Stadion Camp Nou, seperti biasa, masih memancarkan cahaya hijau dari rumput lapangan. Hiruk pikuk para penggemar masih menjadi bumbu tersajinya daya magis para pemain FC Barcelona.
Namun pada hari itu, Barcelona tampak meneteskan air mata. Bukan karena kekalahan atau kehilangan gelar, Barcelona, yang kita kenal sebagai raksasa Eropa sedikit tersungkur karena tak kuasa melihat kepergian sang legenda.
Andres Iniesta, resmi mengumumkan keputusannya untuk meninggalkan Barcelona pada akhir musim 2017/18. Pemain yang dikenal tak banyak cakap dan berkarya lewat sentuhan istimewa ini hengkang dari Camp Nou setelah menghabiskan 22 tahun kariernya sebagai pemain sepak bola profesional.
“Musim ini akan menjadi yang terakhir bagiku di Barcelona. Aku sudah memikirkan keputusan ini dalam waktu yang lama. Menurutku, Barca adalah klub terbaik di dunia, klub yang telah memberikan segalanya dalam karier dan kehidupanku,” ucap Iniesta (via Twitter FC Barcelona)
Lahir di Fuentealbilla, sebuah kota kecil di Provinsi Albacete, Iniesta telah menunjukkan kemampuan brilian sejak masih berusia 12 tahun. Alhasil, ada banyak pemandu bakat dari klub-klub profesional Spanyol yang mengamati dirinya secara seksama.
Real Madrid yang notabene musuh besar FC Barcelona malah menjadi tim pertama yang menyadari bakat Iniesta. Saat itu, sang gelandang nyaris bergabung dengan el Real. Pasalnya, kedua orang tua sangat menyetujui jika putra dengan bakat luar biasa itu bisa bergabung dengan tim sekelas Madrid.
Akan tetapi, ketertarikan Madrid tak berujung bahagia. Kedua orang tua Iniesta berbalik menolak untuk mengizinkan anaknya pergi ke ibukota. Hal itu terjadi karena ternyata tempat para pemain yang berada di akademi Madrid terletak di dekat kawasan prostitusi lokal.
Orang tuanya beralasan tidak nyaman jika harus meninggalkan sang anak berada di lingkungan yang dianggap tidak sehat.
Mengetahui momen tersebut, FC Barcelona melalui pelatih tim mudanya, Enrique Orizaola, melakukan pendekatan. Kebetulan, Orizaola mengenal kedua orang tua Iniesta.
Setelah berani menjamin lingkungan yang aman dan sehat bagi calon penerus Pep Guardiola, kedua orang tua Iniesta mengizinkan putra tercintanya untuk pergi ke La Masia, yang tak lain dan tak bukan adalah akademi FC Barcelona.
Keputusan untuk hijrah ke Catalonia ternyata tidak salah, sebab potensi Iniesta justru semakin melesat tajam. Pep Guardiola yang ketika itu masih aktif bermain dan membela Barcelona bahkan meyakini jikalau suatu hari nanti, Iniesta akan membuat dirinya terdepak dari Stadion Camp Nou.
Diseluruh jenjang usia, Iniesta, yang bermain gemilang penuh teka-teki mampu memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Walau kecil dan akselerasinya cenderung pelan, Iniesta, tetap mampu membuka mata dunia melalui inteligensia, mentalitas, teknik olah bola, serta visi eksepsional.
Segala keajaiban tersebut kemudian menuntunnya terbang ke debut profesional. Pada tanggal 29 Oktober 2002, mengambil ajang Liga Champions dan Stadion Jan Breydel yang menjadi markas Club Brugge sebagai panggung, momen bersejarah untuk Iniesta itu akhirnya lahir.
Selama bertahun-tahun bermain untuk Barcelona, Iniesta tak pernah lelah ukir cerita indah. Kelokan istimewa dan skil brilian yang dimilikinya membuat Iniesta tumbuh menjadi tulang punggung Barcelona di sektor tengah.
Andres Iniesta, si jenius bersahaja dan penuh teka-teki itu terus mendominasi daftar ksatria FC Barcelona yang kelak akan merajai dunia.
Lahir di era emas sepak bola Eropa, nama Iniesta tak padam oleh api kedigdayaan Frank Lampard, Patrick Vieira, Ricardo Kaka, Andrea Pirlo, hingga Francesco Totti.
Kepergian Iniesta dari belantara sepak bola Eropa seolah menjadi pertanda, bahwa kita tidak akan lagi mendapat kenikmatan menyaksikan sepak bola dengan penuh rasa.
Iniesta adalah simbol. Bertandem dengan nama-nama seperti Sergio Busquets, Deco de Souza, Ivan Rakitic, Ronaldinho, dan Xavi Hernandez di ruang permainan, Iniesta berhasil membawa puluhan trofi untuk dipajang dengan gagahnya di lemari trofi el Barca.
Ia tidak dikenal sebagai sosok pemain tengah yang sering memperlihatkan gocekan maut nan presisi untuk melewati para pemain lawan. Namun setiap kali bola ada di kaki Iniesta, yakinlah kalau keajaiban adalah suatu hal yang niscaya tercipta.
Hal itu pula yang membuatnya peroleh julukan el Ilusionista atau Sang Ilusionis.
Tak hanya berjaya bersama FC Barcelona, Iniesta juga tampilkan hal istimewa kala berseragam tim nasional.
Satu yang paling diingat tentu gol ajaibnya ke gawang Belanda. Tepat pada tahun 2010 silam, Spanyol berhasil merengkuh trofi Piala Dunia pertamanya.
Iniesta, yang memang menjadi andalan sepanjang turnamen mencetak satu-satunya gol ke gawang Belanda dan mengantarkan Spanyol menjadi juara Piala Dunia pada 2010.
Baginya, memori Piala Dunia adalah hal terindah. Ketika ia mencetak gol, apa yang dipikirannya adalah waktu masih tersisa banyak. Ia ingin segera wasit meniup peluit demi melegakan dahaga warga Matador akan sebuah trofi Piala Dunia.
Saat laga telah selesai, bahagia tim matador pecah. Kemenangan di Piala Dunia merupakan puncak prestasi tertinggi dari tiga gelar juara beruntun yang diraih Spanyol. Gelar tersebut adalah Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2012.
Satu yang menjadi kebanggaan Iniesta adalah, ia telah berhasil mengelola prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Iniesta, melalui kehebatannya juga dikenal sebagai sang juru damai. Ia tumbuh di akademi Barcelona. Ia paham bagaimana menjadi seorang Cules sejati, walaupun ia bukanlah seorang asli kelahiran tanah Catalan. Namun, rasa saling menghormati dan menghargai lawan akan selalu terpatri di benak Iniesta.
Iniesta yang masih membawa memori Piala Dunia merayakan gol dengan sebuah tulisan Dani Jarque. Jarque adalah eks kapten Espanyol. Seperti diketahui, Espanyol merupakan rival sekota FC Barcelona. Namun melalui rasa hormat sang gelandang kepada kesebelasan tetangga, Espanyol tak ketinggalan memberi penghargaan atas ucapan yang beraroma persahabatan.
Iniesta tak peduli rivalitas FC Barcelona dan Espanyol. Saat itu, ia hanya ingin mempersembahkan sebuah kemenangan pada sahabatnya, Dani Jarque.
Saat itu, maut yang pada akhirnya memisahkan tali persahabatan mereka, ketika Dani Jarque terserang penyakit jantung saat pramusim kesebelasan Espanyol di tahun 2009 di Italia.
Jika mesin waktu menjadi sebuah kemungkinan, penggemar FC Barcelona mungkin tak akan lama memilih nama Iniesta untuk dikembalikan. Bahkan, tak hanya penggemar Blaugrana, derai air mata dalam perpisahan sang legenda mungkin menjadi hal yang paling tidak ingin disaksikan oleh dunia.
Iniesta dalam perpisahannya membuat pendukung FC Barcelona menitikan air mata. Lebih dari itu, mereka tak kuasa menahan napas yang tersengal-sengal akibat ditinggalkan pemain paling istimewa.
Iniesta adalah Francesco Totti bagi penggemar AS Roma, Roberto Baggio bagi penggemar Brescia, Raul bagi penggemar Real Madrid, Steven Gerrard bagi penggemar Liverpool, dan Ronaldinho bagi penggemar sepak bola dunia.