Tak bisa dipungkiri bahwa terlepas dari berbagai kontroversi, Jose Mourinho termasuk salah satu pelatih terbaik di dunia sejak dekade 2000-an. Deretan trofi bergengsi pun telah ia persembahkan untuk klub yang pernah dibesutnya.
Mourinho awalnya kurang tenar di kancah persepakbolaan dunia. Ia lalu menjalani karir kepelatihan pertamanya di Benfica, kemudian Uniao de Leiria, lalu hijrah ke FC Porto. Di FC Porto-lah namanya mulai dikenal. Ia berhasil membawa Porto menjadi juara Liga Champions pada musim 2003/04.
Kemenangan mengejutkan Liga Champions bersama Porto menjadi awal dari kesuksesan karir kepelatihannya di tahun-tahun berikutnya ketika ia menukangi Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid.
Bekal kepelatihan Mourinho sudah ia dapatkan saat menjadi juru penerjemah untuk Bobby Robson di Sporting Lisbon dan Fc Porto pada dekade 90-an, sebelum pasangan itu lalu pindah ke Barcelona pada tahun 1996.
Mourinho tetap di Barcelona, meskipun Robson hengkang setahun kemudian, dan Mou dipromosikan ke posisi sebagai asisten manajer di bawah Louis van Gaal.
Sebelum menjadi juru penerjemah, Mourinho sempat jalani profesi sebagai pemandu bakat di Ovarense pada 1992. Ia lalu banyak belajar dari Bobby Robson ketika bersamanya di Sporting dan FC Porto. Sementara mata taktis dan ketelitian Van Gaal juga menjadi hal yang ditiru Mourinho saat bersama di Barcelona.
Kesempatan untuk menjadi pelatih kepala akhirnya tiba pada September 2000 ketika Mourinho pindah dari perannya sebagai asisten manajer di Benfica untuk menggantikan Jupp Heynckes setelah minggu keempat Liga Portugal.
Setelah hanya sembilan pertandingan liga dan menuai berbagai kemenangan. Pada bulan desember di tahun yang sama, Mourinho meminta mengundurkan diri setelah sempat berselisih dengan petinggi klub.
Selama waktu enam bulan, Mourinho tidak melatih klub sama sekali, dan akhirnya pada juli 2001, ia menangani klub portugal lainnya, Uniao de Leiria dan selama berada di sana ia cukup sukses.
Pada januari 2002, Porto menunjuk Mourinho. Penunjukkan ini sebenarnya merupakan perjudian besar karena saat itu Mou belum memiliki prestasi mentereng. Hanya saja, pengalamannya pernah bekerja sama dengan Bobby Robson dan Louis van Gaal menjadi pertimbangan tersendiri.
Mourinho sekarang dihadapkan dengan tantangan terbesar dalam karirnya. Ia ditugaskan untuk membawa kembali kejayaan FC Porto yang dalam tiga tahun terakhir tak menjuarai liga portugal.
Setelah bergabung dengan klub di pertengahan musim, tugas pertama Mou adalah memperbaiki posisi liga mereka. Porto berada di urutan kelima ketika ia mengambil alih, tersingkir dari Piala Portugal, lepas dari fase grup Liga Champion, dan sebagian besar para pemainnya sudah terlihat tidak bersemangat.
Mourinho pun langsung mulai mengatur ulang timnya, ia memperbaiki lini pertahanan dan memulihkan kembali kepercayaan para pemain. Mou membawa karisma, keyakinan, serta kejeniusan pada klub tersebut dan segera mulai membuahkan hasil.
Dari 15 pertandingan liga terakhir mereka di musim 2001/02, mereka memenangkannya 11 kali dan itu sudah cukup untuk mengamankan tempat di posisi tiga klasemen akhir.
Setelah menggembleng para pemain yang kurang berprestasi. Mourinho mulai membuat mereka dalam citranya sendiri. Ia menunjuk Ricardo Carvalho, Deco, dan Hélder Postiga sebagai bintang masa depan, sambil menambahkan Paulo Ferreira dan Maniche ke dalam skuad.
Carvalho, Ferreira dan Maniche akan bermain untuknya di Chelsea. Mou memilih mereka karena bakatnya, tetapi Mou juga memilih mereka karena kesetiaan, komitmen, dan karakter mereka.
Pada musim panas 2003, Mourinho telah memenangkan treble winners, yakni juara Liga Primeira Portugal, setelah mengumpulkan 11 poin di atas Benfica. Mereka hanya kalah dua kali sepanjang musim, dan sebagai hasilnya, mereka membuat rekor dengan capaian 86 poin.
Pada musim 2002/03, Deco dan kawan-kawan juga memenangkan Taça de Portugal, dan menang atas Celtic di Final Piala UEFA. Ketiga trofi dalam satu musim tersebut hanyalah permulaan Mourinho di awal karirnya bersama Porto.
Karena Porto akan kembali meraih gelar liga lainnya pada musim berikutnya, dan menambahkan Piala Super Portugal ke lemari trofi mereka.
Namun, kampanye Liga Champions lah yang akan menentukan nasib manajer dan tim. Di ajang prestis antar klub eropa, Porto tergabung dalam grup yang cukup sulit bersama Marseille, Partizan Belgrade dan Real Madrid.
Mourinho pun berhasil menjadi dalang dalam perkembangan Porto. Di fase grup, Porto hanya menelan satu kekalahan yakni saat takluk dari Real Madrid. Dan dari enam laga yang dimainkan, mereka berhasil meraih 3 kemenangan, 2 hasil imbang dan 1 kekalahan.
Kemampuan Mourinho dalam mengatur skema permainan baik saat bertahan dan menyerang menjadi kunci sukses Porto di penyisihan grup. Torehan 9 memasukan dan 8 kemasukan pun menghiasi perjalanan Mourinho di babak grup.
Dengan raihan 11 poin, Porto mendampingi Real Madrid yang keluar sebagai juara grup F. Pada babak 16 besar, Porto berhadapan dengan Man United. Setelah menjuarai Liga primer di musim sebelumnya, skuad asuhan Sir Alex Ferguson adalah unggulan untuk maju ke fase berikutnya.
Pada leg pertama di Estadio Do Dragao, Porto berhasil raih kemenangan 2-1 atas Setan merah dan diakhir laga Mou dan Ferguson sempat terlibat cek cok. MU pun berjanji akan memberikan perlawanan yang lebih saat laga leg kedua di stadion Old Trafford.
Laga kedua menjadi pertandingan sengit, memimpin 1-0 hingga 90 menit melalui Paul Scholes, MU sepertinya akan lolos berkat gol tandang. Namun menjelang detik-detik akhir, Costinha berhasil mencetak gol setelah memanfaatkan bola rebound hasil tendangan bebas.
Mourinho yang duduk di bench pun kegirangan, ia merayakannya sambil berlari ke pinggir lapangan dan meninju langit dengan gembira. Sementara Sir Alex Ferguson memberikan ucapan selamat kepada Porto atas keberhasilannya melangkah ke perempat final.
Porto lalu melanjutkan kisah heroiknya di Liga Champions dengan menghancurkan Olympique Lyon, sebelum meruntuhkan Deportivo La Coruna di semifinal dengan aggregat 1-0 berkat gol tunggal Derlei di leg kedua.
Di partai puncak Porto bertemu Monaco, yang sebelumnya menyingkirkan Chelsea di semifinal. Final berlangsung pada malam yang hangat di Gelsenkirchen, dan dimainkan di depan lebih dari 53.000 penggemar. Ini adalah kesempatan Mourinho untuk meningkatkan karirnya ke level selanjutnya. Dia tentu tidak akan membiarkan momen berlalu begitu saja.
Di awal pagelaran Liga Champions, mungkin tidak ada yang mengira bahwa Monaco dan Porto akan mencapai final. Tentu ini merupakan hal yang wajar karena MU, Real Madrid, dan Chelsea tengah melakoni musim yang hebat. Nama Monaco pun tidak begitu santer terdengar, sementara Porto baru saja memenangi Piala UEFA semusim sebelumnya.
Siapa yang bertanding di final, memang ini berada di luar prediksi. Namun saat itu, Mourinho memang jadi pelatih yang selalu mengejutkan. Tak heran, kehadirannya di final pun pada akhirnya membawa kejutan tak terbayangkan bagi fans Porto bahkan pencinta bola di seluruh dunia
Monaco mengawali laga dengan luar biasa, seiring penjaga gawang Porto, Vitor Baia, terpaksa melakukan penyelamatan gemilang dari ancaman Ludovic Giuly. Ini merupakan satu-satunya ancaman berarti Giuly karena setelahnya, ia harus ditandu keluar karena mengalami cedera kunci paha di menit 22. Giuly digantikan oleh Dado Prso.
Babak pertama berjalan kurang menarik setelahnya. Tak banyak terjadi ancaman, namun akhirnya Porto unggul lebih dulu di menit 38 lewat serangan balik. Penyerang Brasil, Carlos Alberto, mematahkan kebuntuan dengan sepakan voli kaki kanannya. Jala Monaco pun terkoyak, Porto unggul hingga jeda turun minum.
Kedua tim pun kembali saling serang di babak kedua. Monaco yang lebih cenderung ofensif, sementara Porto banyak mengandalkan serangan balik.
Dan malang bagi Monaco, Mourinho terlalu cerdas malam itu. Ia melakukan pergantian krusial di menit 55, menggantikan Alberto yang mencetak gol dengan veteran Rusia, Alenitchev.
Porto pun menggandakan keunggulan, berkat Alenitchev yang memberikan assist bagi Deco, di menit 70. Lagi-lagi, ini merupakan hasil serangan balik Porto.
Empat menit kemudian, Alenitchev mencetak gol dengan kakinya sendiri. Ia menyambut umpan pantul Derlei Silva dengan sepakan keras yang tak mampu dihadang oleh Flavio Roma.
Mimpi Monaco menjadi juara di final pertama mereka pun kandas. Walau menyerang terus, mereka takluk oleh serangan balik Porto yang mematikan, khas Mourinho.
Melalui proses dramatis, mengalahkan MU yang jadi favorit kala itu, Mourinho akhirnya sukses juga di final dengan menggilas Monaco. Tiga gol tak berbalas ia canangkan bersama klubnya. Kurang lebih, sebulan kemudian Mourinho diboyong oleh Chelsea. bersama dengan klub asal London tersebut, Mou juga sukses di musim pertamanya.