Dalam komposisi klub-klub papan atas sepak bola eropa, nama Steaua Bucuresti yang mempunyai nama baru Fotbal Club Steaua București (FCSB) tentu tidak masuk ke dalamnya. Mereka tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Real Madrid, Liverpool, Bayern Munchen atau bahkan Totenham Hotspurs sekalipun.
Namun jangan salah, klub sepak bola asal Rumania tersebut merupakan satu dari beberapa tim semenjana yang pernah sukses taklukkan eropa. Pada ajang piala Champions musim 1985/86 mereka berhasil hempaskan raksasa dunia, Barcelona di final.
Keberhasilan FCSB di Sevilla sekitar 33 tahun yang lalu, hari ini tetap menjadi salah satu kemenangan paling mengejutkan dalam sejarah kompetisi antar klub paling bergengsi di eropa tersebut.
Jika melihat sejarahnya, sepak bola Rumania pada era tersebut kurang diperhitungkan di kancah Internasional. Sedangkan, prestasi terbaik klub sepakbola asal Rumania sebelum musim 1985/86 hanyalah semi final Piala Champions Eropa 1983/84 oleh Dinamo Bucarest.
Prestasi lainnya adalah semi final Piala UEFA dan perempat final Piala Inter City Fairs. Kesuksesan FCSB lolos ke Final Piala Champions Eropa 1986 dan kemudian juara merupakan yang pertama bagi klub asal Rumania.
Kesuksesan FCSB di piala Champions musim tersebut merupakan puncak dari dominasi mereka di kancah domestik. Saat itu, FCSB bisa dibilang adalah raja di negerinya sendiri. Sebelum merengkuh trofi si kuping besar, mereka telah 11 kali juara liga dan 14 kali menjuarai piala Rumania.
Piala Champions Eropa musim 1985/86 adalah musim ke-31 turnamen klub sepak bola tertinggi di Eropa. Saat itu, kompetisi masih menggunakan format sistem gugur. Pada putaran pertama, FCSB menyingkirkan wakil Denmark, Vejle dengan aggregat 5-2.
Setelah pertandingan di putaran pertama, FCSB berturut-turut menyingkirkan klub Hungaria, Budapest Honved, wakil Finlandia FC Kuusyi dan Anderlecht masing-masing di babak putaran kedua, perempat final dan semifinal.
Namun, kejutan FCSB awalnya dipercaya hanya sampai disana, karena di final mereka harus berhadapan dengan Barcelona. Selain karena berstatus klub kuat, Barcelona juga diunggulkan karena partai final berlangsung di kota Sevilla.
Selain itu, dengan deretan prestasi serta skuad yang dimiliki El Barca seperti Migueli, Jose Ramon Alexanko, Bernd Schuster, dan Angel Pedraza. Jagoan Spanyol tersebut memang layak dijadikan unggulan pada saat itu, apalagi setelah menyingkirkan juara bertahan Juventus di perempat final.
Hal ini berbeda dengan lawannya, FCSB. Pada musim-musim sebelumnya, mereka selalu takluk di putaran pertama pada kompetisi Piala Champions Eropa. Hal ini ditambah dengan bagaimana ‘prestasi’ dari sepakbola Rumania pada tingkat Eropa maupun internasional.
Hari itu, 7 mei 1986 di hadapan 70 ribu penonton di Estadio Ramos Sanchez Pizjuan, Sevilla. Barcelona yang bertindak seakan-akan sebagai tuan rumah menjamu tim penuh kejutan Steaua Bucuresti atau FCSB.
Pertandingan berjalan alot, kedua tim nampak tak mau kalah begitu saja. Mengusung taktik defensif dan penuh kedisiplinan FCSB berhasil meredam serangan Barcelona. Hingga waktu 90 menit, laga berakhir imbang 0-0. Tambahan waktu 2×15 menit pun dijalankan. Sekali lagi, tak ada gol yang tercipta.
120 menit pertama laga final pun berjalan cukup membosankan, dengan FCSB mengorbankan lini depan agar pertahanan mereka terlalu tangguh untuk ditembus oleh Barcelona. Tetapi semua kesenangan yang tertahan selama itu akhirnya tumpah saat adu penalti digelar.
Empat penalti pertama, dua pemain dari masing-masing tim, berhasil dibaca dengan baik oleh kedua kiper sehingga tidak terjadi gol. Penyerang FCSB, Marius Lacatus akhirnya memecah kebuntuan ketika tembakannya melaju kencang ke dalam gawang Barca yang dijaga Javier Urruti.
Sementara kiper FCSB, Duckadam melakukan penyelamatan lagi, kemudian gelandang Gavril Balint mengecoh kiper Barca yang bergerak ke arah salah dan membawa klub Rumania unggul 2-0. Harapan Barca kemudian jatuh ke penyerang Marcos Alonso, tetapi lagi-lagi, Duckadam kembali menebak arah bola.
Duckadam menepis empat tendangan penalti yang dilakukan pemain-pemain Barcelona hingga membawa FCSB meraih Piala Champions untuk pertama kalinya. Atas penampilannya, Helmuth Duckadam, kemudian di sanjung sebagai Hero of Seville.
Keberhasilan tersebut juga menjadi kesan tersendiri bagi Striker FCSB, Viktor Piturca. Pasalnya, dua tahun sebelum laga final, ia sedang bertanding di sebuah turnamen di Gijon dan membelikan sebuah jersey untuk putra kesayangannya.
“Pada 1984 saya bersama Steaua di sebuah turnamen di Gijon di Spanyol,” “Saya membelikan putra saya yang berusia satu tahun sebuah kit kecil dari tim favorit saya Barcelona. Saya tidak dapat menebak bahwa dua tahun kemudian saya akan mengalahkan mereka di final.” Victor Pițurcă kepada UEFA.com.
Piturca menambahkan bahwa kemenangan atas Barcelona tersebut terlihat istimewa karena mereka tak memiliki banyak, dan hanya bermodalkan pemain-pemain yang penuh semangat.
“Kami adalah tim dari Eropa timur, tanpa uang, dan kami meraih begitu banyak karena kami adalah pemain yang sangat bagus dan membentuk tim yang sangat baik,” tambah Pițurcă.
Pada kompetisi tersebut, Lini belakang FCSB yang di komandoi Stefan Lofan sangat tangguh sepanjang turnamen, mereka tidak kemasukan lebih dari satu gol dalam laga-laga sebelumnya dan meraih empat clean sheet. Clean sheet terakhir didapat dalam pertandingan krusial leg kedua semi-final melawan Anderlecht.
Setelah merengkuh gelar juara piala Champions, di tahun yang sama FCSB melanjutkannya dengan meraih trofi piala super eropa setelah mengalahkan Dinamo Kiev dengan skor tipis 1-0 melalui gol pemain baru mereka, Georghe Hagi.
Keberhasilan FCSB menjadi juara Piala Champions Eropa menjadi yang pertama bagi klub sepakbola asal Rumania. Setelah kesuksesan tersebut, tidak ada lagi klub asal Rumania yang mampu menjadi juara pada kompetisi antar klub Eropa.
Kesuksesan mereka juga menjadi kesuksesan pertama bagi klub asal Eropa Timur menjadi juara Piala Champions Eropa, setelah mereka hanya Red Star Belgrade (Yugoslavia) yang mengikuti jejaknya dengan metode kemenangan yang serupa yakni adu penalti setelah bermain ‘kacamata’ selama 120 menit.