Thiago Emiliano Da silva atau yang lebih dikenal sebagai Thiago Silva lahir pada 22 september 1984 di Rio De janeiro, Brasil. Thiago lahir dari pasangan Geraldo Emiliano da Silva, ayahnya dan Angela Maria da Silva, ibunya.
Thiago dilahirkan dalam keadaan sulit, ibunya, Angela sudah memiliki dua anak saat mengandung Thiago. Terlepas dari kesulitan yang dialami, Angela memutuskan untuk tetap melahirkan putranya yang pada akhirnya mengalami kemiskinan selama tahun-tahun pertumbuhannya.
Thiago tumbuh bersama dengan saudara-saudaranya yakni Erivelton Emiliano Da Silva dan Daniela Emiliano Da Silva di sebuah kawasan kumuh yang berbahaya, lingkungan itu terletak di pedalaman kota Rio De Janeiro.
Ketika itu, Thiago dan keluarganya alami banyak kesulitan hidup, bahkan Thiago kecil sering sakit. Kehidupan sulit Thiago di perparah dengan perpisahan kedua orang tuanya, kejadian itu terjadi saat Thiago masih kecil yang tentunya menyebabkan Thiago alami masalah pada mentalnya.
Namun, beruntung bagi Thiago, setelah ditinggal ayah kandungnya, ia diasuh oleh sosok laki-laki yang kemudian menjadi ayah tirinya. Tak lupa, masa kecil Thiago juga tak jauh dari tetangganya yang baik hati yang tak lain adalah David Luiz. Sebagai bocah, mereka berdua kerap bersama bermain sepak bola di halaman rumah atau di jalanan.
Setelah tumbuh menjadi lebih dewasa dan paham yang benar dan yang salah, Thiago tidak terlibat dengan geng remaja yang banyak berkeliaran di daerahnya. Ia memutuskan untuk mengikuti mimpi itu, yang tampaknya tidak dapat direalisasikan – untuk menjadi pemain sepakbola.
Untuk membangun mimpinya menjadi pesepak bola profesional, perjuangan Thiago tidak mudah. Ia kerap pulang pergi ke tempat latihan sepak bola dengan menggunakan bus.
Saat itu, Thiago masih sering mengenakan seragam sekolah ketika hendak pergi ke tempat latihan. Dengan begitu dirinya tidak perlu membayar ongkos untuk naik bus. Namun sang supir selalu berkata bahwa bus tidak menuju ke tempat sekolahnya Thiago.
Pada saat itu juga, Thiago akan bilang bahwa dia tidak akan pergi ke sekolah melainkan ke lapangan sepak bola. Beruntung, si supir yang baik hati dengan ikhlas mengantarkan Thiago ke tempat latihan sepak bola.
Perjuangan sulit Thiago tidak hanya disitu. Ketika mendaftar di klub sepak bola Brasil seperti Madureira, Olaria dan Flamengo. Thiago tidak di terima oleh tim-tim tersebut karena penampilannya dinilai tidak menarik perhatian setiap pelatih.
Sulit dibayangkan, tetapi berkat dorongan motivasi dari ayah tirinya yang terkenal baik hati. Thiago tidak menyerah. Pada usia 14, ia berhasil masuk ke Fluminense FC. Di sana, ia bertemu Marcelo, yang kemudian menjadi sahabatnya.
Selama dua tahun bermain di Fluminense. Kemudian ia pindah ke Barcelona Esporte Club, setahun kemudian ia mencoba dirinya dalam klub RS Futebol. Thiago tinggal di sana, pada tahun 2003, ia bermain 25 pertandingan untuk tim utama dan mencetak 2 gol.
Berbekal kerja keras dan disiplin. Pada 2003, Thiago menandatangani kontrak dengan klub Brasil lainnya, FC Juventude, yang tampil di Serie A. Di sana ia langsung menjadi pemain yayasan. Tentu saja, pemain sepakbola berbakat seperti Thiago segera diperhatikan oleh perwakilan dari klub lain yang lebih terkemuka.
Lambat laun, kegagalan awal Thiago berubah menjadi kesuksesan, ketika ia mendapat kesempatan untuk menempa karirnya di eropa di mana ia bergabung bersama FC Porto B. Namun, tak lama kemudian, ia hijrah ke Dynamo Moskow.
Sayangnya, selama di Rusia, Thiago tidak tahan dengan cuaca musim dingin di Rusia yang membuatnya terjangkit bakteri. Akibatnya ia di diagnosa terkena penyakit TBC dan harus dirawat di rumah sakit selama enam bulan.
Saat itu, benar-benar masa gelap bagi Silva. Ia membayangkan kariernya akan hancur. Apalagi ketika tim medis menyarankannya untuk melakukan pemotongan sedikit bagian paru-paru kanan agar ia bertahan hidup. Thiago menolak hal itu.
Dia memilih untuk menjalani pengobatan ketat dengan dirawat enam bulan di rumah sakit. Ketika itu, Thiago selalu merasa lapar, ia tidak bisa bergerak,bahkan sulit untuk bangun dari tempat tidur. Thiago diberi beberapa suntikan per hari, diberikan 10-15 pil.
Dokter mengatakan kepadanya bahwa jika dia tidak meminta bantuan selama 2 minggu lagi, dia akan mati. Kemudian, suasana hatinya makin membaik ketika orangtua serta pacarnya datang dan menemani di Moscow.
Selama masa pemulihan, Thiago memutuskan sementara untuk berhenti bermain sepak bola dan melakukan perjalanan kembali ke Brasil. Ketika sakit, Thiago meminta restu kepada ibunya untuk berhenti bermain sepak bola. Namun sang Ibu tetap menyarankan agar putranya tersebut tetap optimis bisa sembuh dan kembali melanjutkan karir sebagai pesepak bola.
Akhirnya setelah sembuh, alih-alih kembali ke Dinamo Moskow, Thiago justru bermain untuk klub masa kecilnya, Fluminense. Saat bermain untuk klub, Thiago menjadi idola banyak penggemar karena penampilannya sebagai seorang bek yang cukup baik.
Selama tiga tahun di Fluminense, Thiago pernah memimpin tim ke final Copa Libertadores. Selain itu, tidak hanya di level klub, Thiago juga memenangkan medali perunggu bersama Brasil u-23 di Olimpiade 2008.
Pada 2008, Thiago mengajukan tawaran ke AC Milan. Akhirnya dengan biaya 10 juta euro Thiago resmi memperkuat Rossoneri. Debutnya di AC Milan berlangsung pada 21 Januari 2009 dalam pertandingan persahabatan.
Pada tahun 2010, Thiago sempat ditawar Real Madrid namun ia menolak dengan alasan keluarganya tidak ingin pindah ke Spanyol. Di sisi lain AC Milan juga enggan melepasnya.
Tiga musim bermain di AC Milan, Thiago menorehkan 119 penampilan dan mempersembahkan satu scudetto serta satu piala super Italia. Kemampuannya disejajarkan oleh nama besar seperti Franco Baresi.
Lalu, pada musim panas 2012, Thiago dilepas ke klub kaya baru asal Prancis, Paris Saint-Germain. Pada musim pertamanya, ia sukses mengantar tim barunya merebut trofi Ligue 1. enampilan Thiago bersama PSG semakin baik dari musim ke musim. Berbagai prestasi baik individu maupun kolektif pun ia raih.
Selama di PSG, Thiago menjabat kapten sejak masa-masa awalnya. Kontraknya pertama kali diselesaikan selama 5 tahun, tetapi kemudian diperpanjang hingga 2020.
Sepanjang tujuh musim awal karirnya di Paris hingga musim 2018/19, Thiago Silva memainkan 284 pertandingan dan mencetak 16 gol. Dirinya juga turut serta membantu PSG raih kejayaan dengan merebut 20 trofi sejak 2012 dengan di antaranya adalah 6 trofi ligue 1.
Di level Internasional, Thiago Silva mengawali karir Internasionalnya bersama Brasil saat ia dipanggil pelatih Carlos Dunga untuk memperkuat Selecao di Olimpiade 2008. Sebelum Olimpiade, ia hanya memiliki dua caps internasional yakni saat melawan Singapura dan Vietnam di laga persahabatan.
Namanya kemudian masuk dalam skuad tim samba di piala dunia 2010 dan Copa America 2011. Setelah itu ia tampil di ajang piala konfederasi 2013 saat Brasil merebut gelar. Di turnamen piala dunia, Thiago tampil untuk pertama kalinya saat laga pembukaan piala dunia 2014 melawan Kroasia.
Pada turnamen tersebut, Thiago harus alami nasib buruk setelah timnya dibantai 7-1 oleh Jerman di babak semifinal. Tidak seperti sahabatnya, David Luiz, Thiago masih mengawal lini belakang Brasil hingga Turnamen Copa America 2019 saat menjadi juara di kandang sendiri. Selama membela timnas, sudah lebih dari 80 caps ia koleksi.
Dalam hubungan pribadinya, Thiago Silva menikah dengan sahabat masa kecilnya yang bernama Isabelle da Silva. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua orang putra bernama Isago dan Iago.
Pada 15 Maret 2019 setelah bermain hampir 7 tahun di Prancis bersama PSG, Thiago mengumumkan bahwa ia, istri dan anak-anaknya juga telah menjadi warga negara Prancis. Thiago Silva, di usianya yang kini 35 tahun ia masih menjadi andalan di klubnya maupun di tim nasional Brasil.