Andrea Pirlo memiliki masa-masa keemasan bersama AC Milan. Setelah diboyong dari Inter Milan pada 2001 silam, Pirlo menjelma menjadi salah satu gelandang super elegan. Ia banyak menghasilkan gelar dan menjadi inspirasi bagi para pemain-pemain muda saat ini.
Setelah selama kurang lebih 10 tahun membela Milan, tenaganya tak dibutuhkan lagi. Ia kalah bersaing dan kontraknya pun tidak diperpanjang. Hasilnya, Pirlo memilih hijrah ke Juventus dengan status free transfer.
Bergabung secara gratis dengan Juventus nyatanya tidak menjadi hal buruk bagi Pirlo. Ia justru menjadi mentor sempurna bagi para pemain Juve dan menjadi salah satu bagian penting dari bangkitnya Si Nyonya Tua di pesepakbolaan Italia.
Di klub asal Turin, Pirlo total sukses sumbangkan empat gelar Serie A secara beruntun.
Kasus yang sama juga dialami Esteban Cambiaso. Cambiasso sempat digadang-gadang akan menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik setelah ditransfer oleh Real Madrid dari Argentinos Juniors pada tahun 1996. Namun, karena usianya yang terbilang sangat muda, ia pun dipinjamkan ke beberapa klub Argentina hingga tahun 2002. Namun, lagi-lagi ia gagal menembus tim utama.
Hanya mencatatkan caps sebanyak 41 pertandingan selama dua musim dan bermain di bawah bayang-bayang Makelele membuat Cambiasso tak betah. Ia pun memutuskan tak memperpanjang kontraknya di Real Madrid dan memilih berlabuh di Inter Milan pada awal musim 2004/05 dengan status bebas transfer.
Bermain untuk Inter, karier Cambiaso melejit. Ia berhasil mendapatkan status pemain utama dan sumbangkan sejumlah trofi bergengsi, termasuk mengantarkan Inter meraih gelar treble pada musim 2009/10.
Hal yang dialami Andrea Pirlo dan Esteban Cambiaso merupakan salah satu contoh berhasilnya pemain yang memilih pergi dengan status bebas transfer, atau yang disebut Bosman transfer, atau free transfer.
Hingga saat ini, sudah sangat banyak sekali pemain yang merasakan betapa bermanfaatnya aturan free tranfer.
Perpindahan dengan status bebas transfer atau aturan Bosman tidak akan terjadi jika Jean-Marc Bosman tak mengajukan perkara transfernya ke Pengadilan Hukum Eropa di Luksemburg.
Dalam dunia sepak bola, kita mengenal berbagai istilah-istilah berkaitan urusan transfer pemain bola. Mulai dari beli, jual, pinjam atau istilah yang lebih spesifik semacam klausul beli dengan harga ditentukan (buy-out clause), klausul pembelian kembali (buy-back clause), klausul peminjaman beropsi beli (loan with an option to buy) dan tentu saja bebas transfer.
Istilah bebas transfer atau free transfer adalah ketika seorang pemain berkesempatan untuk bernegoisiasi atau menjalin kontrak dengan klub manapun, tanpa harus menebus biaya transfer ke klub lamanya.
Dalam sejarahnya, Jean-Marc Bosman, dilarang pindah oleh klubnya, RFC de Liege, ke klub asal Prancis, Dunkerque, pada 1990. Padahal, kontrak Bosman bersama RFC de Liege sudah kedaluarsa.
Kegagalan transfer itu akibat pihak RFC de Liege menginginkan Dunkerque membayar biaya transfer untuk mendapatkan Bosman. Namun, Dunkerque keberatan dengan nilai transfer yang ditawarkan RFC de Liege.
Hal tersebut membuat Bosman bingung lantaran kontraknya telah habis, namun tidak diperbolehkan pindah ke klub lain.
Kubu RFC de Liege kemudian hanya memberikan gaji sebesar 25 persen kepada Bosman selama kontraknya berakhir sampai ada klub baru yang menyanggupi nilai transfer untuk meminang Bosman.
Merasa diperlakukan tidak adil, Bosman lantas mengadukan hal ini kepada Pengadilan Eropa di Luksemburg, berdasarkan regulasi transfer dan status pemain FIFA pada Pasal 17. Bosman harus berhadapan dengan RFC de Liege, Federasi Sepak Bola Belgia, dan UEFA dalam kasus tersebut.
Butuh sekitar lima tahun bagi Bosman untuk mendapat keadilan yang dicari. Pada 15 Desember 1995, Pengadilan Eropa memenangkan gugatan Bosman. Namun, Bosman saat itu sudah pensiun sebagai pemain. Dia hanya mendapatkan ganti rugi yang ditengarai nilainya tidak begitu besar. Akan tetapi, keberhasilan Bosman memenangkan gugatan tersebut memunculkan tiga aturan baru yang dikenal sebagai aturan Bosman.
Yang pertama adalah melarang adanya nilai transfer untuk pemain yang kontraknya sudah berakhir. Kedua, klub tidak berhak menahan pemain yang masa kontraknya selesai untuk mendapatkan kompensasi. Ketiga, menolak batasan pemain asing yang boleh bermain dalam satu pertandingan di liga dalam negara-negara Eropa, seperti yang diberlakukan UEFA.
Keputusan itupun dianggap sangat berpengaruh dalam dunia sepak bola. Berkat jasa Bosman, kini setiap pesepak bola punya hak untuk mementukan nasib dirinya sendiri, manakala habis kontrak dengan klubnya.
Sebagai pemain, Bosman memang bukan sosok yang bergelimang prestasi. Tapi, setidaknya ia telah membuat sebuah aturan yang disetujui oleh banyak pihak dan memberi perubahan bagi sepak bola itu sendiri.
Walau dianggap berjasa besar, kehidupan Bosman tak berjalan mulus. Dilansir dari itv-news, sebagian besar uangnya habis karena investasi yang gagal dalam penjualan kaus. Saat itu Bosman berharap para pemain, yang mendapat manfaat dari peraturan Bosman, mau memberi dukungan dengan membeli satu kaus.
Namun nahas, nasibnya memanglah buruk. Hanya satu kaus yang terjual, dibeli oleh putra pengacaranya. Demi membayar pajak, dia terpaksa menjual rumah dan mobilnya. Dan tepat pada April 2013, Bosman dihukum penjara satu tahun, karena tuduhan kekerasan terhadap teman wanitanya.