AC Milan, Juventus, Internazionale Milano, AS Roma, Lazio dan Napoli merupakan tim-tim tradisional yang mempunyai reputasi kuat di sepak bola Italia. Tidak terlalu mengejutkan jika di antara mereka menjadi kampiun di kompetisi domestik negeri Pizza tersebut.
Namun, bagaimana jika tim antah berantah yang menjadi juara di Liga yang pernah jadi yang terbaik di dunia itu. Sebelum dongeng Leicester City merengkuh trofi liga primer inggris musim 2015/16, sekitar 31 tahun sebelumnya di Italia, Hellas Verona mampu menggemparkan dunia. Kala itu, pada musim 1984/85,mereka menjadi kampiun Serie A.
Lebih mengagumkan, saat itu Hellas Verona mengakhiri musim dengan catatan 15 kemenangan, 13 seri, dan 2 kekalahan dengan raihan 43 poin, empat poin di atas Torino yang menghuni posisi runner up.
Selain itu, gelar juara Hellas Verona juga terasa lebih istimewa jika melihat saat itu Serie A dihiasi para pemain kelas dunia, seperti Diego Maradona di Napol, Michel Platini di Juventus, Karl-Heinz Rummenigge di Inter, FalcĂŁo di Roma dan Zico di Udinese.
Hellas Verona sendiri merupakan klub sederhana dari wilayah Veneto di Italia. Didirikan pada tahun 1903, baru pada musim 1957/58 mereka mencapai Serie A untuk pertama kalinya. Dalam perjalanannya hingga saat ini, klub berjuluk Gialloblu selalu tampil bolak-balik antara Serie A dan serie B.
Dan bisa dikatakan pada era 80-an merupakan masa keemasan Hellas Verona di kancah sepak bola Italia.
Sebelum meraih Scudetto, enam tahun sebelumnya mereka terdegradasi dari serie A ke serie B. Bahkan di musim 1980/81, saat berkompetisi di Serie B mereka nyaris turun kasta ke Serie C. Beruntung mereka masih mampu mempertahankan diri.
Performa buruk Verona kala itu membuat sang pelatih Giancarlo Cade diberhentikan. Lalu mantan pelatih Cesena, Osvaldo Bagnoli akhirnya ditunjuk untuk menangani tim di musim 1981/82. Musim pertama Bagnoli dilalui secara gemilang dengan membawa Hellas Verona keluar sebagai juara serie B yang sekaligus memastikan kembali ke kasta atas sepak bola Italia.
Pada musim selanjutnya, Hellas Verona berada diposisi keempat klasemen serie A yang membuatnya akan tampil di ajang antar klub eropa untuk kali pertama. Pada musim 1983/84 mereka berada di posisi ke-enam Serie A dan juga lolos ke putaran kedua di Piala UEFA.
Pada masa itu Verona juga dua kali tampil di Final Coppa Italia, meskipun gagal raih trofi, tepatnya tahun 1983 dan 1984. Puncak prestasi Bagnoli terjadi di musim ke-empatnya menangani Verona, yakni sebuah Scudetto melayang ke Kota yang terletak di utara Italia itu.
Kepastian mereka meraih gelar juara Serie A terjadi pada 12 mei 1985 saat mereka berhasil menahan 1-1 tuan rumah Atalanta di pekan 29 atau laga sebelum memasuki pekan terakhir. Perlu diketahui bahwa pada saat itu Serie A masih di ikuti oleh 16 tim.
Di pertandingan kontra Atalanta tersebut, Preben Elkjær mencetak gol penyama kedudukan dan memastikan Torino tidak mampu mengejar mereka lagi.
Kemudian, pertandingan penutup di kandang stadion Marc Antonio Bentegodi jauh lebih spesial karena mereka berhasil menang dengan skor 4-2 atas Avellino. Sebuah musim yang luar biasa mengingat mereka sama sekali tidak diunggulkan. Siapa yang menyangka Hellas Verona, tim yang sampai pada musim tersebut baru berlaga di Serie A sebanyak 13 musim akan merengkuh scudetto?
Di awal musim, jagad Italia digegerkan oleh kedatangan megabintang, Diego Maradona ke Napoli. Ketika media sibuk meliput kedatangan Maradona, pelatih Osvaldo Bagnoli secara diam-diam mendatangkan dua pemain asing yang akan berperan amat krusial di musim tersebut. Perben Elkjaer, striker asal Denmark dan Hans-Pieter Briegel seorang gelandang bertahan timnas Jerman.
Perjalanan awal Hellas Verona meraih Scudetto dilalui dengan gemilang, bermain dihadapan pendukung sendiri di laga pembuka serie A, mereka mampu menaklukkan Napoli 3-1 yang saat itu diperkuat Maradona.
Briegel menjadi pemain penting kala itu, selain sukses mematikan pergerakan Maradona, ia juga mencetak salah satu gol. Kemenangan itu membuat Verona memuncaki klasemen sementara. Posisi di mana mereka mampu mempertahankannya hingga akhir musim.
Setelah mengalahkan Napoli dan Maradona pada hari pembukaan, tim asuhan Bagnoli mampu mempertahankan permainan konsisten mereka, dalam 14 laga awal mereka tak terkalahkan. Serangkaian kemenangan tipis dan hasil imbang dengan perjuangan keras menunjukkan kekuatan dan mental yang tangguh di mana tim Hellas Verona ini dibangun.
Selain Briegel, Perben Elkjaer juga berperan sangat penting di musim tersebut, bahkan bisa dibilang bintang utama Hellas Verona. Penyerang asal Denmark, menjadi tokoh protagonis. Gol-gol krusial kerap ia ciptakan. Paling diingat, gol spektakuler ke gawang Juventus dari luar kotak penalti.
Bukan hanya soal gol yang akhirnya mengantarkan Verona memenangkan pertandingan dengan skor 2-0. Satu hal yang cukup menarik lainnya adalah sebelum proses gol tersebut, Elkjaer menendang dengan kondisi satu kakinya tanpa sepatu, yang terlepas setelah dijegal lawan.
Kemudian, satu pemain yang perannya tak kalah penting adalah sang kiper, Claudio Grella. Gawang Hellas Verona amat sulit ditembus. Terbukti dengan hanya 19 gol bersarang di gawang Grella dalam 30 pertandingan. Tentu saja, ini tak lepas dari kuartet bek mereka, kapten Roberto Tricella, Domenico Volpati, Luciano Marangon, dan Mauro Ferroni.
Selain benteng pertahanan mereka, trio gelandang lokal pendamping Briegel juga tampil luar biasa. Diisi oleh playmaker Antonio Di Gennaro dan duet winger Pietro Fanna – Luciano Bruni, kuartet gelandang ini sanggup memberikan keseimbangan dalam urusan penyerangan maupun pertahanan. Terakhir, di lini depan, Giuseppe Galderisi mendampingi Elkjaer untuk menjadi top skorer kedua Hellas Verona di akhir musim.
Nyaris tidak ada nama terkenal di sana, kecuali dua pemain asing tersebut. Skuad Hellas Verona musim itu juga hanya diisi 18 pemain. Bagnoli menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pelatih handal. Ia mampu mengorganisasi tim yang medioker menjadi tim yang bermain dengan kekuatan kolektif. Tidak ada pemain yang merasa lebih hebat dari yang lain karena kewibawaan Bagnoli.
Namun kisah dongeng Hellas Verona hanya sampai di titik tersebut, pasalnya di musim-musim selanjutnya mereka tak berhasil raih hasil maksimal.
Di piala champions musim 1985/86, mereka harus kandas dari Juventus dan hal itu menutup lembar pesta Hellas Verona untuk selamanya. Trofi selanjutnya yang mereka raih yakni hanya sebatas gelar Serie B tahun 1999.
Di awal dekade 2000-an mereka sempat tampil lumayan di Serie A dengan kombinasi beberapa rising star seperti Adrian Mutu dan Mauro Camoranesi. Sayangnya, tidak ada prestasi riil yang mampu mereka peroleh.