Musim lalu, tepat pada bulan Februari, Bayer Leverkusen sempat kejutkan sejumlah pihak dengan membabat habis kekuatan terbesar Bundesliga, Bayern Munchen, dengan skor 3-1. Tiga gol yang dilesatkan Leon Bailey, Kevin Volland, dan Lucas Alario, hanya mampu dibalas oleh satu sontekan Leon Goretzka. Sepekan berselang, klub yang bermarkas di Bay Arena berhasil lumat Mainz dengan skor 5-1.
Meski gagal menjadi pesaing kuat dua kekuatan Bundesliga, FC Bayern dan Borussia Dortmund, ditangga teratas, setidaknya Leverkusen telah amankan spot Liga Champions dengan bercokol di posisi keempat klasemen akhir.
Tidak bisa dipungkiri jika Bayer Leverkusen merupakan salah satu tim terbesar di Jerman. Mereka cukup sering main di kompetisi Eropa dan pernah menggebrak benua biru saat mampu tampil di partai final Liga Champions melawan Real Madrid.
Meski tergolong kedalam klub yang cukup elit, Leverkusen hanya tim yang sangat minim gelar. Tercatat, gelar terakhir yang mereka raih adalah trofi DFB-Pokal tahun 1993. Ketika itu, mereka berhasil kandaskan perlawanan Hertha Berlin di partai puncak dengan skor 1-0. Adalah legenda klub, Ulf Kirsten, yang sarangkan satu-satunya gol ke gawang klub ibukota.
Perlu diketahui bahwa itu adalah satu-satunya trofi domestik Bayer Leverkusen sepanjang sejarah klub sejak didirikan sekitar 114 tahun lalu. Secara total, Leverkusen hanya unya dua trofi bergengsi. Selain DFB-Pokal itu sendiri, mereka juga berhasil koleksi Piala Winners musim 1987/88.
Rasa-rasanya memang sulit bagi Bayer Leverkusen untuk menjadi jawara di kompetisi lokal. Meski termasuk kedalam salah satu klub elit, mereka tidak bisa menandingi kedigdayaan Bayern Munchen selama bertahun-tahun. Akhir-akhir ini, tercatat hanya ada nama Borussia Dortmund saja yang mampu mengambil alih trofi Bundesliga dari genggaman Bayern dan menjadi pesaing kuat The Bavarian. Yang lainnya, nama-nama seperti Wolfsburg, Stuttgart, dan Werder Bremen juga sesekali merasakan gelar juara.
Jika melihat sejarah materi pemain tim ini, mereka sebetulnya punya beberapa nama tenar. Namun karena pengelolaan yang buruk, Leverkusen akhirnya hanya dijadikan sebagai batu loncatan oleh sebagian besar talenta berbakat dunia.
Nama pertama yang mungkin menjadi salah satu penyesalan terbesar Bayer Leverkusen adalah Michael Ballack. Tiga kali mendapat penghargaan German Footballer of the Year, Michael Ballack adalah gelandang terbaik Jerman pada masanya. Dia didatangkan dari Kaiserslautern ke Bay Arena pada tahun 1999. Selain itu, pria berpostur 188 cm juga menjadi bagian dari skuad ‘neverkusen’ musim 2001/02, dimana istilah itu merupakan ejekan untuk Bayer Leverkusen yang nyaris menjuarai Liga Champions Eropa, Bundesliga dan DFB Pokal.
Selama berkarier bersama Leverkusen, Ballack telah mencetak 42 gol dan 27 assist dari 155 pertandingan, sebelum akhirnya bermukim di FC Bayern dan memenangkan beberapa trofi bergengsi, termasuk tiga Piala Bundesliga.
Selanjutnya ada nama Ze Roberto. Siapa yang tak kenal salah satu talenta berbakat asal Brasil ini. Mantan pemain yang kini berusia 45 tahun menjadi salah satu yang paling bersinar di benua biru. Digaet Bayer Leverkusen dari Flamengo, Ze Roberto tampil cukup gemilang.
Pemain sayap kanan ini mencatatkan 150 pertandingan bersama Der Werkself dengan mencetak 19 gol dan 42 assist. Gemilang bersama Leverkusen namun tak mendapat satu trofi apapun, FC Bayern akhirnya memboyong Ze Roberto dan merajut cerita dengan menjadi juara Bundesliga selama empat kali.
Yang tak kalah menonjol tentunya Lucio. Pemain belakang bertubuh kekar ini sukses membawa Bayern Munchen juara Bundesliga dan membawa Inter Milan juara Liga Champions, tetapi Bayer Leverkusen adalah klub pertamanya ketika merumput di Eropa. Lucio dibeli Leverkusen pada bursa transfer musim dingin 2001. Selama kurang lebih tiga musim berada di Bay Arena, Lucio yang bermain sebanyak 92 kali dan mencetak 15 gol melanjutkan karier di FC Bayern.
Berikutnya ada mantan striker Manchester United, Dimitar Berbatov. Sukses kantongi lebih dari 20 gol tiap musim, Berbatov gagal meraih gelar apapun. Dengan begitu, dirinya pun pergi mencari tantangan baru ke klub Premier League, Tottenham Hotspurs. Bermain di Tottenham, Berbatov berhasil menyumbang trofi Carabao Cup dan meneruskannya dengan trofi Premier League bersama klub berjuluk Setan Merah.
Lalu, ada nama gelandang super tangguh, yaitu Arturo Vidal. Keberadaan Arturo Vidal di kubu Neverkusen mungkin tak terlalu disadari oleh sebagian pihak. Namun kegemilangannya dalam klub tersebut berhasil menarik minat raksasa Italia, Juventus. Sama sekali tidak berbekal trofi apapun dari Jerman, Vidal menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik dunia setelah menyumbangkan empat gelar scudetto.
Setelah berhasil menonjol di tanah Italia, Vidal kembali ke Jerman untuk mengangkat trofi Bundesliga. Namun kali ini bukan bersama Leverkusen, melainkan dengan FC Bayern.
Selain pernah memiliki gelandang berkualitas seperti Vidal, Leverkusen juga pernah miliki gelandang berbakat lainnya, Toni Kroos.
Satu trofi Piala Dunia, 3 trofi Bundesliga, 4 trofi Liga Champion, itulah raihan prestasi Toni Kroos, tanpa pernah mengangkat trofi dengan seragam Leverkusen. Meski hanya jalani masa pinjaman ke Bay Arena, 18 bulannya di Leverkusen menjadi masa krusial bagi Kroos. Dia menjalani debutnya di Bundesliga saat baru berumur 17 tahun. Dia mencetak 9 gol, 12 Assist dari 33 penampilan Bundesliga musim 2009/10 bersama Leverkusen. Kemudian ketika kembali ke Bayern, Kroos menjelma menjadi salah satu maestro lini tengah yang menakutkan.
Satu nama bintang terakhir tentunya adalah Son Heung Min. Meski hanya dua musim jalani musim di Bayer Leverkusen, Son Heung Min bermain cukup apik hingga menarik minat sejumlah klub. Di Jerman, ia mencetak 29 gol. Padahal posisinya bukanlah sebagai penyerang murni.
Bermain di salah satu kompetisi terbaik dunia, Son langsung tunjukkan kualitas. Kini, ia menjadi salah satu penggawa terbaik Tottenham dan merupakan salah satu penyerang kelas wahid di dunia.
Nama lain yang cukup membuat takjub adalah Hakan Calhanoglu dan Arkadiusz Milik. Mantan kedua pemain Leverkusen itu sekarang menjadi bintang di kompetisi terbaik sepakbola Italia, Serie A.
Tak ketinggalan pemain seperti Bern Leno, Andre Schurrle, Emre Can, Domagoj Vida, hingga Dani Carvajal yang juga turut menjadi alumni terbaik klub berjuluk Der Werkself.
Tampaknya, tradisi dalam menjadi batu loncatan membuat Leverkusen sulit untuk berkembang. Mereka tidak benar-benar mampu memanfaatkan talenta terbaiknya hingga terbuang sia-sia. Bayangkan jika semua pemain tersebut bisa dipertahankan oleh klub. Kemungkinan, Leverkusen bisa meraih mimpi untuk mengangkat trofi Bundesliga pertamanya.