Footballovers, Portugal selalu melahirkan pemain-pemain yang mempunyai nama besar, sebelum Cristiano Ronaldo,Luis Nani, Simao Sabrosa, atau Joao Felix muncul. Negeri samba eropa itu juga pernah memiliki pemain hebat yaitu Rui Costa.
Ya, nama Manuel Rui Costa mungkin sudah tidak asing lagi terdengar di telinga pecinta si kulit bundar. Pria yang satu ini pernah meraih masa kejayaan pada era 90-an hingga awal 2000-an. Yang mana ia bermain di kompetisi terbaik dunia saat itu, Serie A Italia.
Ketika merumput di Negeri Pizza, Rui Costa adalah bagian dari kesebelasan Fiorentina dan AC Milan. Bahkan ketika didatangkan AC Milan, Rui Costa membuat rekor dengan menjadi pemain termahal dalam sejarah klub.
Kala itu, penampilan gemilang Rui Costa selama tujuh musim bersama Fiorentina membuat harganya sangat tinggi. Dan AC Milan pun tak ragu untuk memboyongnya ke San siro. Saat membela Fiorentina dari tahun 1994 hingga 2001, ia telah mempersembahkan dua trofi Coppa Italia dan satu gelar Piala Super Italia.
Selama tujuh musim tersebut, ia selalu menjadi andalan di lapangan tengah La Viola dengan jumlah penampilan sebanyak 276 kali dan mencetak 50 gol di semua kompetisi. Penampilannya sangat memukau bersama duetnya saat itu, Gabriel Batistuta. Mereka berdua menjadi duet menakutkan, salah satu duet terbaik sepanjang masa dalam dunia sepakbola. Pasalnya Rui Costa kerap menciptakan umpan yang dikonversi menjadi gol oleh Batistuta.
Sebagai pesepakbola, Rui Costa memang dianugerahi dengan teknik olah bola yang mumpuni, kontrol bola yang menawan, kemampuan membangun serangan, serta ketajamannya dalam melihat peluang gol. Gaya permainannya memang khas. Ketika bola berada di kakinya, bola seakan melekat, sulit sekali merebut bola darinya.
Berkat segala kehebatan yang ditinggalkannya di Artemio Franchi, akan sulit bagi siapa pun yang mengenakan nomor punggung 10 di Fiorentina, untuk lepas dari bayang-bayangnya. Nomor tersebut sangat identik dengannya.
Ingatan suporter Fiorentina agaknya akan selalu terpaut padanya ketika melihat nomor tersebut. Berkat kehebatannya pula ia dijuluki sebagai “The Maestro” atau, sebagaimana suporter Fiorentina menyebutnya, “il Maestro Fiorenze“. Sang Maestro lapangan tengah itu adalah Rui Costa. Gerak-geriknya di lapangan dalam menyusun serangan adalah orkestrasi berkelas.
Perlu footballovers ketahui, Bakat emas Rui Costa ditemukan oleh legenda sepanjang masa Portugal, Eusebio. Saat pertama kali ikut latihan bersama tim junior Benfica, belum genap 10 menit berlatih, Eusebio sudah yakin bahwa Rui Costa kelak akan menjadi pemain pesepakbola hebat. Dan rupanya prediksi itu tepat.
Manuel Rui Costa, Gelandang serang kelahiran 29 maret 1972 di Amadora, Portugal mengawali karir profesionalnya di Benfica. Di klub tersebut ia bermain dalam 111 pertandingan dan mencetak 19 gol dalam tiga musim di semua ajang. Ia membantu tim meraih gelar liga portugal dan satu gelar piala Portugal.
Seperti yang sudah kami singgung di awal, bahwa raksasa Italia, AC Milan merekrut Rui Costa dari Fiorentina pada tahun 2001 dengan harga fantastis yaitu 43,9 juta euro atau sekitar Rp 654 Miliar. Biaya mahal yang dikeluarkan oleh AC Milan tersebut dibayar Rui Costa dengan performa mengesankan.
Tapi, debutnya bersama AC Milan sangat pahit karena ia mengalami cedera pergelangan tangan hingga membuat musim pertamanya bersama Rossoneri tidak terlalu mulus. Di musim itu ia hanya tampil 33 kali di semua kompetisi.
Rui Costa kemudian bisa bangkit dan kembali menemukan performa gemilangnya. Ia menjadi bagian penting dari kesuksesan AC Milan di Liga Champions musim 2002/03. Penampilan menonjol Rui Costa muncul di babak penyisihan grup ketika mengalahkan tim kuat saat itu, Deportivo La Coruna di Riazor dengan skor 4-0. Rui Costa menjadi aktor dalam proses semua gol Milan. Termasuk hattrick yang dicetak Filipo Inzaghi.
Rui Costa juga tampil gemilang di ajang Coppa Italia pada musim yang sama, ia membantu Milan merengkuh gelar juara. Performa gemilangnya membuat ia menjadi incaran Barcelona. Tapi pria asal Portugal itu memilih tetap bertahan di San Siro.
Semenjak kedatangan Ricardo Kaka pada tahun 2003, sempat membuat Rui Costa jarang mendapatkan menit bermain yang banyak. Namun, bagi Kaka, Rui Costa adalah guru atau profesor.
Pada musim 2003/04, Rui Costa membantu Milan merengkuh Scudetto. Lalu semusim berikutnya di ajang serie A melawan Brescia ia mencetak gol spektakuler. Tendangan melengkungnya gagal di halau penjaga gawang Brescia saat itu.
Dalam lima musimnya bersama AC Milan, ia mampu memberikan satu gelar juara Serie A, satu trofi Coppa Italia, satu trofi Piala Super Italia, satu trofi Liga Champions, dan satu trofi Piala Super Eropa. Pada musim 2006/07, Rui Costa pulang kampung ke Benfica dan membela tim masa kecilnya itu selama dua musim.
Selain Eusebio dan Kaka, banyak pemain yang kagum akan kehebatannya. Cristiano Ronaldo, juniornya di Portugal menjadikan Rui Costa sebagai pemain idolanya. Pele memasukkan Rui Costa dalam jajaran 100 pemain sepakbola terbaik sepanjang masa.
Sementara bersama tim nasional Portugal, Rui Costa sempat di sebut sebagai generasi emas berkat penampilan apiknya di tim junior Portugal. Di level Junior Rui Costa membantu Portugal meraih banyak Prestasi, salah satunya gelar juara piala dunia u-20 tahun 1991.
Sedangkan, di timnas senior ia berhasil mencetak 26 gol dari 94 pertandingan. Prestasi terbaiknya hanyalah runner up piala eropa 2004. Dan Pada tahun 2008 Manuel Rui Costa sang Maestro lini tengah itu akhirnya pensiun dari sepakbola. Hingga kini ia masih dianggap sebagai Playmaker terbaik pada generasinya.