Layaknya Brasil, Spanyol tidak pernah berhenti menelurkan bakat-bakat kelas dunia. Meski baru sekali torehkan prestasi dunia, negara yang beribukota di Madrid ini semakin gencar ciptakan aktor lapangan hijau. Salah satu dari sekian talenta yang pernah dilahirkan adalah Jose Antonio Reyes.
Reyes, panggilan akrabnya, lahir di Sevilla. Lahir di salah satu kota paling bersejarah Andalusia, Reyes juga mulai tancapkan bakat emasnya di klub tempatnya lahir. Dia melakukan debut pertamanya diusia yang baru menginjak 16 tahun, melawan Real Zaragoza. Ia pun terlihat seperti akan menuai kesuksesan. Bahkan ia seperti ditakdirkan untuk dicatat dalam buku-buku sejarah Sevilla.
Pada saat usianya menginjak 18 tahun, Sevilla kembali ke kasta tertinggi sepakbola Spanyol. Saat mulai masuk ke tim utama, perannya menjadi semakin krusial. Ia mencatatkan 92 kali penampilan dan mencetak 24 gol selama tiga musim. Kesebelasan-kesebelasan pun banyak yang mengincar tanda tangan Reyes yang ketika itu usianya mulai menyentuh angka 20 tahun.
Saat itu, Arsenal menjadi tim yang paling berminat pada jasa Reyes. Bahkan, kabarnya Arsene Wenger sudah bolak-balik ke Spanyol hanya untuk mengamati talenta Reyes. Akhirnya, ketika jendela transfer dibuka pada bulan Januari 2004, Reyes tiba di Highbury dengan mahar 17 juta pounds atau setara 308 milliar rupiah.
Usaha Sevilla yang ingin lebih banyak mengandalkan jasanya pun harus kandas, sebab Reyes memilih untuk menandatangani kontrak dengan klub meriam London. Selain oleh pihak Sevilla, langkah Reyes untuk pergi ke London juga memunculkan kegemparan dari para Sevillistas.
Ratusan penggemar berkumpul di depan Stadion Ramon Sanchez Pizjuan sambil meneriakkan ‘Reyes, Jangan pergi’ dan ‘Reyes, Kami mencintaimu!’. Namun usaha keras para penggemar yang amat mencintai Reyes berujung pahit. Kepindahannya tak terhindarkan, dan Reyes mulai ukir cerita di kompetisi Premier League.
Awal kariernya di Inggris dimulai Reyes dengan penuh liku. Ia membuat awal yang menghebohkan di pertandingan keduanya berseragam Arsenal. Reyes mencetak gol bunuh diri ketika Arsenal berhadapan dengan Middlesbrough di Piala Liga, sekaligus menjadi gol perdananya bersama Arsenal.
Namun Reyes segera bangkit. Pada bulan yang sama dia membayar lunas kesalahan itu dengan mencetak dua gol ke gawang Chelsea di Piala FA. Tidak cuma menentukan kemenangan 2-1 Arsenal, gol Reyes membuktikan kalau Arsenal bisa terlepas dari ketergantungan terhadap Thierry Henry. Pada laga itu Henry absen dan sejak awal peluang Arsenal menang diragukan karena alasan tersebut.
Pertandingan itu terjadi pada 15 Februari 2004 di Stadion Highbury. Arsenal tertinggal 0-1 dari Chelsea di babak kelima Piala FA melalui gol Adrian Mutu di penghujung babak pertama. The Gunners, yang tampil tanpa bintangnya, Thierry Henry, karena cedera, berjuang dengan susah payah untuk mengubah skor.
Siapa sangka, pahlawan mereka pada hari itu adalah pendatang baru dari Sevilla, Jose Antonio Reyes.
Baru dua bulan menginjakkan kaki di London, Reyes sudah temukan kepercayaan diri hingga menjadi andalan Wenger dalam beberapa laga penting.
Gol ke gawang Chelsea benar-benar membuka mata Wenger untuk terus arahkan lampu sorot ke Jose Antonio Reyes. Puncaknya, Reyes turut menentukan keberhasilan Meriam London menjuarai trofi emas Premier League di musim 2003/04. Pencapaian itu bahkan membuatnya jadi pemain Spanyol pertama sepanjang sejarah yang bisa meraih gelar Premier League.
Di musim berikutnya, Reyes sempat bermain apik di laga pra musim. Namun sayang, ekspektasi tinggal harapan kosong belaka. Penampilannya di laga pra musim 2004/05 tak lantas membuatnya tampil konsisten setelahnya. Sembilan gol dari 30 penampilan menjadi bukti ketidakstabilan Reyes dibawah panji Arsenal musim itu.
Ditengah kepercayaan dirinya yang mulai luntur, media ikut campur tangan dengan berucap kalau sang pemain rindu dengan tanah kelahirannya. Meski mampu antarkan Arsenal lolos ke final Liga Champions 2006, sang pemain benar-benar dilanda homesick.
Real Madrid akhirnya menjadi jalan kembalinya Reyes ke Spanyol. Los Merengues menukarnya dengan penyerang Brasil, Julio Baptista, pada musim panas 2006. Meski sukses bawa Madrid menjuarai trofi La Liga, ia hanya bertahan semusim disana. Penampilannya dianggap tidak konsisten dan menyulitkan pelatih untuk memberinya kepercayaan.
Satu momen yang barangkali bisa menjadi kebanggaan Reyes adalah ketika dirinya menjadi penentu trofi juara Real Madrid di musim 2006/07.
Menghadapi Real Mallorca, Reyes memulai pertandingan dari bangku cadangan setelah masuk menggantikan David Beckham. Saat itu, Real Madrid masih dalam posisi tertinggal. Reyes akhirnya mencetak gol penyeimbang dan gol penutup untuk kemenangan 3-1 Real Madrid. Berkat kemenangan itu pun Real Madrid keluar sebagai juara La Liga.
Meski banyak nama populer di kubu Los Galacticos saat itu, Jose Antonio Reyes lah yang menjadi pahlawan Real Madrid dalam mengamankan titel Liga Spanyol pada partai pamungkas kala itu.
Semusim membela Madrid, Arsenal menolak untuk menampungnya lagi. Akhirnya, Reyes memutuskan berlabuh ke Atlético Madrid. Diawal musimnya berseragam Los Rojiblancos sempat membuat Reyes merana. Ia dianggap tak cocok dengan skema pelatih hingga harus dipinjamkan ke Benfica.
Namun setelah bermain untuk klub asal Portugal, Reyes kembali ke puncak performa. Pulang ke Atletico bersama pelatihnya di Benfica, Quique Flores, yang ditunjuk untuk gantikan Abel Rossino di kursi kepelatihan Atletico, talenta Reyes kembali bersinar. Ia sukses menjadi penyuplai yang baik untuk Diego Forlan dan memainkan peran penting membawa Atletico Madrid menjuarai Europa League tahun 2010. Saat itu pun permainan Reyes terus tampil cemerlang dan menjadi pemain yang sangat penting di Atletico Madrid.
Untuk Atletico dan Benfica, Reyes menyumbang gelar yang tidak sedikit, mulai dari Liga Eropa (dua kali), Piala Super Eropa, Piala Intertoto, dan Liga Portugal. Awal musim 2012/13, di usia yang tidak lagi muda, yakni 29 tahun, Reyes memutuskan balik ke klub lama, Sevilla. Di bawah asuhan Unai Emery hingga musim 2015/2016, dia tampil dalam 109 pertandingan dan menyumbang tiga gelar Liga Eropa.
Boleh dibilang, dengan situasinya yang kerap berpindah-pindah klub, Reyes tak lagi menjadi bahan obrolan media. Ia tak dianggap sebagai pemain papan atas dan citranya sebagai pemain bertalenta terus memudar. Torehan trofi yang ia sumbangkan untuk sejumlah klub pun dianggap biasa-biasa saja.
Bahkan, Reyes yang sejatinya miliki talenta untuk menjadi seorang pemain bintang tak cukup untuk menjamin tempat di tim nasional Spanyol. Meski masuk skuat La Furia Roja untuk Piala Dunia 2006, ia tak kunjung terpilih untuk tampil di Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010.
Setelah sempat bermain untuk Espanyol, Cordoba, hingga Extramadura, nama Reyes tak pernah didengungkan lagi.
Hingga pada akhirnya saat usianya menginjak 35 tahun, nama Reyes kembali menceruat ke permukaan. Namun, bukan prestasi atau raihan prestis yang menyelimuti kembalinya nama Reyes, melainkan berita kematiannya yang terjadi saat ia alami kecelakaan mobil.
Seperti yang dilaporkan, Reyes tewas dalam sebuah kecelakaan dalam perjalanan pulang dari lokasi latihan di sekitar Seville. Mobil Mercedes yang ditumpanginya dan dua sepupunya, Juan Manuel Calderon dan Jonathan Reyes, melaju kencang sampai 120 mil per jam sebelum melewati pembatas jalan dan terbakar.
Klub terakhir Reyes, Extremadura, kemudian memutuskan untuk memensiunkan nomor punggung 19 milik almarhum sebagai bentuk penghormatan.
Meski menjadi talenta yang terlupakan, Reyes bisa berbangga diri. Pasalnya, dia menjadi pemain dengan trofi Liga Europa terbanyak, yakni lima gelar. Gelar Raja Kecil di Eropa pun tampaknya pantas menemani kepergian Reyes untuk selama-lamanya.