Industri persepakbolaa Italia sempat alami puncak tertinggi. Kala itu, di era 90an hingga awal 2000an khususnya, Negri Pizza menjadi tujuan seorang pemain berbakat dunia. Tidak ada pemain yang tidak ingin merumput di Serie A. Pasalnya, dengan kekuatan terbesar di dunia, mereka mampu ciptakan banyak klub-klub yang nantinya menjadi langganan juara.
Di sepak bola Italia saat itu, tidak hanya 3 atau 4 tim saja yang menjadi penguasa, namun tujuh tim sekaligus yang punya kekuatan tak main-main. Oleh para pecinta bola dunia, klub-klub besar Italia disebut sebagai The Magnificent Seven.
Di era tersebut, pecinta sepak bola lawas pasti ingat betul betapa seksinya wajah sepak bolaItalia. Ada nama-nama seperti Juventus, AC Milan, Inter Milan, Lazio, AS Roma, Parma, hingga Fiorentina bersaing menjadi yang terbaik di serie A.
Dalam daftar mewah tersebut, terdapat nama Parma. Parma dianggap sebagai tim yang mampu menembus kemapanan Juventus, dan tim elit Italia lainnya.
Mereka berhasil menjuarai dua kali Piala UEFA dengan berbekal bintang dunia, seperti Thomas Brolin, Ariel Ortega, sampai mengorbitkan Hernan Crespo yang berduet bersama Enrico Chiesa.
Di posisi kiper ada pemain muda yang kelak menjadi legenda dunia, yakni Gianluigi Buffon, ditambah bek tangguh Lilian Thuram dan Fabio Cannavaro. Parma juga rutin mengorbitkan bintang-bintang baru seperti Adriano dan Adrian Mutu di awal 2000-an.
Dua nama terakhir akan menjadi bumbu cerita kali ini. Adriano dan Adrian Mutu, pernah disebut sebagai duet monumental yang gemparkan Italia bahkan dunia. Kejeniusan kedua pemain tersebut sudah terlihat sejak dini.
Tepat di tahun 2002, nama Adriano dan Adrian Mutu mulai mencuat ke permukaan. Keduanya, meskipun masih muda, dipandang sebagai duet yang menjadikan Parma kesebelasan yang paling diingat.
Layaknya duet maut yang tersebar di seluruh dunia, Adrian Mutu dan Adriano Leite juga menunjukkan keseimbangan yang begitu luar biasa. Mutu begitu hebat dengan kreasinya dalam menciptakan peluang. Sementara Adriano akan selalu siap menjadi peluru utama yang menghancurkan pertahanan lawan.
Saat itu, kedua penyerang muda dibantu oleh Hidetoshi Nakata. Pria asal Jepang akan selalu siap dengan segala konsekuensi bermain dibelakang striker asal Brasil dan Rumania.
Sementara itu, peran Cesare Prandelli dibalik layar juga tidak bisa diabaikan. Ia turut menjadi pihak yang memberi kebebasan bagi para pemainnya untuk mengekspresikan diri. Benar saja, dengan seluruh komponen yang saling berkesinambungan dalam diri Parma, mereka yang sampai saat ini masih berjuang di kasta tertinggi berhasil memberi dampak yang signifikan.
Saat itu, Mutu dan Adriano memang hanya menjalani masa yang hanya dijadikan sebagai tempat mengasah kemampuan. Namun begitu, keduanya tak lantas membuat periode di Parma hilang begitu saja.
Adriano, seperti diketahui kurang mendapat kesempatan berlaga di skuat La Beneamata. Hal itu lalu membuat Inter meminjamkannya ke Fiorentina dan Parma pada periode 2002 hingga 2004. Semakin menyita perhatian bersama La Viola, Adriano lantas meledak bersama Il Gialloblu.
Di Ennio Tardini dirinya dikenal bersama duet sehatinya baik di dalam maupun luar lapangan, yang tak lain dan tak bukan adalah Adrian Mutu. Pada musim 2002/03, mereka jadi duet tertajam Serie A Italia lewat kombinasi 31 gol.
Salah satu pendukung Parma, Giovanni Dougall menyatakan duet dua pemain muda milik Gialloblu kala itu sangat terasa dampaknya. Adriano mampu mencetak tiga gol di tiga laga perdananya. Sedangkan Mutu membutuhkan satu bulan untuk membuka rekening golnya bersama Parma.
“Adriano mencetak tiga gol dalam tiga pertandingan pertamanya,”
“Adapun Mutu butuh sebulan untuk membuka rekening golnya, tetapi begitu dia mulai mencetak, dia tidak akan berhenti,” ujar Giovanni. (via TheseFootballTimes)
Gol perdana Mutu diciptakan saat Parma menghadapi Perugia.
Dalam kata-kata yang dilontarkan Giovanni Dougall, Mutu dengan tenang membawa bola, melewati pemain lawan, untuk kemudian secepat kilat memasukkan bola kedalam gawang.
Saat itu, Adrian Mutu kerap dianggap sebagai pemain elegan dengan gaya mencetak gol apik dan dibarengi performa indah. Disisi lain, Adriano layaknya bison yang akan terus “menghajar” siapapun yang coba menghalangi langkahnya.
Jika keduanya sudah berada di kotak pinalti lawan, maka sudah bisa dipastikan jika gol hanya tinggal menunggu waktu.
Pada pertadingan melawan Torino kala itu bisa menjadi bukti dari keganasan Adrian Mutu dan Adriano. Mereka berhasil membawa Parma menang dengan skor 4-0 dimana Adriano mencetak dua gol.
Adrian Mutu merupakan pemain Rumania kelahiran 8 Januari 1979. Ia meniti kariri pada usianya yang baru menginjak 18 tahun.
Ia pertama kali tampil di Arges Pitesti. Di musim 1998/99, performa apiknya bersama Dinamo Bucuresti membuat Inter Milan kepincut untuk memboyongnya.
Akan tetapi, permainan yang tidak kunjung apik membuat Inter menyekolahkannya ke Hellas Verona. Kala itu Mutu berduet dengan Gilardino. Sentuhan terbaik Mutu bersama Verona yang belum kembali membuatnya dijual Inter ke Parma pada 2002/03.
Parma yang dilatih Cesare Prandelli pun mampu memoles Mutu menjadi salah satu talenta menjanjkan yang dimiliki Rumania. Mutu tampil luar biasa saat berduet dengan Adriano.
Kondisi serupa juga dialami oleh Adriano ketika pertama kali menginjakkan kaki di Italia. Ekspektasi terlalu tinggi yang dibebankan Inter pada pemuda asal Brasil, membuat dirinya sulit untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya.
Terbiasa bermain bola di jalanan membuat Adriano hanya tahu cara mencetak gol dan menang. Pria bertubuh kekar itupun memulai karir sepak bolanya di usia 17 tahun. Saat itu, Flamengo menjadi klub pertama baginya.
Pada usia 19 tahun, Adriano digaet Inter Milan dengan mahar 13 juta euro. Layaknya Adrian Mutu, saat pertama kali tiba di Inter Adriano tak terlalu mendapat sorotan. Pemuda asal Brasil gagal tunjukkan performa gemilangnya. Manajemen Inter pun lantas memilih jalan dengan meminjamkan Adriano ke Fiorentina pada tahun 2001/02.
Setelah serap beberapa ilmu di Fiorentina, Adriano lalu mendapat momentum di Parma. Disanalah ia bertemu dengan rekan sehatinya.
Mutu dan Adriano datang ke Gialloblu pada tahun 2002. Kedua pemain muda Parma itu bekerja sama hanya kurun waktu 1 tahun, setelah Mutu putuskan bergabung dengan Chelsea pada tahun 2003.
Sedangkan Adriano kembali ke Inter, satu tahun setelah Mutu. Dongeng monumental mereka ditutup dengan keduanya sama sama terjerat dengan kasus narkoba. Mutu dinyatakan positif menggunakan narkoba dan kokain saat masih beseragam Chelsea.
Chelsea memecatnya setelah tes membuktikan Mutu positif memakai kokain. Padahal, Mutu sempat digadang-gadang sebagai calon kapten Timnas Rumania di masa depan. Bakatnya yang luar biasa ketika masih belia membuat orang-orang sempat membandingkannya dengan Gheorghe Hagi, legenda sepak bola Rumania.
Saat itu, Mutu mengaku dirinya sedang dalam depresi setelah bercerai dengan istrinya. Ditambah saat di Chelsea ia tidak bisa menemukan penampilan terbaiknya.
Sementara itu, Adriano juga mengalami masalah yang serupa. Pernah dijuluki The Emperor, Adriano Leite Ribeiro sampai sekarang belum dilupakan bakatnya. Mantan penyerang internasional Brasil ini punya daya ledak, kuat secara fisik, dan memiliki skill tinggi.
Kegemilangannya yang kembali saat pulang ke Inter tak bertahan lama. Ia mengaku depresi berat saat mengetahui ayahnya meninggal dunia. Ia merasa belum siap dengan kepergian orang yang paling dicintainya.
Dia terjerumus dalam dunia malam dan kerap berpesta hingga larut malam. Di Brasil, Adriano bergaul dengan gembong narkotika. Dia bisa saja menjadi salah satu striker terhebat, tapi karakter buruknya menggagalkan kesempatan yang terbuka.
Kesempatan kedua sempat hadir ketika AS Roma mengontraknya. Namun, Adriano lagi-lagi gagal membuktikan diri dan telah berubah dari sebelumnya.