Alen Hallilovic menjadi satu dari sekian pemain yang disebut-sebut sebagai penerus sang megabintang Lionel Messi di kancah sepak bola dunia. Gelandang serang yang kini berusia 23 tahun ini dulunya disebut-sebut sebagai ‘The Next Messi’ setelah tampil memukau saat membela Dinamo Zagreb.
Gaya bermainnya pun kerap di banding-bandingkan dengan legenda Barcelona tersebut. Hallilovic, pemain bertinggi 169 sentimeter ini memiliki kecepatan dribel yang sulit dihentikan, juga tendangan kaki kiri yang akurat.
Disertai kebiasaannya menjemput bola lalu menggiringnya dengan cepat ke depan, atau memotong dari sisi kanan permainan ke tepi kotak penalti lawan, Halilovic adalah ancaman besar.
Anak muda Kroasia itu diperkirakan akan menjadi superstar Balkan berikutnya. Hallilovic bolak-balik ke tim senior Dinamo Zagreb pada usia 16 tahun dan langsung menjadi pemecah rekor dan poster anak nasional.
Melakoni debut di ‘Eternal Derby’ yang mempertemukan Dynamo Zagreb dan Hajduk Split, ia menjadi debutan termuda dalam sejarah Dynamo Zagreb yakni usia 16 tahun dan 101 hari.
Catatan rekor terus bermunculan saat ia menjadi pencetak gol termuda liga Kroasia, pemain termuda Dynamo Zagreb yang tampil di Liga Champions dan pemain termuda kedua yang bermain dalam sejarah kompetisi Liga Champions.
Hallilovic juga melakukan debut untuk tim nasional Kroasia di usia yang masih sangat muda yakni 16 tahun, ini menjadikannya debutan termuda sepanjang sejarah Kroasia, kala itu ia bermain bersama Luka Modric dan Ivan Rakitic dalam pertandingan persahabatan melawan Portugal.
Dengan performa gemilang yang ia tampilkan dan sejumlah rekor yang ia buat, membuat klub-klub top Eropa meliriknya seperti Duo Manchester, City dan United serta Barcelona.
Dan ketika Barcelona mengungkapkan ketertarikan, Sead Halilovic, ayah Alen yang juga bertindak sebagai manajernya, tidak ragu untuk meng-iya-kan. Sead memboyong serta seluruh keluarganya untuk pindah dari Zagreb ke Katalan.
Sead begitu percaya bahwa bermain di Barcelona untuk menjadi rekan satu tim Messi adalah takdir yang begitu indah bagi Hallilovic, yang kala itu berusia 18 tahun. Pada juli 2014, Halilovic pun menginjakkan kakinya di Barcelona. Disana ia sangat ingin bermain bersama idolanya, Lionel Messi.
Di Barcelona, Halilovic pun tidak langsung bermain di tim utama. Seperti halnya pemain-pemain muda lain, ia pun ditempatkan di Barcelona B, tempat di mana namanya mulai dibicarakan sebagai talenta besar di kubu Blaugrana.
Dengan bakat yang ia miliki saat itu, peluang untuk menggantikan peran Lionel Messi di Barcelona pun terbuka lebar.
Menghabiskan tahun di Barcelona B, Halilović tampil menonjol untuk tim. Namun, waktunya di Barcelona B masih dirusak dengan kontroversi di belakang layar. Pejabat klub di Barcelona kurang terkesan ketika ayah Hallilovic, Sead Halilović, menyewa pelatih sepak bola pribadi untuk Hallilovic yang masih muda.
Hal tersebut tidak hanya merusak rencana Manajer Barcelona B Eusebio tetapi juga memainkan peran penting dalam menghambat perkembangannya. Bagi Halilović, menyeimbangkan kebutuhan dua pikiran sepakbola yang sangat berbeda tentunya merupakan beban yang cukup berat untuk dilakukan.
Pengaruh Sead Hallilovic terhadap putranya memang sangat besar. Sead ikut campur terlalu jauh dalam menentukan langkah anaknya. Merasa sang anak pantas bermain di tim senior, ia mendatangi manajemen untuk mengutarakan maksudnya.
Sayangnya, belum ada jatah tersedia bagi putranya, dan Halilovic diminta untuk kembali menghabiskan musim di Barcelona B, namun Sead enggan putranya kembali bermain di Barcelona B.
Halilovic kemudian dikirim ke Sporting Gijon sebagai pemain pinjaman. Ia senang bersama Gijon karena mendapatkan debutnya di La Liga serta diberikan kesempatan bermain sebanyak 36 kali dan mencetak tiga gol, ia pun turut menyelamatkan Gijon dari degradasi.
Secara keseluruhan bersama Gijon, Hallilovic mencetak 5 gol dan membuat 5 assist. Ia pun berharap jika kontribusinya selama memperkuat Gijon bisa membuat Barcelona menarik kembali dirinya untuk bermain di musim 2016/17.
Sayangnya, catatan impresif tersebut masih belum cukup meyakinkan Barcelona untuk memakainya. Dengan kebijakan transfer yang tidak lagi memprioritaskan pemain dari tim muda, Halilovic pun dipandang sebagai surplus. Akhirnya, ia dijual ke klub Jerman, Hamburg SV pada musim awal 2016/17.
Halilovic dihargai 5 juta euro atau sekitar Rp 80 miliar dan dikontrak empat tahun oleh Hamburg. Ia juga diikat dengan klausul bahwa Barcelona punya hak membelinya kembali dengan harga dua kali lipat yang mulai berlaku setelah dua musim.
Karier Halilović di Hamburg memang dimulai dengan baik di bawah arahan Bruno Labbadia. Pelatih asal Jerman itu lebih dari sekadar ingin memberikan banyak peluang kepada Halilović untuk mengamankan dirinya di starting XI Hamburg.
Namun Labbadia harus dipecat setelah gagal mengangkat performa Hamburg di satu setengah bulan perjalanan Bundesliga musim 2016/17. Kepergiannya pada 25 September, kemudian di gantikan oleh Markus Gisdol.
Dari sinilah awal mula penurunan karir seorang Alen Hallilovic. Pelatih baru Hamburg tersebut dengan cepat menyingkirkan pemain yang tidak cocok dengan pendekatan taktisnya. Gisdol juga merasa bahwa Halilović, dan pengawalnya yang selalu hadir mengganggu ruang ganti.
Akhirnya Hallilovic yang saat itu berusia 21 tahun tidak mendapatkan kepercayaan dari sang pelatih, ia pun kemudian meminta kepada manajemen Hamburg untuk melepasnya. Ia total hanya bermain dalam 7 pertandingan bersama Hamburg. Lima di antaranya harus turun dari bangku cadangan.Â
Pada putaran kedua kompetisi Bundesliga, Hamburg memutuskan untuk meminjamkannya kembali ke Spanyol. Kali ini, Las Palmas menjadi pelabuhan berikutnya bagi sang pemain, di mana ia menghabiskan satu setengah tahun sebagai pemain pinjaman.
Tampil di 18 pertandingan pada paruh kedua musim 2016/17. Pada musim selanjutnya, Halilovic menjalaninya dengan cara yang kurang meyakinkan. Ia sempat mengalami cedera lutut yang membuatnya absen lama, dan karena itulah ia hanya tampil sebanyak 20 pertandingan sepanjang musim dan hanya mencetak 2 gol.
Las Palmas pun tidak jadi mengikatnya sebagai pemain permanen. Namun sebagaimana hidup yang penuh dengan kesempatan kedua, Halilovic pun beruntung ketika AC Milan menyatakan ketertarikan pada akhir musim.
Pada juli 2018, Hallilovic resmi bergabung bersama AC Milan dengan status bebas transfer dan menandatangani kontrak selama tiga tahun. Di Milan, Hallilovic gagal menunjukan kualitasnya, ia kerap mengisi bangku cadangan. Bersama Rossoneri, Hallilovic hanya tampil dalam 3 pertandingan.
Lalu pada awal 2019, AC Milan meminjamkan Hallilovic ke Standard Liege, di sini karirnya lebih baik karena tampil dalam 14 laga di semua kompetisi dalam rentang waktu lima bulan. Namun bukannya kembali memperkuat AC Milan, Hallilovic justru kembali dipinjamkan, kali ini ke Klub Belanda, Hereenven untuk musim 2019/20.
Sempat menjadi bintang di usia belasan dan dijuluki Messi dari Kroasia,kini Alen Hallilovic harus terima kenyataan pahit, karirnya tak berjalan indah seperti yang pernah ia impikan. Di usianya yang masih 23 tahun, Hallilovic masih bisa menunjukan diri bahwa dirinya belum habis.