Manchester United masih menjalani musim yang tidak meyakinkan. Mereka tak mampu tampil konsisten hingga sempat menjadi bulan-bulanan para lawan.
Beberapa waktu lalu, mimpi mereka untuk tampil di Liga Champions Eropa musim depan pun kandas. Bermain imbang dengan klub sekelas Huddersfield menjadi penyebab mengapa United gagal melaju ke posisi empat besar.
Meski tidak sampai kalah, laga dengan Huddersfield bisa dianggap sebagai titik nadir penampilan MU musim ini. Dalam laga yang begitu krusial untuk meraih target ke Liga Champions, mereka malah tampil melempem.
Frustrasi dengan situasi saat ini, ribuan penggemar Manchester United memutuskan tak lagi mengikuti akun Twitter resmi klub kesayangan serta mendorong sesama fans untuk melakukan hal sama.
Tujuan dari gerakan ini, jika jumlah orang yang tak lagi mengikuti akun Twitter klub dirasa sudah mencukupi, itu bisa jadi semacam pesan untuk “membangunkan” Ed Woodward, bos Manchester United, yang terbilang aktif di media sosial Manchester United.
Pasca mencuatnya tagar tersebut, setidaknya 70 ribu fans mendukung gerakan ini dengan memutuskan untuk tidak lagi mengikuti akun resmi klub. Diprediksi, jumlah pengikut kampanye ini akan semakin bertambah.
Fenomena semacam itu tak ubahnya menjadi sebuah aib bagi klub sebesar Manchester United. Mereka dianggap lemah dan tak memiliki taji segarang dulu.
Meraih hanya dua kemenangan dalam sebelas laga menjadi catatan buruk pasca diangkatnya Ole sebagai pelatih permanen. Dampak dari tersingkirnya United di kompetisi Eropa juga menyebabkan penurunan beberapa kesepakatan sponsor.
Setelah gagal mengangkat tim pasca ditarik sebagai pelatih permanen, Ole bahkan sempat mendapat ancaman akan dipecat. Gagal memulihkan reputasi klub, manajemen memprediksi tim akan terus kehilangan kekompakan.
Hal itulah yang membuat MU bisa saja menekan tombol panik jika memang Ole gagal melakukan tugasnya dengan baik.
Yang lebih memprihatinkan lagi, United terancam gagal mendapat pemain incaran mereka setelah tak lagi punya nama besar.
Bek tengah Ajax Amsterdam, Matthijs de Ligt menjadi orang pertama yang menolak tawaran Manchester United. Setan merah sebenarnya sudah diuntungkan dengan sikap agen De Ligt, Mino Raiola, yang memilih klub tersebut untuk menjadi tujuan.
Namun De Ligt ternyata menolak bergabung dengan United karena tak tampil di kompetisi UCL.
Setelah De Ligt, Jadon Sancho yang menjadi incaran MU juga dikabarkan tidak akan menerima tawaran klub. Gelandang Borussia Dortmund itu hanya akan pindah ke klub yang bermain di Liga Champions musim depan.
Selain De Ligt dan Sancho, MU juga dikabarkan kalah dalam perburuan gelandang Sporting Lisbon, Bruno Fernandes. Bruno Fernandes kabarnya lebih memilih bergabung dengan Manchester City yang merupakan rival sekota Manchester United.
Alasannya pun jelas, setan merah tak tampil di kompetisi Liga Champions musim depan.
Musim Manchester Merah benar-benar lenyap, mereka bahkan mencatatkan kebobolan terbanyak setelah musim 1978/79. Kecemerlangan David de Gea selama beberapa tahun mulai terkikis hingga membuat pertahanan klub keteteran.
Musim ini saja, hanya ada nama Heddersfield dan Fulham yang mencatatkan clean sheets lebih sedikit dari Manchester United.
Sejak kepergian Sir Alex Ferguson, klub telah menghabiskan dana sekitar 895 juta euro hanya untuk membeli pemain. Namun tragisnya, hampir tidak ada satupun pemain yang tampil menjanjikan.
Alexis Sanchez dengan gajinya yang selangit menjadi contoh paling jelas dari kebijakan transfer Ed Woodward yang dianggap tidak masuk akal. Sementara Angel Di Maria, Memphis Depay, Henrikh Mkhitaryan dan Daley Blind, mereka semua telah meninggalkan klub dan kembali menemukan peruntungannya masing-masing.
Selain nama-nama itu, Fred juga menjadi pemain yang digembar-gemborkan akan menjadi penyelamat tim. Namun hasilnya? Nihil.
Mirisnya, Manchester United dengan transfer megah tersebut masih kalah saing dengan Tottenham Hotspurs yang tak mengeluarkan dana sepeser pun untuk membeli pemain. Spurs yang sempat menjadi olokan nyatanya mampu bertahan dengan pemain “lama”.
Manchester United bukan lagi mereka yang mampu memenangkan 13 gelar Liga bersama Sir Alex Ferguson. Mereka bukan lagi ancaman di Eropa. Mereka juga tidak lagi menjadi “tim impian” bagi sebagian pemain.
Jika tak ada “gertakan” untuk membangun kembali reputasi, bukan tak mungkin setan merah akan ditinggal beberapa bintang seperti Paul Pogba dan David de Gea.
Dengan begitu, MU berpeluang menjadi tim biasa-biasa saja yang hanya menjadi pelengkap, layaknya tim semenjana yang bisa bertahan di sepuluh besar saja sudah merupakan prestasi.