Halo football lovers, jumpa lagi dengan kami yang akan terus memberikan informasi dan kisah menarik seputar dunia sepakbola.
Buat kamu yang gak mau ketinggalan info dan kisah menarik dalam dunia sepakbola, jangan lupa untuk klik tombol subscribenya ya..
Sepakbola era 90an bisa dibilang menjadi salah satu era keemasan si kulit bundar. Dalam periode tersebut, banyak pemain-pemain luar biasa bermunculan. Namun tahukah kalian? Di era tersebut, ada satu sosok pesepakbola nyentrik yang berasal dari Argentina.
Sosoknya memang tidak sepopuler Ronaldo Nazario de Lima atau Marco van Basten. Wajar saja, dia tercatat hanya bermain untuk klub di level terbawah liga Argetina. Kariernya hanya mentok di beberapa klub lokal seperti Yupanqui, Lugano, Ferro Carril Midland, Deportivo Laferrere, Deportivo Riestra, Cañuelas, Deportivo Paraguayo hingga Victoriano Arenas.
Namun, penampilannya yang tiada dua menjadikan pemain ini layak disebut sebagai “legenda”. Sosok nyentrik tersebut bernama Dario Dubois.
Lalu kenapa sih Dario Dubois disebut sebagai sosok yang nyentrk?
Ya, pemain sepakbola profesional yang lahir pada tahun 1970 ini dikenal nyentrik karena memiliki penampilan yang mungkin tidak kalian sangka-sangka. Setiap memasuki lapangan sebelum kick off, Dubois selalu mengecat wajahnya.
Ternyata, ada motivasi tertentu kenapa dirinya rajin mengecat wajah sebelum memulai pertandingan. Menurutnya, mengecat wajah sebelum bertanding bisa memberinya kenikmatan. Selain itu, dia juga merasa lebih bersemangat saat menghadapi lawan.
Namun, bukan hanya itu saja alasan Dubois dalam mengecat wajah. Menjadi penggemar grup band metal KISS juga menjadi penyebab mengapa ia rela melakukan hal tersebut sebelum bertanding.
Perlu diketahui, selain menjalani profesinya sebagai seorang pesepakbola profesional, Dubois juga memiliki kesibukan lain, yaitu dengan bermain band. Bahkan, ia mengaku kalau lebih menyukai bermain musik ketimbang harus berlarian didalam lapangan untuk mengejar bola.
Namun, demi alasan kebugaran, Dubois rela rutin latihan dan bermain sepakbola di lapangan. Dirinya bahkan berujar meski berkeliaran didalam dunia hiburan, ia tidak pernah minum-minuman beralkohol, menelan obat-obatan, atapun memakan makanan yang tidak sehat.
Dalam sebuah wawancara, Dubois mengatakan,
“Aku tidak suka bermain sepakbola. Aku melakukannya karena ada suasana kompetitif, dan aku juga dapat menghabiskan waktu untuk latihan,”
“Aku tidak makan daging merah, tidak merokok, minum minuman keras, apalagi obat-obatan. Sama sekali tidak pernah. Lagipula, uang yang dihasilkan (sebagai pesepakbola) juga lumayan membantu.”
Karena musik merupakan “kehidupan” sebenarnya, Dubois tidak hanya bermain dengan satu band saja, melainkan tiga band sekaligus!
Band pertamanya bernama Tributo Rock, yang juga beranggotakan sesama pemain sepakbola Argentina seperti Carlos Garcia sebagai gitaris (Deportivo Paraguay), Perico Falco di drum (Midland), Eduardo Paredes sebagai vokalis (Deportivo Paraguay), Maxi pemain harmonika, lalu ada Dubois sendiri yang berposisi sebagai pemain bass.
Band keduanya bernama Corre Guachin. Band ini memainkan genre musik tradisi Kolombia yang disebut ‘Cumbia’. Perlu diketahui juga bahwa genre ini diadopsi dari lingkungan kumuh Argentina dan dikenal dengan musik ‘Cumbia Villera’, dengan sentuhan modifikasi bebunyian elektronik dan sedikit grunge.
Lalu band terakhir dibentuk sebagai tribute kepada Reef, band alternatif rock asal Inggris yang pada medio 1990-an cukup sering mencetak lagu-lagu hits.
Terkait kebiasaannya dalam mengecat wajah sebelum bertanding, Dubois pernah mendapat pengalaman yang mungkin tak terlupakan. Pernah suatu ketika saat dirinya sedang berjalan di lorong stadion untuk menuju lapangan, wajahnya yang “bermotif” diperhatikan oleh seorang direktur lawan. Dubois lalu didekati dan diminta untuk mengalah dalam pertandingan tersebut.
Sesaat setelahnya, reaksi Dubois adalah meludahi muka direktur tersebut dan menyuruhnya untuk memakan rumput!
Selain mengecat wajah, Dubois juga punya cerita unik lainnya, yaitu saat dirinya memiliki kebiasaan untuk menutup logo dan sponsor klub. Semua bermula pada 1995, ketika Lugano bertanding melawan Acasusso di Boulogne.
Kala itu, sebuah perusahaan yang menyeponsori Lugano berjanji akan membayar para pemain 40 peso untuk tiap satu kali kemenangan. Lugano pun tak hanya berhasil menang sekali, tapi tiga kali berturut-turut. Sialnya, perusahaan tersebut tidak menepati janji alias tidak membayarkan apapun!
Sebagai aksi protes, Dubois pun lalu menutup logo perusahaan tersebut dan seluruh badge yang ada diseragamnya dengan menggunakan lumpur di lapangan sebelum pertandingan di mulai.
Lagak bengal Dubois di lapangan tidak sampai disitu saja. Saat memperkuat Midland, ia pernah mendamprat wasit yang memberikannya kartu kuning kedua dalam laga kontra Excursionistas di Bajo Belgrano, hingga ia harus dikeluarkan.
Saat itu, Dubois mendapat kartu kuning kedua dari wasit. Tapi saat wasit akan mengeluarkan kartu merah, ada uang senilai 500 peso terjatuh dari kantongnya. Mengetahui hal tersebut, Dubois langsung mengambil uang itu dan mengatakan kepada wasit,
“ini untuk ku karena kamu telah mengeluarkanku, ba**ngan!”
Setelah menjalani serangkaian kontroversi, Dubois akhirnya tertimpa nasib sial. Tepat di tahun 2002, pada pertandingan Liniers dan Midland, Dubois terlibat dalam bentrokan dengan suporter dan tim lawan.
Akibat kejadian itu, Dubois dilarikan ke rumah sakit dengan luka hebat di kepalanya, dan seketika pertandingan dihentikan. Terlanjur benci dengan ulah Dubois, asosiasi bola Argentina (AFA) seolah tidak memedulikan nasibnya paska kejadian tersebut.
Dua tahun setelahnya, saat memperkuat Victoriano, Dubois harus pensiun karena mengalami cedera ligamen, dan lagi-lagi, ia tidak mendapatkan biaya pengobatan apapun dari AFA. Padahal, dia telah mengajukan permohonan ke AFA untuk bantuan, tetapi mereka menolaknya.
Karena itulah, kariernya resmi berakhir.
Hingga tepat pada tahun 2008, bukan hanya karier yang telah lama berakhir, namun hidupnya juga telah mencapai halaman terakhir.
Saat Dubois dan kekasihnya asyik berboncengan sepulang kerja, mereka ditodong oleh kawanan perampok. Ketika berniat untuk menghadapi para penjahat tersebut, Dubois harus menahan sakit karena kaki dan perutnya tertembak.
Mendiami rumah sakit selama kurang lebih 7 hari, nyawanya tak tertolong. Dubois pun pergi untuk selama-lamanya.
Dalam sebuah wawancara yang sempat diambil sesaat sebelum meregang nyawa, Dubois coba mendeskripsikan dirinya dengan mengatakan,
“Seorang badut yang mengecat wajahnya, tapi terbunuh oleh seragamnya…”
Sebagaimana badut, Dubois telah menjalankan perannya dengan sangat baik. Ia mampu menghibur dan menjadi pusat perhatian khalayak umum. Meski terkadang menyebalkan, tetap saja tingkahnya akan selalu diingat.
Itulah tadi sekelumit kisah dari pemain super nyentrik bernama Dario Dubois. Gimana nih menurut football lovers? Tulis komentar kalian dibawah ya. Jangan lupa untuk like dan share~