Argentina merupakan salah satu kekuatan terbesar sepakbola dunia, dua trofi piala dunia serta dianugrahi pemain-pemain luar biasa seperti Diego Maradona, Gabriel Batistuta, Juan Roman Riquelme, Lionel Messi hingga Sergio Aguero membuat Argentina sering kali diperhitungkan pada kejuaraan antar negara.
Namun dalam dua dekade terakhir Argentina telah mengalami penurunan prestasi, yang terbaik adalah saat menjadi runner up di piala dunia 2014. Bahkan setelah itu Argentina harus dua kali mengalami kekalahan pahit dari Chile di final Copa America.
Meskipun dua dekade tersebut Argentina mempunyai banyak pemain dengan skill olah bola yang baik. Namun tim tango seolah kesusahan untuk kembali Meraih kejayaan. Dalam sepuluh tahun terakhir Argentina kerap mengandalkan sosok Messi guna menggedor pertahanan lawan. Tak bisa dipungkiri bahwa La Pulga memang pemain terbaik Argentina dalam satu dekade terakhir.
Mundur jauh ke belakang sebelum Lionel Messi menjadi dewa sepakbola bagi Argentina, Argentina pernah mengalami kekalahan terburuk dan memalukan dalam sejarah mereka, yang lebih menyakitkan kejadian itu tercipta di Buenos Aires, Ibukota mereka.
Hari itu, 5 september 1993 saat Argentina diperkuat oleh beberapa pemain muda seperti Gabriel Batistuta dan Diego Simeone. Tim Tango secara mengejutkan dipermak Kolombia 5-0 di Monumental Stadium, Buenos Aires pada laga Kualifikasi Piala Dunia 1994.
Tim tamu yang dipimpin legenda mereka Carlos Valderrama memang tampil impresif di babak kualifikasi. Terlebih, Kolombia berbekal kemenangan 2- 1 atas Albiceleste tiga pekan sebelumnya di Barranquilla.
Sebagai tambahan informasi, dalam kualifikasi zona conmebol, dulu menerapkan sistem yang berbeda seperti sekarang. Dua grup terdiri dari masing-masing empat tim, diselenggarakan selama periode enam minggu, di mana juara grup akan lolos secara otomatis dan peringkat kedua akan menghadapi play-off antar-konfederasi.
Dalam pertandingan di Buenos Aires, Argentina tentu saja membutuhkan kemenangan untuk dapat lolos ke Piala Dunia, tetapi Kolombia bisa melaju bahkan dengan hasil imbang.Â
Tim Alfio Basile, yang berada di posisi kedua dalam klasemen satu poin di bawah Kolombia dan unggul dua poin atas Paraguay, berangkat ke pertandingan untuk mendapatkan tiga poin.Â
Beberapa hari sebelum pertandingan krusial, Diego Maradona meluncurkan frasa saat wawancara televisi: sambil meletakkan telapak tangan sejajar dan setinggi dada, satu di atas yang lain, mengatakan “Anda tidak dapat mengubah sejarah, sejarah seharusnya tidak diubah: Argentina naik, Kolombia turun.” (Dikutip The Guardian)
Keberanian Maradona tidak sepenuhnya salah tempat. Juara Copa AmĂ©rica pada Juli tahun itu dan tak terkalahkan dalam 33 pertandingan hingga dua minggu sebelum pertandingan, tim Argentina menjadi favorit.Â
Pertandingan sempat dimulai dengan penghinaan dan fitnah oleh penggemar Argentina terhadap tim Kolombia.
Pelatih tim tango, Basile memilih formasi 4-4-2 yang telah dicoba dan diuji, yang telah membantu Argentina memenangkan Copa América pada tahun 1991 dan 1993, dan, saat pertandingan dimulai, hal itu seperti keputusan yang cerdas.
Lini tengah mereka yang kuat mampu mengendalikan menit-menit awal pertandingan, mereka menciptakan banyak peluang dan membuat kiper Kolombia yang sedang naik daun, Ă“scar CĂłrdoba, di bawah tekanan hebat. Para penyerang tim tango khususnya Batistuta memaksa Cordoba melakukan beberapa penyelamatan penting.
Para fans Argentina memberikan motivasi, di satu sisi mengharapkan tim mereka untuk memimpin, di sisi lain bersorak Maradona di tribun dengan nyanyian booming “Maradoooooooo Maradoooooo”. Maradona sangat menyukainya.
Namun, tim asuhan Francisco Maturana mampu melewati badai yang datang ke mereka sendiri saat babak pertama berlangsung. Maturana, juga seorang yang sangat percaya dalam menurunkan empat gelandang dan dua striker di depan, membentuk timnya dengan niat untuk menyerang, sebuah strategi yang berisiko.
Meski berisiko, Strategi tersebut begitu ampuh, Kolombia mampu membuka skor di menit ke-41 berkat gol Freddy Rincon. Valderrama yang menjadi otak serangan Kolombia mampu memberikan umpan terukur kepada Rincon yang langsung membobol gawang kiper Sergio Goycochea. Babak pertama berakhir dengan Kolombia yang secara tak terduga memimpin.
Menambah kekuatan di babak kedua untuk menyamakan kedudukan, Argentina mendominasi lima belas menit pertama, memaksa Cordoba melakukan sejumlah penyelamatan gemilang.
Namun pada menit ke 49, Argentina kecolongan berkat gol Faustino Asprilia. Memanfaatkan umpan silang jarak jauh dari Rincon, Asprilia mengontrol bola lalu mengelabui bek Argentina sebelum menceploskan bola ke gawang. Gol yang cukup indah, Secara mengejutkan Kolombia sudah unggul 2-0 atas Tango.
Argentina tidak dapat menemukan jawaban, terutama dalam 20 menit terakhir karena mereka mati-matian berusaha menyelamatkan harga diri.
Tiga gol tambahan justru diciptakan oleh Kolombia, masing-masing dari gol kedua Rincon menit ke -72, Dua menit berselang Asprilia kembali sarangkan bola lewat sepakan melengkung di menit ke-74, sebuah gol indah tercipta lewat kaki pemain yang sama.
Dan gol penutup diciptakan oleh Adolfo Valencia melalui sontekan kecil memanfaatkan umpan teroboson, bola pun bersarang kembali ke gawang Goycochea di menit 84.
Pendukung Argentina tercengang, tidak mampu memahami apa yang mereka saksikan. Tim mereka dihajar di depan mata mereka sendiri. Dan ada satu orang yang menarik perhatian, Faustino Asprilla, yang membuat dua gol dan bermain gemilang dalam laga tersebut.
Tim Tango yang diperkuat sejumlah pemain top tak berkutik pada laga tersebut. Hingga pelatih Argentina kala itu, Alfio Basile tak ingin mengingat lagi pertandingan tersebut.
“Saya tidak pernah ingin mengingat lagi tentang pertandingan itu. Hari dimana saya ingin menggali tanah dan mengubur diri saya didalamnya,” ujar Basile usai laga. (dikutip dari Thesefootballthemes)
Sayang, kegemilangan Kolombia di fase Kualifikasi tidak seiring dengan prestasi di Piala Dunia 1994. Kolombia yang memuncaki klasemen kualifikasi secara tragis terbenam di Grup A, kalah bersaing dari Rumania, Swiss, dan Amerika Serikat yang menjadi tuan rumah.
Perjalanan Argentina justru lebih baik dari Kolombia di Piala Dunia 1994. Tim Tango yang berada satu grup dengan Nigeria, Bulgaria, dan Yunani mampu melenggang hingga Babak 16-Besar.
Namun Argentina harus takluk 2-3 dari Rumania pada babak tersebut. Pemenang Piala Dunia 1994 sendiri diraih Brasil usai menang adu penalti melawan Italia di final.