Sepakbola telah kedatangan teknologi baru yang bernama VAR atau Video Assistant Referee. VAR mungkin sudah akrab di telinga para penggemar sepakbola setelah teknologi ini sudah dijalankan dibeberapa liga top Eropa.
Namun, masih banyak yang bingung dan bertanya-tanya tentang cara kerja sistem ini.
VAR adalah asisten wasit yang menggunakan teknologi video untuk membantu membuat keputusan perwasitan. Tujuan awal dibentuknya teknologi ini adalah untuk meminimalisir kesalahan wasit yang tak selalu melihat jelas kejadian dan menghentikan pemain yang membuat ‘drama’ di lapangan yang kerap merugikan sisi permainan.
Sebanyak 33 kamera ditempatkan di berbagai sisi dan dua kamera offside diletakkan di semua sudut. Wasit di lapangan bisa berkomunikasi langsung dengan tim VAR melalui mikrofon radio mereka.
Lalu pada situasi seperti apa VAR bisa digunakan?
VAR bisa membantu ofisial pertandingan untuk membuat keputusan dalam empat hal yang bisa mengubah skenario pertandingan. Diantaranya adalah, gol dan serangan yang kemungkinan menjadi gol, keputusan memberi penalti dan serangan yang memungkinkan penalti diberikan, kartu merah langsung, hingga pada kasus-kasus salah memberi keputusan.
Munculnya VAR dinilai akan mengurangi ‘drama’ di lapangan. Pasalnya, empat situasi tersebut kerap menjadi asal munculnya drama dalam dunia sepakbola. Jika wasit membuat kesalahan dalam empat situasi itu, maka VAR akan memberinya saran melalui earphone.
Namun, kehadiran VAR masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Zlatan Ibrahimovic bahkan menolak keras adanya teknologi tersebut. Mantan pemain Barcelona itu menganggap jika VAR hanya akan menggangu konsenrasi para pemain.
Waktu yang dibutuhkan wasit untuk mengambil keputusan dinilai Zlatan sebagai perbuatan yang hanya membuang-buang waktu.
Bahkan, mantan Presiden FIFA, Sepp Blatter, menilai teknologi VAR tidaklah konsisten. Pasalnya, ada perbedaan keputusan wasit utama setelah melihat rekaman VAR.
Blatter mengatakan seharusnya FIFA hanya menggunakan satu orang hakim untuk menghasilkan keputusan. Itu agar keputusan yang diambil tetaplah konsisten.
Komentar itu disampaikan oleh Blatter usai hadir menyaksikan laga Maroko kontra Portugal, pada Piala Dunia 2018 lalu. Menurutnya, kubu Maroko merasa banyak dirugikan wasit dan beberapa di antara keputusan itu tidak dibatalkan oleh VAR.
Yang terbaru, teknologi itu dikomentari oleh pelatih Manchester City, Pep Guardiola. Pep menganggap jika VAR tidak ada gunanya pada pertandingan City melawan Tottenham di ajang Liga Champions. City merasa dicurangi dengan disahkannya gol Fernando Llorente.
Gol tersebut pada akhirnya membuat Manchester City gagal melaju ke babak selanjutnya. Apalagi, gol Raheem Sterling di masa injury-time dianulir VAR karena dianggap prosesnya berbau offside. Keputusan inilah yang membuat Guardiola merasa adanya ketidakadilan.
“Ini kejam, tapi beginilah adanya dan kami harus menerimanya,”
“Setelah 20 menit, kami dalam keadaan unggul 3-2. Di babak kedua, kami menciptakan banyak peluang dan kami mencetak gol-gol yang diperlukan. Sayangnya, berakhir buruk bagi kami. Jadi selamat untuk Tottenham dan semoga beruntung di semifinal,”
“Aku mendukung VAR, tapi mungkin dari satu sudut pandang gol Fernando Llorente itu handball, mungkin dari sudut pandang wasit tidak.”
Setelah dianggap akan menghilangkan drama-drama dalam sepakbola, VAR justru lebih banyak menimbulkan drama hingga kerap mengundang pertanyaan banyak pihak.
Atas segala kontroversi dan suara-suara sumbang tentang penggunaan VAR, yang perlu diingat adalah tujuan awal dari pemberlakuannya. Dalam sepak bola, teknologi diciptakan untuk memudahkan dan memperlancar jalannya pertandingan.
Teknologi ada untuk mengurangi polemik. Teknologi diciptakan supaya dapat membantu wasit yang selalu menjadi kambing hitam hampir di setiap pertandingan.
Sepak bola akan menjadi naif bila mengabaikan kebutuhan mereka akan teknologi. Itu akan menjadi primitif jika para pelakon olahraga menolak teknologi sepenuhnya. Menggunakan atau tidak menggunakan teknologi, sepak bola akan tetap menuai kontroversi.
Dengan diterapkannya sebuah teknologi dalam sepakbola, setidaknya tidak ada lagi gol kontroversial seperti apa yang dilakukan Diego Maradona. Atau gol hantu yang dicetak Frank Lampard ke gawang Manuel Neuer.