Halo football lovers, jumpa lagi dengan kami yang akan terus memberikan informasi dan kisah menarik seputar dunia sepakbola.
Buat kamu yang gak mau ketinggalan info dan kisah menarik dalam dunia sepakbola, jangan lupa untuk klik tombol subscribenya..
Di kesempatan kali ini, kita pengen ngajak kalian buat ngobrolin match fixing atau pengaturan skor yang pada akhirnya manjadi borok dalam citra positif dunia sepakbola.
Menurut kalian, seberapa merugikannya sih kasus pengaturan skor dalam sebuah pertandingan? Kalo ditanya gitu, mayoritas dari kalian pasti ngebawab ya ngerugiin banget lah! Ya emang bener sih.
Bukan hanya diwaktu sekarang aja. Karena sepakbola sudah menjadi sebuah ladang bisnis yang sangat menguntungkan, banyak oknum yang mengambil kesempatan untuk memperkaya diri lewat “membeli” sebuah pertandingan sepakbola.
Kira-kira, gimana sih cara ngejalanin match fixing? Ada yang tau?
Karena sebuah kasus pengaturan skor melalui jalan yang cukup panjang dan rumit, maka inti dari kasus tersebut adalah ada pihak yang sengaja bekerja sama untuk memperoleh keuntungan masing-masing. Artinya, match fixing terjadi ketika ada pihak yang setuju untuk kalah, imbang, atau memenangkan pihak lawan dengan tidak berusaha maksimal.
Secara umum, “pelaku” match-fixing dilakukan oleh wasit, pemain, dan administrator kesebelasan yang berupa manajer, presiden kesebelasan, maupun pelatih. Tingkat kesuksesan pengaturan pertandingan rata-rata menjadi besar jika seseorang menyogok administrator kesebelasan.
Kenapa bisa gitu? Padahal kan wasit dan pemain adalah mereka yang berada langsung di lapangan, yang bisa memengaruhi hasil atau skor secara langsung.
Pada dasarnya, semakin banyak orang yang terlibat dalam “permainan”, akan semakin tinggi pula kemungkinan suksesnya. Jika seseorang bisa memengaruhi administrator kesebelasan, berarti mereka bisa memengaruhi satu kesebelasan secara keseluruhan alih-alih perorangan seperti pemain atau wasit.
Dan dalam praktiknya, ada banyak jalur yang harus ditempuh. Meski panjang dan berlapis, mereka bisa membuat jaringan yang kuat dan sulit terdeteksi.
Bahkan, demi bisa terhindar dari segala tuduhan, para penjahat profesional ini juga mempunyai “pelindung”. Pelindung ini biasanya berasal dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan.
Dengan begitu, jalur match fixing sangat mustahil ditelanjangi. Orang-orang yang punya kuasa inilah yang punya peran tak kalah vital. Kalaupun bisa diungkap, ya mereka bisa dengan mudah membalikkan tuduhan.
Balik lagi sih, semua karena uang dan kekuasaan.
Belakangan ini nih football lovers, nama penyerang asal Italia, Ciro Immobile diduga terlibat dalam sebuah kasus pengaturan skor!
Meski telah membantah tuduhan yang diarahkan kepadanya, Immobile diduga rutin memasang taruhan illegal. Menurut kabar, beberapa pemain Frosinone juga terlibat dalam kasus memalukan ini.
Jika sudah bicara Italia, maka kita tak akan asing dengan istilah mafia. Nah dari istilah itu, sudah bisa diperkirakan bahwa ranah sepakbola juga tak luput dari sergapan para penjahat berdasi.
Mafia sendiri adalah panggilan untuk kelompok-kelompok yang terorganisir di Sisilia, wilayah di selatan Italia, dan umumnya mereka terorganisir dalam kejahatan. Anggotanya sendiri disebut “mafioso”.
Bisnis para mafia ini cenderung pada tindak-tindak kejahatan seperti perjudian, narkotika, prostitusi, hingga sepakbola itu sendiri.
Dalam sejarahnya, Klan Camorra adalah salah satu klan mafia terbesar di Italia. Sekitar tahun 2011 lalu, Camorra sempat membuat heboh dengan ‘menghilangkan’ semua saksi dan melenyapkan semua bukti tentang skandal pencucian uang mereka di pengadilan, hingga akhirnya pengadilan memutuskan menghentikan kasus mereka karena saksi dan bukti yang tidak ada.
Nama tenar yang tak luput dari korban dahsyatnya mafia Italia adalah Diego Armando Maradona.
Tahun 1984 silam, Klan Camorra yang ‘menguasai’ Napoli mencoba untuk melakukan sejarah, dengan ‘mengumpulkan’ uang dari warga Napoli. Dalam praktiknya, mereka mampu membawa Maradona ke kota Naples. Hasilnya? Pemain berjuluk Si Tangan Tuhan itu sukses membawa Napoli menjuarai Serie A musim 1986/87 dan 1989/90.
Tak lupa setelah adaptasi yang baik di Napoli, para Mafia memperkenalkan Narkotika kepada Maradona, hal yang mengakhiri karier gemilang sang bintang di sepakbola.
Maradona sendiri seperti mendapat tempat di Napoli terlebih di hati para mafioso. Untuk itu, mereka mengekang Maradona agar tidak pindah klub lain di Eropa.
Meski perjudian itu tergolong ‘baik’ untuk Napoli, tapi tidak bagi Maradona. Kariernya perlahan hancur karena pengaruh buruk dari para mafia.
Selain Maradona, nama legenda lain seperti Paolo Rossi juga pernah terlibat dalam kasus pengaturan skor di pertandingan Serie A tahun 1980an. Rossi dituduh menerima suap untuk mengatur skor klubnya sendiri Perugia. Berkat keterlibatan itu, ia dihukum selama dua tahun.
Karena saking maraknya praktik kotor ini, perdana menteri Italia, Matteo Renzi, berkata bahwa ia muak dengan skandal pengaturan skor yang melanda sepak bola di negaranya. Ia juga menuntut adanya perubahan untuk membersihkan sepak bola dan juga agar stadion bisa kembali terisi penuh.
Tuduhan-tuduhan pengaturan skor itu sendiri memang telah mewarnai sepak bola Italia sejak lama. Komplotan kriminal juga dianggapnya semakin sering menggunakan sepak bola sebagai fokus pasar judi.
Di tahun 2015 saja, penyelidik mencurigai 28 pertandingan Divisi Tiga Lega Pro dan semi-profesional Serie D telah diatur hasilnya. Hmm parah banget ya!
Kalo bicara skandal sepakbola di Italia, gak lengkap kalo gak menyertakan nama Juventus.
Masih segar dalam ingatan kala tim sekelas Juventus harus turun tahta setelah kedapatan melakukan praktik pengaturan skor pada 2006 silam.
Para football lovers masih inget gak nih.. Percakapan yang dimulai pada musim 2004/05 antara dua petinggi Juventus, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo, yang berhasil diungkap agensi sepak bola Italia GEA World menjadi awal serangkaian penyelidikan untuk menyingkap hitamnya kondisi sepak bola Italia.
Dampak pengungkapan kasus tersebut, publik Italia pun geger. Juventus yang ditengarai menjadi aktor utama, terdegradasi ke Serie B. Selain dihukum pengurangan 30 poin, dua titel Serie A terakhir klub berjuluk Si Nyonya Tua itu juga dicabut dan diberikan kepada Inter Milan.
Bukan hanya itu aja loh, Moggi pun dihukum dengan tidak boleh berkecimpung di sepak bola seumur hidup. FYI aja nih, itu merupakan hukuman terberat yang dijatuhkan Federasi Sepakbola Italia. Sebab, pelaku yang lain hanya dihukum larangan berkecimpung lima bulan sampai lima tahun.
Ngeri banget kaaaan.
Tidak sampai disitu football lovers, tanah Italia kembali diguncang kasus serupa enam tahun berselang. Ya meskipun gak seglamor calciopoli, pengaturan skor bertajuk scommessopoli ini cukup melibatkan beberapa nama populer. Hmm kira-kira siapa ya?
Tercatat nih, satu nama yang paling mencolok saat itu adalah mantan pemain timnas Italia sekaligus kapten Atalanta, Cristiano Doni. Doni kemudian dihukum 3,5 tahun larangan beraktivitas di sepak bola.
Tapi parahnya football lovers, meski kasus pengaturan skor sangat beresiko dan ancamannya jelas, masih banyak oknum yang tergiur dengan kebahagiaan semu. Buktinya aja, ada sekitar 50 orang yang kembali terjeblos dalam kasus kotor ini.
Saat itu, kepolisian Roma berhasil menemukan adanya kecurangan dalam banyak pertandingan di kompetisi kasta keempat, Serie D.
Dilaporkan harian ternama Italia, La Gazzetta dello Sport, ada sekitar 13 tim yang ditengarai terlibat dalam kasus tersebut. Mereka adalah Pro Patria, Barletta, Brindisi, L’Aquila, Neapolis Mugnano, Torres, Vigor Lamezia, Sant’Arcangelo, Sorrento, Montalto, Puteolana, Akragas, serta San Severo. Duh duh duh…
Dalam operasi penumpasan dengan sandi “Dirty Soccer” itu, 50 orang yang ditahan terdiri dari 27 presiden klub dan manajer tim, 17 pemain, 5 pelatih, serta 1 perwira polisi. Selain itu, 70 orang lainnya diinvestigasi jaksa di wilayah selatan Kota Catanzaro.
Gak bisa dibayangin ya football lovers. Negara dengan prestasi sehebat Italia aja masih belum mampu menumpas praktik jahat dan sangat memalukan ini.