Barcelona merupakan salah satu tim terbaik dunia saat ini. Sejak dibela oleh pemain seperti Ronaldinho, Samuel Eto’o, hingga Thierry Henry, La Blaugrana selalu setia menampilkan permainan ofensif nan indah.
Namun akhir-akhir ini, pola dan gaya bermain Los Cules mulai luntur. Sejak mendatangkan pelatih benama Ernesto Valverde, Barcelona tak lagi memainkan pola penguasaan bola.
Pelatih berusia 55 tahun itu bahkan berujar jika ia lebih tertarik untuk memainkan permainan membosankan namun menang, daripada harus bermain indah namun belum tentu memenangkan pertandingan.
Baginya, penguasaan bola tidak terlalu penting. Ia lebih suka mengemban gaya pendekatan pragmatis yang meredam lawan dan memberi mereka sedikit ruang.
Mantan presiden el Barca, Joan Laporta, juga turut menyebut Barcelona telah kehilangan identitasnya musim ini. Dalam beberapa musim terakhir Barcelona gagal berprestasi di kompetisi Eropa. Terakhir, mereka disingkirkan oleh Liverpool di ajang Liga Champions.
Sempat menang 3-0 di leg pertama di Camp Nou, Barca justru takluk 0-4 pada laga kedua. Laporta menilai kegagalan demi kegagalan Blaugrana di Eropa akibat mereka telah kehilangan identitas.
“Mes que un Club bukan hanya sebuah semboyan, itu adalah deklarasi dari prinsip-prinsip. Kami memiliki patokan yang merupakan gaya sepakbola asli yang diajarkan Johan Cruyff. Kami bertaruh dengan mengembangkan akademi dan sekarang klub sudah menyimpang dari itu,”
“Kami melakukan itu karena hal tersebut adalah cara untuk konsisten dengan apa yang kami lakukan, untuk bermain gaya sepakbola yang menjadi identitas kami. Waktu telah membuktikan bahwa keputusan kita benar, mereka (para pemain dan pelatih) adalah arsitek sesungguhnya dari kesuksesan itu.”
Kata “menyimpang” yang disampaikan Joan laporte mungkin benar. Selama membesut FC Barcelona, Valverde jarang sekali menampilkan permainan atraktif. Dirinya jarang membuat keputusan berani dan hanya bertumpu pada Lionel Messi.
Dikenal sebagai manajer pragmatis, Valverde telah dapat diprediksi pada sebagian besar kesempatan dengan pilihan timnya. Malcom jarang diberi peluang musim ini dan meskipun memiliki Arthur di skuat, ia lebih memilih Arturo Vidal di leg kedua melawan Liverpool.
Meskipun ia merotasi skuatnya dengan lebih baik musim ini, ia tidak mau mengambil risiko apapun dan memilih untuk menjalani cara yang telah dicoba dan diujinya. Meskipun itu bekerja dengan baik di La Liga, tim-tim Eropa memiliki pemain yang jauh lebih baik dan kadang-kadang perlu sedikit risiko dan inovasi untuk mengejutkan lawan.
Valverde hanya mengharapkan Messi untuk menyelamatkannya sepanjang waktu, dan ketika pemain asal Argentina itu gagal, dia menyerah begitu saja. Kecepatan Malcom dan Ousmane Dembele juga bisa menyulitkan tim lawan, tetapi dia memilih untuk tetap memainkan Coutinho.
Sesungguhnya, Barcelona membutuhkan seorang manajer yang memahami filosofi dan bermain dengan kekuatan mereka.
Dalam hal ini, Valverde harus belajar dari Pep Guardiola yang sukses mengusung pola permainan atraktif. Ia tidak hanya mengandalkan Messi. Ketika itu, seluruh pemain dipaksa mencari ruang dan bergerak secepat mungkin demi bisa mencapai tujuan dari permainan.
Pep benar-benar mengharuskan 11 pemain untuk bermain sebagai playmaker. Dimanapun posisi pemain, mereka harus bisa mengoper bola dengan cepat dan akurat serta melihat pergerakan rekan setimnya.
Membosankannya permainan FC Barcelona ternyata menarik perhatian Xavi Hernandez. Baginya, gaya permainan Barcelona yang sekarang tidak akan membawa mereka sukses di Eropa.
Ia menekankan seluruh komponen tim untuk memainkan pola dominasi pertandingan.
“Barcelona harus kembali bermain dengan mendominasi laga. Kalau tidak, mereka tak akan pernah menjadi juara Liga Champions lagi.”
“Sejarah telah mencatat bahwa Barcelona mampu memenangkan Liga Champions dan Liga Spanyol berkat penguasaan bola yang dominan.
“Itulah yang aku lihat saat ini, mereka tidak mampu tampil dominan pada pertandingan.”
Diperkirakan diisi dengan materi pemain baru musim depan, mampukah Barcelona mengembalikan filosofi permainannya?