“Ini adalah tampilan tanpa pamrih yang paling tegas yang pernah saya lihat di lapangan sepak bola”
“Berdetak di setiap helai rumput, berkompetisi sebagai-olah dia lebih memilih mati karena kalah dari berkalah, dia menginspirasi di sekelilingnya. Saya merasa puas bisa bertarung dengan pemain seperti itu.” (Dikutip Thisfootballthemes )
Ucapan itu keluar dari mulut Sir Alex Ferguson, ketika melihat performa gemilang Roy Keane, pemain yang sarat kontroversi itu telah meninggalkan kesan abadi pada manajer legendaris asal Skotlandia tersebut.
Bersama Manchester United, Roy Keane menikmati banyak malam yang berkesan. Tetapi pada 21 April 1999 mungkin sebagai yang tak terlupakan. Itu adalah malam bagi Keane yang tampil luar biasa hampir secara tunggal membawa United ke final Liga Champions pertamanya dalam 31 tahun terakhir.
Menghadapi Juventus yang telah mencapai tiga final Liga Champions sebelumnya, I Bianconeri mendapat keuntungan setelah bermain imbang 1-1 di Old Trafford pada semifinal leg pertama.
Pada malam yang cerah di Turin, skuad asuhan Sir Alex Ferguson memulai laga dengan awal yang buruk, dengan dua gol dari Filippo Inzaghi dalam 11 menit pertama yang membuat si nyonya tua alami keunggulan yang tampaknya tidak dapat terbalaskan.
Tapi Roy Keane, sang kapten Manchester United menolak untuk menyerah, menolak untuk kalah. Keane mulai mengatur rekan-rekannya, mengatur ritme permainan dan tempo untuk apa yang akan terjadi selanjutnya. Dua gol cepat Juventus nyatanya tidak membuat mental bertanding pemain United Down.
Justru yang terjadi sebaliknya, Man United mulai memegang kendali permainan. Tampak jelas bahwa mereka begitu tenang dan sabar dalam membangun serangan demi serangan sepanjang sisa waktu pertandingan.
Roy Keane, pemain asal Irlandia itu ada di mana-mana; bermain dengan penuh percaya diri, menghentikan serangan Juventus dan menjadi orang pertama yang membangun serangan Man United.
Hal itu adalah kinerja yang menunjukkan dengan tepat mengapa Keane berada di daftar di antara para pemain terbaik Liga Premier. Pertunjukan Keane di lapangan akhirnya berbuah manis di menit ke 24.
Bermula dari sepak pojok, Keane berhasil menyambut bola dan mengarahkannya ke tiang jauh. Dan Man United berhasil memperkecil kedudukan menjadi 2-1 dan membuat tim setan merah memimpikan hal yang tak terpikirkan.
Gol dan kinerja Keane di atas lapangan mampu memompa pemain-pemain lain seperti Andy Cole, Dwight Yorke dan alumnus Class Of 92 yang lain untuk bersinar pada laga tersebut.
Penampilan hebat Keane adalah kejutan yang dibutuhkan rekan setimnya untuk mengatasi kelengahan mereka di awal babak pertama dan United mulai menemukan skema permainan yang cocok.
Serangan demi serangan United akhirnya kembali berbuah hasil. Kali ini pelakunya adalah Dwight Yorke, Ia mencetak lewat sundulan setelah memanfaatkan bola silang, itu terjadi hanya 10 menit setelah gol sundulan Keane.
Gol yang diciptakan oleh Yorke membuat Man United kembali memegang kendali dan yang terpenting kala itu, aturan gol tandang membuat tim setan merah semakin bersemangat, bagaimana pun Roy Keane telah menginspirasi pemain lain untuk tidak gampang menyerah.
Beberapa menit sebelum Gol Yorke tercipta, umpan salah dari bek sayap Jesper Blomqvist membuat Zidane dapat menguasai bola, Zidane lalu melakukan gerakan menuju kotak penalti, Keane yang tak kenal ampun berhasil menghadang laju Zidane. Meski pada akhirnya mendapat kartu kuning, tapi setidaknya Keane telah menyelamatkan MU dari ancaman berbahaya dari pemain prancis tersebut.
Peran Keane di lini tengah Manchester United amat vital pada pertandingan tersebut, ia tak kenal lelah, berlari kesana kemari. Kehebatan lain yang di miliki Keane adalah ia pandai untuk melakukan tekel bersih guna menghentikan aliran bola Juventus yang mengarah ke gawang Peter Schemeicel.
Meski Juventus mempunyai sederet gelandang yang berkelas seperti Zinedine Zidane, tapi Keane mampu tampil lebih baik dari pemenang piala dunia tahun sebelumnya itu.
Selain Zidane, Edgar Davids juga kerap berduel dengan Keane di lapangan tengah. Menghadapi jendral lini tengah Juventus itu,Keane berhasil membuat frustasi pemain asal Belanda tersebut nyaris selama 90 menit.
Sebuah tampilan pemenang bola yang brilian, Keane tidak gentar dengan kartu kuning yang dikeluarkan sebelumnya, terus berjuang untuk setiap bola seolah-olah hidupnya tergantung pada penampilannya di lapangan.
Tidak seperti Blomqvist, penampilannya nyaris sempurna, para pemain seperti David Beckham berhasil menerima manfaat utama dari performa yang penuh semangat dari Roy Keane.
Dengan enam menit tersisa, Andy Cole memastikan tempat Man United di final dengan gol yang membuat Setan Merah unggul pada malam itu dan meninggalkan Juventus yang membutuhkan dua gol tambahan untuk lolos.
Pada akhirnya peluit panjang di bunyikan, Man United melaju ke final dengan skor agregat 4-3. Manchester United kemudian mengalahkan Bayern Munich di final yang dramatis.
Tanpa peran dari Roy Keane, United rasanya mustahil untuk merengkuh treble winner di musim yang hebat tersebut. Meskipun Keane tidak mencetak gol di partai final, tapi penampilan bak superhero di laga semi final leg kedua versus Juventus membuat namanya tetap dikenang sebagai salah satu pemain pengantar gelar bersejarah Man United.
Semifinal di Turin telah menunjukkan kemampuan sepakbola dan kecerdasan yang dimilikinya.