, Robben merasakan latihan yang selama ini ia jalani bersama Mou. Dia bisa membawa bola dengan baik hingga mampu ciptakan ciri khas dari setiap gol yang dicetaknya.
Percaya atau tidak, saat itu Robben berkata bahwa ia akan terus menciptakan gol semacam itu. Lari menyisir sisi kanan lapangan dan melakukan sontekan dengan kaki kiri.
Meski hanya bermain selama dua musim bersama Chelsea, Robben akhirnya mendapat sesuatu yang ia dapat sekarang. Artinya, berkat latihan keras dari Mourinho, ia bisa menjadi pemain bermental juara.
Selain itu, satu sontekan kaki kiri pertamanya di Stamford Bridge juga membuatnya memiliki rentetan gol dengan cara semacam itu.
Resmi pergi tinggalkan Chelsea, Robben mengaku kalau ia telah temukan banyak hal. Mulai dari rekan luar biasa seperti Frank Lampard, Dider Drogba, hingga Petr Cech, sampai punya pemimpin sejati seperti John Terry.
Lalu, Robben juga bahagia karena menjadi bagian dari sejarah Chelsea yang mampu raih trofi Premier League pertama setelah 50 tahun.
Setelah pergi melanjutkan karier ke Real Madrid, Robben menemui hal yang berbeda. Di Inggris, ia merasa nyaman dan bebas dalam bermain bola, tapi di Spanyol, sepakbola justru bertindak sebagai “pekerjaan tertentu”.
Ia menemukan kalau sepakbola erat hubungannya dengan bisnis. Disitulah, Robben merasa kecewa dengan sepakbola untuk pertama kalinya.
Meski senang karena bisa bergabung dengan tim sekelas Real Madrid, Robben tidak pernah tenang dalam bermain. Entah apa penyebabnya, ia kerap dihantui hal yang mengatakan seolah sepakbola hanya tentang uang.
Benar saja, saat itu Robben menjadi korban dari revolusi Florentino Perez. Meski ia masih ingin membuat sejarah di Madrid, kedatangan sang presiden membuatnya terdepak begitu saja.
Karena pergi adalah satu-satunya jalan, Robben lalu hijrah ke Bundesliga dengan bergabung bersama Bayern Munchen.
Selama kurang lebih 10 tahun berada di Bayern, Robben membuktikan komitmennya untuk The Bavarians, dengan mengantarkan klub dalam meraih berbagai gelar bergengsi. Termasuk yang paling mewah, yakni menjadi juara Liga Champions 2012/13.