Tak bisa dipungkiri bahwa sepakbola merupakan olahraga yang paling menyenangkan dan populer di dunia. Semua orang boleh memainkan si kulit bundar, kapan dan dimana pun, entah di jalanan atau pun di halaman rumah. Jika memainkan sepakbola di tempat-tempat tersebut maka kita bebas untuk menentukan aturan tersendiri.
Namun, jika dalam sebuah pertandingan sepakbola yang bersifat resmi tentunya segala persyaratan yang telah ditentukan harus dipenuhi, tak terkecuali dengan segala atribut yang berada di lapangan, seperti jaring gawang, bola, peluit wasit, dan garis lapangan. Keberadaan itu semua sangat lah penting, termasuk adanya tiang bendera di sudut lapangan.
Nah tahukah kamu footballovers bahwa dalam pertandingan sepakbola profesional, pertandingan tidak akan dimulai jika tidak terdapat 4 buah tiang corner di lapangan?
Pada final Piala Dunia 1974, wasit yang ketika itu memimpin laga, Jack Taylor, tidak kunjung memulai pertandingan dengan alasan salah satu tiang corner di lapangan tidak ada. Pertandingan baru dapat dimulai setelah pihak penyelenggara mendatangkan tiang pengganti.
Tidak ada yang salah dari apa yang dilakukan oleh Jack Taylor, karena memang hal tersebut tertulis pada law of the game FIFA.
Dalam Law Of The Game FIFA tersebut tertulis bahwa “Sebuah tiang bendera, setidaknya tinggi 1,5 meter (5 kaki), dengan puncak tidak runcing dan bendera harus ditempatkan di setiap sudut. Tiang bendera juga dapat ditempatkan di setiap ujung garis tengah, setidaknya 1 meter (1yd) di luar garis sentuh/garis permainan.”
Namun pertanyaannya kemudian, apa sebenarnya fungsi dari tiang corner tersebut sampai bisa menunda jalannya sebuah pertandingan?
Keberadaan tiang bendera sangatlah penting. Ternyata asal-usul tiang corner berasal saat sepakbola masih baru mulai dimainkan. Ketika itu lapangan belum memiliki garis pinggir lapangan. Wasit sering kebingungan untuk menentukan apakah bola sudah keluar lapangan atau belum.
Akhirnya ditaruhlah tiang di setiap pojok lapangan sebagai patokan pinggir lapangan bagi wasit pertandingan. Dan hingga kini, keberadaan tiang corner masih terus dipertahankan bahkan menjadi syarat berlangsungnya pertandingan.
Tiang bendera di sudut lapangan juga sebagai penanda para pemain untuk melakukan sepak pojok atau istilah lainnya tendangan sudut. Tendangan sudut itu sendiri diperkenalkan ke sepak bola sebagai bagian dari Peraturan Sheffield pada tahun 1868.
Kemudian dalam prakteknya bila bola menyentuh tiang bendera dan memantul kembali ke lapangan maka bola masih dianggap hidup atau istilahnya play on.
Menurut wasit Joe Mchugh, Pesepak bola tidak diperkenankan menyingkirkan bendera ketika melakukan sepakan pojok. Bila bendera tidak disengaja tersentuh oleh para pemain maka hal itu tidak apa-apa.
Wasit Keith Contarino menambahkan bahwa sang pemain boleh menyentuh bendera sepak pojok seperti halnya menyentuh gawang. Tetapi memindahkan bendera tersebut adalah hal yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan tidak sengaja. Hal ini pun tercantum dalam Law Of The Game FIFA.
Mengingat bahwa bendera sudut adalah salah satu dari beberapa ‘alat peraga’ yang dapat ditemukan pemain pada saat-saat setelah dia mencetak gol, tidak mengherankan bahwa begitu banyak dari pesepak bola yang menggunakannya untuk membantu perayaan gol.Â
Saat Piala Dunia tahun 1990, Roger Milla mencetak gol ketika melawan Rumania dan langsung berlari ke pojok lapangan untuk mengangkat tiang corner dan merayakan golnya. Bahkan Milla sering merayakannya dengan menari di tiang bendera.
Pemain lain yang rayakan gol memakai aksesoris tiang bendera adalah Lee Sharpe, pemain MU era 90-an ini sering merayakan gol dengan bergaya ala Elvis Presley. Dengan menjadikan tiang bendera di sudut lapangan sebagai mic, Sharpe pun berjoget layaknya “Raja Rock & Roll”.
Yang paling terkenal tentu saja Tim Cahill, setelah cetak gol pemain Australia yang pernah memperkuat Everton ini akang berlari ke sudut lapangan lalu meninju tiang corner layaknya seorang petinju yang sedang memukuli lawannya.