Pada Januari 2012 Espanyol sedang berjuang untuk mencari tempat di Liga Champions. Dibawah arahan Mauricio Pochettino mereka tampil cukup mengesankan. Espanyol hanya kalah dua kali di kandang, bahkan mereka mengalahkan Atletico Madrid dan bermain imbang dengan Barcelona.
Selama jendela transfer musim dingin tersebut, ditengah krisis pemain menyerang yang banyak mengalami cedera, Los Periquitos tak ingin menyia-nyiakan kesempatan guna merekrut para penyerang baru.
Espanyol memboyong Kalu Uche dari Xamax untuk memperkuat lini depannya. Kemudian rekrutan baru, seorang Brasil berusia 19 tahun, berambut lebat dengan nama Philippe Coutinho, berkata “Saya berharap dapat membantu Espanyol lolos ke Liga Champions,” (Dikutip dari TheseFootballThemes).
Namun, di akhir musim Espanyol berada di urutan ke-14. Coutinho telah memainkan 16 pertandingan dan hanya menang dua kali saat timnya jatuh dari kualifikasi liga champions ke ancaman degradasi.
Di atas kertas, pinjaman enam bulannya di Espanyol telah gagal, tetapi, di lapangan, dasar-dasar bakat luar biasa diletakkan saat Coutinho memukau Santiago Bernabéu dan Camp Nou.
Kalian dapat menyarankan bahwa, tanpa menghabiskan setengah musim di bawah arahan Pochettino di Cornellà-El Prat, Coutinho mungkin tidak akan kembali ke ibukota Catalan enam tahun kemudian dengan biaya 120 juta euro.
Muak dengan karirnya bersama Inter di bawah Claudio Ranieri, Coutinho membuat keputusan untuk meninggalkan Italia ke Spanyol. Orang tuanya, yang pindah bersamanya ke Milan pada 2008, kembali ke Brasil, meninggalkan Coutinho untuk tinggal di katalan bersama pacarnya, Aine.
Musim panas sebelumnya, tepatnya 2011 Coutinho bermain melawan rekan satu timnya di Espanyol, Jordi Amat dan Álvaro Vázquez di Piala Dunia U-20 yang dihelat di Kolombia, ketika Brasil menyingkirkan Spanyol dalam perjalanan untuk meraih trofi.
Lima hari setelah menginjakkan kaki pertamanya di Espanyol, Coutinho tampil untuk pertama kalinya dengan balutan kemeja biru dan putih di San Mames, Markas Athletic Bilbao.
Pada laga tersebut, Coutinho bermain selama 66 menit, yang mana pada akhirnya timnya bermain imbang 3-3 dengan tuan rumah. Pasca pertandingan, koran olahraga Catalan Mundo Deportivo menggambarkan penampilan Coutinho sebagai “aktif dan menunjukkan tanda-tanda yang baik.”
Pelatih Espanyol saat itu, Mauricio Pochettino kerap menerapkan formasi 4-2-3-1, dengan Coutinho yang telah dikenal sebagai seorang gelandang serang, digeser ke sayap kiri, terkadang juga bermain di sayap kanan.
Di sini Pochettino menyadari potensi Coutinho. Sang pelatih dengan jeli melihat pemain pinjaman dari Inter Milan itu bukanlah penyerang murni, dan bukan tipikal regista seperti Andrea Pirlo.
Dalam formasi tersebut, Coutinho sejajar dengan Joan Verdú yang bermain sebagai playmaker, dan Vladimir Weiss di posisi sayap lainnya, kemudian Kalu Uche di plot sebagai ujung tombak.
Tapi, sisi serang tersebut tidak menjamin banyak gol dan faktor itu terbukti saat Espanyol melawan Real Zaragoza pada 12 februari 2012 di Cornella El Prat.
Espanyol gagal memanfaatkan banyaknya peluang emas menjadi gol dengan Uche menjadi penyebab utama penyelesaian yang buruk. Meski begitu, Coutinho hadir memamerkan keahliannya, menggunakan kaki cepatnya untuk menggeser bola melewati bek sebelum melakukan umpan silang atau menembak ke arah gawang.
Dalam laga itu, Espanyol sering bergantung pada Coutinho untuk membangun kreativitas serangan, namun mereka harus akui keunggulan lawan dengan skor 2-0.
“Kami tahu kualitas yang ia (Coutinho) miliki, tetapi saya tidak bisa hanya mengandalkan apa yang ia lakukan,” kata Pochettino.
Pelatih Espanyol tersebut menyesuaikan susunan pemainnya untuk menekan Coutinho ke posisi yang lebih sentral dan membentuk pemain-pemain lain di sekitarnya. Ada banyak keterlibatan pemain Brasil itu dalam beberapa pertandingan yang dijalani Espanyol.
Tetapi apa yang dilakukan oleh Pochettino tidak memberikan dampak yang besar bagi timnya, meskipun Coutinho tampil cukup apik, namun apa yang diperankan Coutinho tak mampu membuahkan banyak gol bagi Espanyol.
Kunjungan ke Santiago Bernabéu pada awal Maret membuat Espanyol mencapai titik terendah baru. Real Madrid yang diasuh José Mourinho nyaris tidak pernah kehilangan poin baik di kandang maupun tandang.
Pasukan Pochettino menjadi tim berikutnya yang dilibas El Real ketika Cristiano Ronaldo , Gonzalo Higuaín, Sami Khedira dan Kaká menulis namanya sendiri ke daftar pencetak gol, dalam laga itu Madrid meraih kemenangan 5-0.
Meski timnya kalah telak, namun penampilan Coutinho adalah yang terbaik di antara rekan satu timnya. Selama 45 menit berada di lapangan, Coutinho melakukan aksi dan trik yang membuat penonton tuan rumah kerap kali bersorak.
Atas kekalahan tersebut, Espanyol telah terlempar ke papan tengah. Penandatanganan Januari mereka tidak membuahkan hasil, mereka tidak mencetak gol, mereka membuat kesalahan di lini belakang, dan mereka telah jatuh.
Para penggemar mereka khawatir timnya akan degradasi jika permainan tidak stabil. Pada laga selanjutnya, saat menghadapi Rayo Vallecano di kandang, Espanyol bangkit dan meraih kemenangan dengan skor telak 5-1, dengan salah satu golnya diciptakan oleh Coutinho lewat aksi yang brilian.
Lawan berikutnya adalah Racing Santander, Uche sebagai ujung tombak, Coutinho mengembara dari perannya di sebelah kiri, Verdú berhasil menempati posisi nomor 10, García terbukti efektif masuk ke dalam dari sayap kanan, sementara Romaric dan Juan Forlín memberikan stabilitas dalam menahan lini tengah.
Dalam laga tersebut, seorang Coutinho lagi-lagi mencetak gol untuk timnya. Saat skor imbang 1-1, Coutinho melakukan kontrol dengan dada dan lalu lakukan tendangan voli dari tepi area penalti.
Sinar terang Coutinho berlanjut ke laga-laga selanjutnya, termasuk saat menghadapi Barcelona di Camp Nou pada bulan mei. Sebuah laga kandang terakhir bagi pep guardiola bersama Blaugrana.
Di dalam stadion terpampang spanduk besar, wajah sentimental dan beberapa kamera terpaku pada ikon Catalan, tetapi fokusnya akhirnya beralih ke salah satu yang ada di lapangan.
Di antara semua keriuhan, Coutinho bersinar di lapangan Camp Nou dengan kinerja individu yang luar biasa penuh dengan tikungan dan trik yang menarik. Namun demikian aksi Coutinho tak mampu memberikan hasil positif bagi Espanyol. timnya harus takluk 4-0 lewat gol yang diborong oleh Messi.
Di Espanyol, Coutinho muda berkembang pesat. Dalam 16 pertandingan, ia mencetak lima gol. Salah satu golnya yang berkesan adalah tendangan bebas mendatar ala Ronaldinho yang dicetaknya ke gawang Malaga.
Jika kalian melihat kembali rekaman ulang gol tersebut, kalian akan melihat kesamaan trik dengan beberapa gol tendangan bebasnya untuk Liverpool.
Meskipun belum mampu membawa Espanyol ke posisi yang lebih baik, namun masa enam bulannya di Cornella el prat telah membentuk seorang Coutinho sebagai salah satu gelandang terbaik dunia.