Footballovers, Masih ingatkah kalian dengan Michael Ballack ? Ya, Michael Ballack,, seorang legenda Timnas Jerman. Ia pernah dijuluki Little Kaiser, merujuk kehebatannya yang diprediksi bisa menyamai bahkan melampaui Der Kaiser yakni Franz Beckenbauer.
Sejak sebelum menginjak masa remaja, sang “Kaisar Kecil” Michael Ballack telah menjadi pusat perhatian karena bakatnya yang menonjol. Namun karirnya baru mulai menanjak saat ia tampil di Bundesliga 2 Jerman pada 1995. Meski klubnya harus terdegradasi, ia dipanggil ke timnas Jerman U-21.
Sejak saat itu, selain menjadi langganan timnas Jerman, Ballack juga menjadi pemain inti di klub Kaiserslautern, Bayer Leverkusen, Bayern Munchen, hingga bergabung di klub Liga Primer Inggris Chelsea.
Ballack melakukannya dengan menjadi salah satu gelandang terbaik dunia hingga awal 2000-an. Namanya semakin melambung seiring penampilan luar biasanya di lini tengah Bayern Leverkusen yang berhasil dibawanya menuju final Liga Champions 2001/02. Sayang mereka harus takluk dari Madrid yang membuatnya menangis malam itu.
Di generasinya, Michael Ballack bisa dikatakan sebagai pemain Jerman paling bertalenta. Ia memiliki skill, teknik, hingga kharisma yang sangat luar biasa untuk memimpin rekan-rekannya diatas lapangan. Akan tetapi, ia punya kenangan buruk sebagai pemain: yakni sering kalah dalam laga final.
Ballack menjalani karier sepakbola selama 17 musim. Pemain kelahiran 26 September 1976 ini bukannya tanpa gelar. Namun pada momen tertentu, ia seperti kehilangan daya magisnya.
Di Timnas Jerman, Bayern Leverkusen, Bayern Munchen, dan Chelsea, ia kerap kalah pada partai genting. Beberapa terjadi di laga final. Julukan “Mr. Runner-up” pun melekat padanya.
Awalnya, kegagalan menjuarai Bundesliga musim 1999/00 hanya dianggap sebagai kesialan semata bagi Ballack. Di laga terakhir, Leverkusen hanya butuh hasil imbang melawan SpVgg Unterhaching. Nyatanya, Leverkusen justru kalah 0-2 dengan salah satu golnya hasil bunuh diri Ballack.
Di saat bersamaan,FC Bayern menumbangkan Werder Bremen 3-1. FC Bayern dan Leverkusen meraih poin sama yakni 74 di akhir kompetisi. Namun FC Bayern lebih unggul selisih gol 45 berbanding 38.
Rupanya kegagalan menjuarai Bundesliga tersebut menjadi awal dari karirnya yang dihiasi dengan kekecewaan di laga puncak. Setelah kalah di final Liga Champions Eropa dari Real Madrid.
Di tahun yang sama, Ballack kembali menelan kekecewaan di partai penting. Kali ini terjadi di ajang DFB Pokal, ia gagal mengantarkan Leverkusen merebut gelar juara setelah timnya takluk 2-4 dari Schalke 04 di laga final.
Di ajang Bundesliga Ballack juga merasakan runner up lagi. Di Bundesliga musim 2001/02, tiga laga terakhir berujung kekalahan membuat Leverkusen turun ke posisi dua dan peringkat pertama direbut Borussia Dortmund.
Sekitar dua bulan pasca kegagalan bersama Leverkusen di kompetisi domestik. Ballack kembali alami kutukan di laga final, kali ini bersama tim nasional Jerman. Di piala dunia 2002 tim panser takluk dari Brasil lewat penampilan gemilang Ronaldo il fenomeno. Meskipun ia tidak main dilaga final tersebut, namun tetap saja ia menjadi bagian dari tim yang kalah.
Kutukan terhadap Ballack seolah makin menjadi-jadi karena ia kerap menggunakan nomor punggung 13. Angka 13 secara umum memang dikenal sebagai angka sial. Ballack tentu tak percaya hal semacam itu dan ia pun tetap menggunakan nomor punggung 13. Toh, Alessandro Nesta yang juga identik dengan nomor punggung 13 tetap meraih kesuksesan dengan menjuarai Piala Dunia pada 2006.
Setelah mengalami rentetan kegagalan bersama Bayer Leverkusen, Ballack hijrah ke Bayern Munchen setelah perhelatan piala dunia 2002. Di Bavarian ia ingin menghapus kutukan tersebut.
Terbukti, bersama FC Bayern, Ballack meraih double winners kompetisi domestik sebanyak tiga kali dalam kurun empat musim. Meski begitu, bersama FC Bayern, Ballack juga pernah rasakan posisi runner up, yakni di Bundesliga 2003/04.
Pada 2006, Ballack bergabung dengan Chelsea, Mencari tantangan baru dengan klub yang bermarkas di Stamford Bridge tersebut, Ballack seolah hanya melanjutkan ombak kesengsaraanya.
Bersama The Blues, Ballack berhasil menuju partai puncak Liga Champions Eropa musim 2007/08, namun lagi lagi, kutukannya seakan tak mau lepas. Chelsea kalah dari Manchester United lewat babak adu pinalti.
Nestapa masih belum usai bagi Ballack. Tak lama setelah kegagalan di Liga Champions, Ballack berhasil membawa Jerman melaju ke babak final Piala Eropa 2008. Jerman menghadapi Spanyol kala itu. Akan tetapi, Spanyol berhasil mengukir sejarah.
Tim Matador sukses mengangkat trofi lewat gol tunggal Fernando Torres. Malam itu, Ballack tak menangis. Dia hanya melihat ke atas langit sambil sesekali tersenyum sinis.
Bahkan di tahun yang sama, Chelsea hanya terpaut dua poin dari Manchester United yang berhasil menjadi juara Liga Primer Inggris. Tak hanya di liga primer, Ballack juga gagal bawa the blues raih trofi piala liga. Tahun 2008 menjadi tahun yang buruk bagi Ballack, karena ia meraih empat medali Runner Up, tiga bersama Chelsea dan satu bersama timnas Jerman.
Bukan kebetulan juga jika Timnas Jerman baru meraih gelar juara Piala Dunia pada 2014, empat tahun setelah Ballack pensiun. Ballack bahkan seolah dipaksa pensiun ketika itu. Pelatih Jerman, Joachim Loew, tidak membawanya ke Piala Dunia 2010 karena cedera.
Setelah itu, Loew menawarkan dua laga uji tanding untuk Ballack agar ia bisa menggenapi caps ke-100 di Timnas Jerman sebelum ia pensiun. Ballack yang ketika itu kembali ke Bayer Leverkusen menolak dan meresponsnya dengan pensiun dari Timnas karena merasa tak lagi dihargai oleh Loew.
Pensiunnya Ballack menjadi kesempatan besar bagi gelandang berbakat Jerman lainnya seperti Sami Khedira, Bastian Schweinsteiger, Mesut Ozil, hingga Thomas Mueller.
Bersama para pemain berbakat itupun, Jerman berhasil menjadi tim terkuat dunia dengan menjuarai Piala Dunia 2014 di Brasil.
Meski begitu, sepanjang karirnya Ballack berhasil meraih beberapa trofi seperti 3 gelar Bundesliga dan sebuah gelar Liga Primer, dua trofi paling bergengsi yang pernah diraihnya.
Tak pernah membawa timnas Jerman juara tak lantas menjadi keterpurukan mendalam bagi Ballack. Dengan segala dedikasi dan perjuangannya, ia tetap menjadi bagian dari para legenda Jerman. Ia telah memenangkan hati para pendukung Jerman.
Dan mungkin, itulah kemenangan termanis yang pernah diraih dalam perjalanan karirnya.