Banyak orang Argentina yang menantikan sosok Maradona baru sebelum datang era Lionel Messi. Satu nama yang masih lekat dalam ikatan tentu Javier Saviola. Publik Argentina berbondong-bondong menjulukinya sebagai The New Maradona.
Secara kasat mata, Saviola mungkin sedikit menggambarkan sosok Maradona. Tubuh mungil, kecepatan luar biasa, dan kelincahan yang tak kalah mengagumkan.
Namun untuk menjadi seperti sang legenda, semua itu tidak benar-benar berada dalam diri Saviola.
Javier Pedro Saviola Fernandez, lahir pada 11 Desember 1981 di Buenos Aires, Argentina. Saviola kecil memang sudah terlihat menonjol dengan bakat sepak bolanya. Memiliki insting mematikan dan naluri predator dalam dirinya, Saviola punya panggilan Si Kelinci Kecil.
Mulai tumbuh di River Plate, Saviola punya segalanya untuk menjadi seorang pemenang. Di usia yang begitu muda ia sudah menorehkan sejumlah prestasi, seperti membawa Argentina menjadi juara Piala Dunia U21, dan menjadi pemain terbaik sekaligus peraih golden ball dengan 11 gol. Selain itu ia juga pernah tercatat sebagai top skor Liga Apertura dan Argentina Player of the Year tahun 1999.
Ia tercatat melakukan debut di River Plate pada usia 16 tahun. Pada pertandingan pertamanya itu, Saviola bahkan langsung mencetak gol di laga melawan Gimnasia y Esgrima de Jujuy. Pada musim perdananya ia mengakumulasi 6 gol dari 19 penampilannya bersama River Plate.
Karena potensinya mencuat hingga ke tanah Eropa, bakat Saviola banyak menjadi incaran klub-klub raksasa. Kala itu, ada nama-nama seperti AS Roma, Manchester United, Real Madrid, hingga Barcelona yang meminati jasa pemain bertinggi 168 meter ini.
Akhirnya, dengan biaya sekitar 35 juta euro atau setara 542 milliar rupiah, Saviola mendarat di Camp Nou pada tahun 2001. Dengan usia yang masih menginjak 19 tahun, si kelinci kecil coba ikuti arah demi bisa melompat dengan mudah.
Saviola didatangkan dengan harapan besar, pasca kehilangan Figo setahun sebelumnya, Barcelona butuh pahlawan baru, dan mereka berharap banyak pada potensi pemuda asal Argentina.
Saat itu berduet dengan Kluivert, Saviola bermain dengan cukup baik dan alami. Saviola mencetak 21 gol di musim pertamanya serta mencetak 20 dan 19 gol pada dua musim berikutnya.
Akan tetapi, semua itu tak cukup baginya untuk memberikan gelar bagi el Barca. Apalagi, kedatangan Frank Rijkaard di Camp Nou semakin memperkecil lompatan Saviola untuk bisa tampil konsisten di Negri Matador. Di musim 2004/05 Barcelona kemudian putuskan untuk meminjamkan Saviola ke Monaco dan Sevilla. Dan tepat di waktu itu, Barcelona malah meraih titel La Liga pertamanya dalam enam tahun terakhir.
Pada akhir kontraknya di musim panas 2007, Saviola akhirnya memutuskan untuk menyeberang ke Real Madrid, saingan berat Barcelona. Namun, tidak seperti Figo yang mendapat banyak protes dan cemooh dan para fans, kepindahan Saviola menuju Madrid justru terlihat biasa-biasa saja.
Hal itu pun seolah menjadi pertanda bahwa karier si kelinci di Barcelona tidak terlalu diingat oleh para penggemar. Potensi Saviola yang banyak diharapkan malah segera dilupakan dan diabaikan karena ketidakberuntungan atau memang pengambilan keputusan yang kurang tepat.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Saviola yang dilupakan fans Barcelona juga tak mampu buktikan kualitas di klub ibukota. Ia datang disaat yang tidak tepat. Pasalnya, Real Madrid dihuni oleh penyerang-penyerang kelas wahid seperti Ruud van Nistelrooy, Raul Gonzales, Robinho, Gonzalo Higuain, dan Arjen Robben
Melimpahnya stok penyerang kelas dunia Los Blancos pada waktu itu pun memaksanya untuk meninggalkan Liga Spanyol dan bergabung dengan Benfica pada tahun 2009. Meski demikian, Saviola sempat menikmati glar juara La Liga 2007/08 bersama Real Madrid.
Meski termasuk kedalam pemain yang membintangi sejumlah klub ternama Eropa, Saviola malah putuskan pensiun dari Timnas pada usianya yang baru menginjak 28 tahun. Alasannya, Saviola kecewa dengan kegagalan Argentina di Piala Dunia 2006.
Setelah pergi dari Spanyol, nama Saviola mulai dilupakan. Si kelinci kecil tak pernah menjadi besar. Sempat menjadi andalan di Benfica, ia terbang ke negeri para dewa untuk bergabung dengan Olympiacos. Kemudian ia kembali lagi ke Spanyol memperkuat Malaga, serta mencoba peruntungannya di Italia dengan membela Hellas Verona. Setelah itu, Saviola kembali ke tempat di mana ia memulai semuanya, yaitu River Plate, di mana ia tidak pernah mencetak gol dalam 13 penampilan.
Meski kariernya tak semulus apa yang telah diperkirakan, nama Saviola tetap mendapat pengakuan dari legenda dengan tiga gelar Piala Dunia, Pele. Ia masuk kedalam daftar 100 pesepakbola terbaik sepanjang masa, yang langsung dipilih oleh sang legenda.