Tiga gelar Premier League, tiga gelar Piala Liga Inggris, dan satu gelar Piala FA, Yaya Toure telah memenangkan itu semua. Bahkan, sebelum berjaya di tanah Inggris, pemain asal Pantai Gading ini telah mengumpulkan sejumlah trofi prestisius bersama FC Barcelona, seperti La Liga, Copa del Rey, Piala Super Spanyol, Liga Champions, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antar Klub.
Namun meski miliki talenta luar biasa dan dilengkapi dengan prestasi mentereng, perjalanan karier Toure tak benar-benar mulus. Ia pernah cekcok dengan Pep Guardiola yang dianggap telah menutup pintu karier cemerlangnya.
Bermula saat masih berada di Barcelona, Toure merasa ada kejanggalan dengan pelatih asal Spanyol tersebut. Meski menganggapnya sebagai salah satu pemain penting, Toure tidak benar-benar merasa bahwa Pep sedang memujinya.
Masuk ke tim utama ditahun 2008, Pep memang melakukan pekerjaan yang sangat luar biasa. Dia menerapkan sistem sepakbola indah yang begitu dicintai banyak orang. Hasilnya pun terbukti ampuh.
Namun ditengah masa jabatannya melatih el Barca, Toure menjadi pemain yang paling tidak senada dengan pemain lain. Pep merupakan tipe pelatih yang menyukai pemain yang sangat menurut dan sanggup penuhi apapun inginnya, namun Toure bukan pemain dengan tipe demikian.
Ia lebih senang membuktikan kualitasnya ketimbang harus melakukan segala hal yang mungkin tampak seperti siswa-siswa sekolah dasar yang tengah berolahraga.
Akhirnya, kebencian Pep kepada Toure pun semakin terlihat. Pep tak menyukai sikap Toure ditim dan mulai mengintimidasi pemain asal Afrika tersebut. Buntut dari percecokan itupun tak main-main, Toure menuduh Pep telah melakukan rasisme dan keluar dari klub pada tahun 2010.
Tuduhan Toure sendiri berdasar pada sikap pelatihnya kepada pemain lain. Toure berani menjamin kalau ia tidak akan bisa mengusik pemain seperti Andres Iniesta.
“Pep kejam terhadapku. Apakah kalian berpikir bahwa dia akan berlaku seperti itu pada Andres Iniesta? Aku sampai pada titik mempertanyakan diri sendiri, apakah itu karena warna kulitku? Aku bukan yang pertama, pemain Barca lainnya juga sempat mempertanyakan hal yang sama,” kata Toure (dikutip dari mirror)
Setelah resmi melepaskan diri dari Barcelona, Toure kemudian menuju Manchester City. Di klub asal kota Manchester tersebut, Toure meraih banyak kejayaan. Ia menjadi sosok sentral bagi klub dan dianggap telah merevolusi tim berjuluk The Citizens menuju masa keemasan.
Selama membela Manchester City, Toure kerap hadir dalam momen-momen bersejarah klub yang bermarkas di Stadion Etihad tersebut. Pada final Piala FA musim 2010/11 misalnya, Toure mencetak gol penentu kemenangan ke gawang Stoke City. Dia juga sukses menggetarkan jala gawang Sunderland dalam partai puncak di ajang serupa dua musim berselang.
Satu yang menjadi momen terbaik Toure mungkin saat dirinya membawa City kalahkan Manchester United di semifinal Piala FA 2011. Di awal laga semifinal itu, City sempat berada di bawah tekanan, termasuk terancam oleh dua peluang yang diciptakan Dimitar Berbatov, sebelum akhirnya, salah satu momen besar dalam karier Toure terjadi pada menit ke-51.
Toure memanfaatkan kecerobohan Carrick dan langsung menceploskan bola ke gawang Edwin van Der Sar.
Setelah memenangi Piala FA pada 2011 itu, keran untuk gelar-gelar yang lain seakan mulai terbuka untuk City. Dan semua itu dimulai City melalui peran besar Yaya Toure.
Ya, torehan trofi yang dimenangkan merupakan andil besar dari seorang Toure. Bersama dengan Roberto Mancini dan Manuel Pellegrini, Toure dianggap sebagai sosok di balik transformasi City dari tim medioker Inggris menjadi raksasa.
Hingga tepat pada tahun 2016, Pep Guardiola ditunjuk sebagai pelatih anyar City. Meski sempat ada kekhawatiran dalam benak Toure, kedua pesohor lapangan itu dinyatakan telah berdamai.
Namun untuk bisa berjalan dalam jalur yang sama, ternyata tidak semudah apa yang dibayangkan Toure. Ia kembali terlibat perang dingin degan Guardiola hingga berujung pada menit bermain yang ia dapat.
Karena merasa masih sanggup bantu tim, Toure bahkan bertanya kepada tim pelatih tentang statistik permainannya yang ternyata lebih bagus dari pemain lain di latihan maupun pertandingan. Sejak saat itu, Toure mengakui bahwa ia tak dimainkan bukan karena masalah fisik atau permainan.
Dari situ, insiden antar keduanya kembali menyeruak. Toure dibuat kesal hingga menganggap Pep telah merenggut masa-masa bahagianya di City.
Dalam wawancara dengan France Football, Toure mengungkap kekesalannya pada juru taktik asal Spanyol tersebut.
“Aku ingin menjadi orang yang mampu memecah mitos Guardiola,”
“Aku mencoba untuk memahami bahkan meminta pelatih untuk menilik statistik ku. Aku tak mengerti, tapi aku memiliki kesan bahwa Pep iri dan menjadikanku sebagai rival.” ungkap Toure (dikutip dari mirror)
Selama membela City, Toure sendiri tampil dalam 315 laga di semua ajang dengan raihan 79 gol dan 50 assist. Ia pun sempat berpindah klub sebelum akhirnya bermukim di Qingdao Huanghai.