Halo football lovers, jumpa lagi dengan kami yang akan terus memberikan informasi dan kisah menarik seputar dunia sepakbola.
Buat kamu yang gak mau ketinggalan info dan kisah menarik dalam dunia sepakbola, jangan lupa untuk klik tombol subscribenya ya..
Saat ini, internet menjadi hal wajib bagi setiap insan diseluruh dunia. Keberadaan jaringan komunikasi yang menggunakan media elektronik ini memiliki peran vital di era digital seperti sekarang ini. Bahkan, segala sesuatunya bisa didapat dengan mudah melalui internet.
Misalnya saja pelayanan transportasi, belanja, hingga berbagai informasi penting lainnya. Salah satu yang menerima dampak dari keberadaan internet tentunya sepakbola. Melalui jejaring sosial maupun situs resmi lainnya, setiap klub hingga pemain bisa dengan mudah memperkenalkan “diri” mereka ke khalayak umum.
Satu yang sempat naik daun berkat keberadaan internet adalah pemain asal Maroko, Hachim Mastour. Masih adakah dari football lovers yang ingat dengan sensasi pemain satu ini? Ya, pemain yang pernah membela AC Milan ini merupakan pesepakbola belia dengan status “selebriti” Youtube.
Jika kalian membuka Youtube dan mengetik namanya di kolom pencarian, maka akan muncul berbagai skill luar biasa dengan jumlah view yang bikin melongo. Akan tetapi, kariernya tak secemerlang kepopulerannya di media Youtube.
Hachim Mastour kehilangan arah dan tak bisa temukan dimana lokasi terbaiknya untuk melanjutkan karier. Padahal usianya masih sangat muda, yakni 21 tahun!
Kira-kira seperti apa sih cerita lengkapnya? Langsung aja yuk simak!
Kisah ini bermula saat Real Madrid, Barcelona, Inter Milan, Manchester City hingga AC Milan menunjukkan ketertarikan besar untuk merekrutnya di usia 14 tahun. Kal itu, Hachim Mastour tampak ditakdirkan menjadi salah satu yang terbaik.
Melalui CEO klub saat itu, Adriano Galliano, Milan berhasil melakukan bujuk rayu kepada Mastour. Ditemani direktur klub Mauro Bianchessi, Milan semakin berada dalam posisi terdepan untuk dapatkan jasa Mastour. Tak hanya itu, kedatangan Mastour ke San Siro juga tak luput dari peran pelatih legendaris, Arrigo Sacchi, yang turut meyakinkannya untuk mau bergabung dengan klub peraih 7 titel Liga Champions Eropa.
Setelah segala negosiasi rampung, Rossoneri akhirnya membayar 500 ribu euro untuk merekrutnya pada tahun 2012.
Ketika tiba di AC Milan, Mastour benar-benar membuat kagum banyak pihak. Pemain Maroko kelahiran Italia ini memiliki ketangkasan, kontrol dan trik yang istimewa, hingga membuatnya menjadi sensasi internet dan kehebohan masyarakat luas.
Dilihat dari video-video populernya di Youtube, Mastour benar-benar lihai dalam memainkan bola. Ia berhasil menyiksa lawan dalam setiap kesempatan. Bahkan bisa dibilang para lawannya hampir mustahil bisa merebut bola dari kaki lincahnya.
Sensasi Mastour terus tersebar di internet. Skill demi skill, gocekan demi gocekan terus ia tunjukkan ke wargamaya. Saat itu, Youtube telah menjadi taman bermain virtualnya. Mastour begitu nyaman dengan sebutan “wonderkid luar biasa yang akan menjadi bintang AC Milan dimasa depan.”
Bahkan berkat sensasi yang ia sebarkan di internet, sebuah merek ternama yang diciptakan pengusaha asal Austria, Red Bull, sampai mengontraknya untuk berduet dan adu skill dengan bintang Brasil, Neymar Jr!
Sejak video itu diunggah, sudah ada lebih dari sembilan juta pengguna Youtube yang menyaksikan aksi dua bakat luar biasa itu. Berkomentar soal keterlibatannya dalam video tersebut, Mastour merasa sangat senang. Dia tidak percaya bisa menjadi bagian dari iklan dan berduet dengan pemain sekelas Neymar.
Karena terus ciptakan hal yang dianggap sangat luar biasa. Mastour dipanggil Filippo Inzaghi untuk tampil di tim Primavera pada maret 2014, dimana kemudian ia masuk kedalam skuat cadangan tim utama AC Milan di kompetisi Serie A pada laga melawan Sassuolo sekitar Mei 2014.
Kala itu, Milan masih dinahkodai Clarence Seedorf. Mastour mengenakan seragam bernomor punggung 98, namun hingga peluit panjang dibunyikan, ia tak kunjung mendapat kesempatan bermain.
Meski saat itu belum sempat melakukan debut, Milan tetap percaya bahwa suatu saat nanti, pemuda Maroko akan menjadi tulang punggung tim di masa depan.
Kebanyakan jajaran manajamen Milan juga percaya bahwa Mastour punya potensi luar biasa. Semua orang tidak meragukan kemampuannya. Yang bisa menjawab saat itu hanyalah waktu.
Saat usianya menginjak 16 tahun, Mastour resmi menandatangani kontrak dengan klub dan merasa sangat bahagia karena pada akhirnya mimipinya bisa terwujud.
Tak hanya itu, Mastour pun sampai diajak I Rossoneri untuk jalani tur pra musim di Amerika. Akan tetapi, waktu Mastour bersama tim yang bermarkas di San Siro hanya berlangsung singkat. Para petinggi klub meminta dirinya untuk mengumpulkan sejumlah pengalaman terlebih dulu agar bisa berkompetisi di level tertinggi.
Tentunya, mental dan sikap sebagai seorang juara harus didapat oleh Mastour sebelum menginjakkan kakinya kembali di kota Milan.
Hingga tepat pada musim 2015/16, saat itu, Milan meminjamkannya ke klub Spanyol, Malaga, dan klub Belanda, PEC Zwolle, di musim berikutnya.
Namun di kedua klub tersebut, kariernya berubah 180 derajat, dari yang awalnya berpredikat sebagai pemain muda berbakat berubah menjadi penghangat bangku cadangan. Mastour hanya bermain sekali di Malaga, itupun hanya lima menit. Padahal, awalnya Malaga berniat meminjam Mastour selama dua musim, namun karena performa sang pemain yang sangat mengecewakan, akhirnya periode peminjaman hanya berlangsung satu musim saja.
Di PEC Zwolle sendiri, sang pelatih saat itu, Ron Jans, mengatakan bahwa Mastour hanya bermain dalam satu dimensi. Ketika bola berada di kakinya, ia dapat melakukan beragam trik untuk berkelit dari hadangan lawan, namun pergerakannya tidak memberi dampak apa-apa pada permainan tim.
“Dia bisa melakukan segalanya dengan bola, itu jelas dua tahun lalu di Youtube,” ujar Ron Jans.
Sentuhan terhadap bola dan kecepatan kaki Mastour memang menawan. Dia berdansa untuk keluar dari jeratan musuh dengan mudah, tetapi tidak banyak memberi kontribusi dalam menyerang. Dia hanya terlihat ingin bermain di ruang sempit, kerap maju mendekati gerombolan lawan untuk sedikit menggocek, sebelum akhirnya melepas umpan.
Ketika memiliki waktu menguasai bola, Mastour tampak terlalu banyak termenung dan kerap mundur dengan tidak banyak bergerak saat tidak menguasai bola. Dalam hal bertahan, sang wonderkid juga tidak bisa melakukan penjagaan dengan baik, atau dengan kata lain, Mastour punya kemampuan tekel yang sangat menyedihkan.
Sederhananya, pengelolaan bola Mastour sangatlah menjanjikan, tetapi kebanyakan hal yang ia lakukan kurang efektif.
Karena tak kunjung temukan potensi terbaiknya itulah, Mastour akhirnya resmi dilepas AC Milan. Bahkan setelah sempat bergabung dengan klub Yunani, PAS Lamia, pun bakatnya kembali tertolak.
Saat ini, sang wonderkid benar-benar tak memiliki klub di usianya yang baru menginjak 21 tahun.
Jika melihat fenomena sang pemain, keberadaan Hachim Mastour sebenarnya bisa membawa angin segar bagi AC Milan. Akan tetapi, cuplikan kemampuannya yang tersebar luas di internet malah menjadi musibah di balik berkah.
Mastour memang banyak meraih popularitas dari dunia maya, tapi berkat hal itu juga, dia mendapat ekspektasi yang tinggi, bahkan bisa dibilang berlebihan.