Pada akhir 90-an, Argentina dikenal memiliki skuat luar biasa. Mulai dari Roberto Ayala dan Javier Zanetti di lini belakang, Fernando Redondo, Diego Simeone dan Ariel Ortega di lini tengah, hingga Gabriel Batistuta, Hernan Crespo dan Claudio Lopez di ini serang, semua pemain tersebut jelas mendapat banyak tempat dihati para penggemar.
Untuk nama terakhir, Claudio Lopez, mantan pemain yang kini berusia 45 tahun itu telah meraih sebanyak 55 caps untuk Argentina selama delapan tahun kerier Internasionalnya. Namun begitu, Lopez menjadi legenda yang banyak dilupakan.
Lopez, yang miliki tubuh mungkil namun betenaga besar, sangat layak mendapat pengakuan yang lebih besar pula.
Claudio Javier Lopez, memulai karir profesionalnya dengan Estudiantes de La Plata di negara asalnya Argentina pada tahun 1990 ketika berusia 16 tahun. Namun, ia pindah ke Racing Club pada tahun berikutnya, dimana ia menasbihkan diri sebagai salah satu penyerang yang layak diperhitungkan.
Tahun 1996 pun menjadi awal dari keberhasilan seorang Lopez. Ia bergabung dengan klub asal Spanyol, Valencia. Meski sempat awali musim dengan jalan terjal, Lopez mulai temukan kenyamanannya bersama Los Che pada musim-musim berikutnya. Setidaknya 20 gol berhasil disarangkan pemain bertinggi 178 meter ini, pada periode 1997 hingga 2000.
Dijuluki el Pojo atau si kutu, kecepatan Lopez kerap membuat lawan kerepotan. Dirinya gemar meliuk indah diantara barisan para pemain lawan sebelum melepas tendangan spektakuler dengan kaki kirinya.
Selama empat tahun memperkuat Valencia, Claudio Lopez berhasil mencetak 72 gol dalam 180 penampilan di semua ajang. Selain itu, ia juga turut berjasa membawa Valencia menjuarai Copa del Rey 1998/99 dan Supercopa de Espana 1999, serta lolos ke final Liga Champions 2000. Dia adalah pemain spesial dalam sejarah tim kelelawar.
Saat itu, di Spanyol, Lopez adalah predator. Ia kerap menjadi ancaman serius bagi lawan dan dianggap sebagai musuh besar dua striker kenamaan dunia, Raul Gonzalez dan Rivaldo.
Setelah puas bermain di kompetisi Negri Matador, Lopez akhirnya menarik minat raksasa Eropa, Lazio. Sang juara bertahan sukses menggaet striker mungil nan berbahaya asal Argentina. Dibawah asuhan Sven Goran Eriksen, talenta Lopez berhasil dimanfaatkan untuk bisa menjadi idola pecinta Serie A diawal 2000-an.
Perlu diketahui, Claudio Lopez sempat masuk buku rekor transfer saat Lazio memboyongnya dari Valencia seharga 35 juta euro atau setara 542 milliar rupiah pada musim panas 2000/01. Jumlah yang fantastis saat itu.
Harga itupun terbukti setara dengan kualitasnya. Pasalnya penyerang jebolan akademi Estudiantes ini benar-benar menjadi idola Serie A dengan torehan 29 gol dari 106 penampilannya di liga bersama Lazio.
Satu momen yang paling diingat dari Lopez kala berseragam tim elang biru tentu adalah pada pertandingan debutnya.
Tepat pada 8 September 2000, Lopez menjadi bintang anyar Lazio dalam duel final Piala Super Italia melawan Inter Milan. Tak main-main, Lopez berhasil mencetak dua gol sekaligus dalam laga yang tergolong sangat ketat. Seperti diketahui, hasil akhir dari salah satu pertandingan terhebat itu adalah 4-3 untuk kemenangan Lazio.
Menyandang gelar scudetto dan Piala Italia di musim 1999/00, Lazio harus menghadapi Inter yang berstatus runner-up Piala Italia di musim yang sama.
Dipenuhi dengan bintang mahalnya dan juru taktik spesial asal Swedia, Lazio mendominasi jalannya pertandingan. Namun, mereka terlebih dulu dikejutkan oleh gol Robbie Keane saat laga baru berjalan tiga menit. Meski sempat gugup, kekuatan Lazio kala itu masih cukup kuat untuk menandingi tim besutan Marcello Lippi.
Saat itulah sang debutan, Lopez, meledak dengan memimpin Tim Elang Biru membalikkan keadaan hanya dalam rentang waktu lima menit. Striker asal Argentina ini menjebol gawang I Nerazzuri sebanyak dua kali, pada menit ke 33 dan 38.
Dari situ, Lazio mulai tampil pede. Dibabak kedua mereka tampil membabi buta. Penalti Sinisa Mihajlovic lantas memperbesar keunggulan menjadi 3-1. Gol Francisco Farinos untuk Inter sempat membuat duel kembali tegang, namun chip indah Dejan Stankovic menegaskan siapa yang layak merengkuh Piala Italia saat itu. Gol Vampeta pada menit ke 76 pun tak cukup untuk membendung laju sang elang.
Lazio akhirnya keluar sebagai juara Piala Super Italia 2000 dan Claudio Lopez menjadi man of the match di laga tersebut.
Bermain selama empat tahun untuk Lazio, Lopez akhirnya memilih hengkang. Meski mendapat tawaran dan sejumlah klub besar Eropa, ia justru terbang ke Meksiko untuk bergabung dengan Club Amerika.
Kepergian Lopez saat itu merupakan orang terakhir yang meninggalkan Lazio pada akhir musim. Bernardo Corradi, Stefano Fiore, Giuseppe Favalli, Jaap Stam dan Sinisa Mihajlovic sebelumnya juga sudah meninggalkan kota Roma.
Setelah pergi meninggalkan Eropa, namanya semakin jarang terdengar. Pada 2011, pemain yang berposisi penyerang ini gantung sepatu di Colorado Rapids, salah satu kontestan Major League Soccer.