Supporter menjadi salah satu faktor paling berpengaruh dalam kesuksesan sebuah klub. Tanpa sekelompok orang yang berdiri tegap di sekeliling lapangan, mustahil rasanya bila permainan sepakbola terbungkus dalam suasana sukacita.
Kumpulan orang yang dianggap memiliki loyalitas tinggi itu secara tidak langsung mampu memberi efek positif bagi kesuksesan sebuah tim dalam pertandingan. Percaya atau tidak, mereka yang bermodal cinta dan teriakan tak terhingga mampu bangkitkan gairah para pemain untuk terus berjuang selama 90 menit permainan.
Di Jerman, para fans adalah salah satu jawaban utama mengapa kompetisi Bundesliga dapat menjadi besar. Penggemar bukan semata sapi perah yang terus dikuras uangnya untuk menopang klub, namun juga menjadi pemilik yang dapat turut serta menentukan arah perjalanan.
Keterlibatan pendukung dalam mengelola klub diwujudkan melalui regulasi bernama “50+1.” Dengan regulasi ini, sepakbola Jerman menyediakan ruang bagi para penggemar untuk menjadi pemilik saham mayoritas sebanyak 51 persen. Sedangkan peran investor dibatasi secara proporsional. Mereka tak boleh memiliki saham klub lebih dari 49 persen.
Tujuannya jelas, penyelenggara Bundesliga tak ingin para investor membawa klub ke jurang kehancuran dengan berbagai kebijakan yang dibuat tanpa perhitungan. Bagi pihak penyelenggara liga, klub memang dituntut untuk untung, tapi tidak dengan mengorbankan kepentingan penggemar.
Bicara tentang supporter sepakbola Jerman, maka penggemar klub Borussia Dortmund akan menjadi sorotan. Di tribun selatan atau sudtribune Stadion Signal Iduna Park, atau yang biasa dikenal dengan The Yellow Wall, akan selalu tersaji kebisingan, kemegahan, serta atmofer luar biasa yang menjadikan markas Borussia Dortmund sangat mengintimidasi kubu lawan.
Suara nyanyian yang menyatukan koreografi penuh semangat. The Yellow Wall, adalah bukti nyata kekuatan suporter sepak bola dan nyawa bagi Signal Iduna Park.
The Yellow Wall yang berpijak di tribun selatan berkapasitas 25.000 penonton, menjadikannya sebagai tribun berdiri terbesar di Eropa.
“Jika kamu adalah musuh, maka itu bisa menggetarkan bahkan menghancurkan mentalmu. Tapi jika kamu adalah bagian dari Dortmund, maka kamu akan merasakan atmosfir yang fantastis!” Ujar kiper legendaris, Roman Weidenfeller (dikutip dari situs resmi Bundesliga).
Weidenfeller adalah saksi bagaimana The Yellow Wall seolah memberikan pertahanan ekstra bagi gawangnya setiap kali ia membelakanginya. Atau disuguhi pemandangan yang istimewa tiap kali ia berdiri menghadapnya.
Satu lagi testimoni tentang The Yellow Wall datang dari pemain rival Dortmund, Bastian Schweinsteiger. Mantan gelandang Bayern Munchen itu mengatakan bahwa satu hal yang paling ia takuti dari Dortmund adalah The Yellow Wall.
“The Yellow Wall adalah hal yang paling aku takuti”, ujar Bastian Schweinsteiger (dikutip dari situs resmi Bundesliga)
Tergolong kedalam kelompok penggemar terbaik di dunia, The Yellow Wall memiliki sejarah yang cukup menarik.
Sudtribune dibangun pada awal 1970-an dengan ruang untuk 12 ribu orang dan dibangun ulang dengan kapasitas dua kali lipat pada 1990-an, tepat ketika Dortmund mulai memenangi trofi-trofi.
Westfalenstadion, yang kini bernama Signal Iduna Park awalnya bukan termasuk venue untuk Piala Dunia 1974 di Jerman, tapi saat Koln mundur sebagai salah satu kota penyelenggara, Dortmund mengambil jatah empat pertandingan. Tidak seperti kebanyakan venue lainnya, stadion ini tidak memiliki trek lari di sekitar lapangan dan klub dapat dengan bangga menyatakan mereka mempunyai stadion murni.
Uli Hesse, seorang penulis yang juga penggemar Borussia Dortmund, meyakini tribun itu pertama kali disebut Yellow Wall pada 2005, oleh satu grup ultras yang membuat banner raksasa yang menggantung dari Sudtribune bertuliskan ‘Gelbe Wand Dortmund’.
The Yellow Wall memang pantas disebut sebagai supporter paling gila. Bukan hanya tentang dukungan yang diberikan dari pinggir lapangan, namun juga dukungan diluar lapangan.
Mereka yang tak ingin klub mengalami kebangkrutan terus melakukan protes panjang agar manajemen mau bertindak. Tepat pada tahun 2005, sejumlah gaji pemain sempat dipotong, termasuk sang kiper Roman Weidenfeller.
Mereka terus menimbulkan kebisingan demi menyadarkan para petinggi klub bahwa tim yang paling mereka cintai sedang diambang kehancuran.
Meski tidak terlalu memberi dukungan secara finansial, dukungan para penggemar itu sukses mendatangkan investor untuk mau membantu keuangan klub. Dari situ, semua orang tahu bahwa para penggemar Borussia Dortmund benar-benar peduli dengan kondisi yang tengah dialami klub.
Dari momen itu pula tercipta cikal bakal pergantian nama stadion, dari Westfalenstadion menjadi Signal Iduna Park.
Berkat segala dedikasi yang ditunjukkan para penggemar, khususnya saat berada didalam stadion, pada 2009, The Times menyebut Signal Iduna Park dengan atmosfer yang diciptakan oleh The Yellow Wall sebagai stadion terbaik di dunia.
“Tempat ini dibangun untuk sepak bola dan penggemar untuk mengekspresikan diri. Setiap Final Piala Eropa layak diadakan disini.” The Times (dikutip dari espn).
Selain dukungan tanpa henti pada 2005 silam, musim 2014/15 juga menjadi ujian loyalitas bagi The Yellow Wall. Kala itu, Borussia Dortmund pada paruh musim menempati zona degradasi. Kekalahan atas tim Padeborn 07 berakhir unik, dengan Matt Hummels, dan Roman Weidenfeller, menghampiri The Yellow Wall, untuk mendengar keluhan dan masukan dari suporter secara langsung.
Mereka bahkan menjanjikan bahwa Borussia Dortmund akan menjadi lebih baik pada pertandingan berikutnya.
Lalu, pada pertandingan kandang menghadapi Vfb Stuttgart, The Yellow Wall membuat spanduk bertuliskan,
“du fällst, ich falle mit dir” atau yang berarti, “jika kau harus jatuh, maka aku pun akan jatuh bersama kalian.”
Signal Iduna Park memang akan selalu menjadi destinasi sempurna bagi para pemburu keindahan, kedahsyatan, dan kegemerlapan tiada tara.
The Yellow Wall sebagai aktor utama koreografi yang istimewa di setiap pertandingannya. Potongan-potongan kertas yang dijadikan Mosaik pesan atau simbol untuk disampaikan kepada Die Borrussen. Tidak kalah ramai dengan banyaknya bendera besar yang terus dikibarkan para suporter.
Mereka membuat kepadatan di tribun tersebut menjadi dua warna yang bergerak-gerak bewarna kuning-hitam. Di tribun itu, The Yellow Wall tidak pernah berhenti memberi dukungan. Menjadi cambuk bagi Dortmund adalah kewajibannya sebagai pemain ke-12.
The Yellow Wall, akan selalu dikenang sebagai salah satu monumen sepak bola terbaik di dunia. Sebuah kesatuan yang mampu memberikan denyut di setiap pertandingan kandang Borussia Dortmund. Yang gemuruhnya selalu menggetarkan dada setiap pemain. Yang gerak-geriknya selau memukau setiap pasang mata yang menyaksikan.
“echte liebe!”