Sebut tiga pemain Jepang yang sukses menjalani karir di eropa. Niscaya akan ada nama Hidetoshi Nakata di dalamnya. Ya, Nakata merupakan salah satu pesepak bola terbaik yang pernah dimiliki negeri matahari terbit.
Bermain di level profesional sejak usia 18 tahun, Nakata menghabiskan empat tahun bermain di klub J-League Bellmare Hiratsuka, di sana ia membantu tim meraih trofi Asian Cup Winners cup tahun 1996. Pada tahun berikutnya, ia terpilih sebagai pemain terbaik Asia.
Saat membela timnas, Nakata juga bersinar terang, ia mencetak lima gol untuk Jepang pada ajang kualifikasi piala dunia 1998. Dengan tiga golnya yang ia ciptakan dalam babak play-off melawan Iran.
Piala dunia Prancis pun menjadi turnamen piala dunia pertama bagi timnas Jepang. Hanya berbekal pemain-pemain kurang berpengalaman yang mayoritas merumput di J-League, jepang tersingkir di fase grup.
Meski demikian, penampilan individu Nakata mampu membuat mata dunia tertuju kepadanya. Sejak pertama kali berlaga dalam ajang internasional paling bergengsi tersebut, Nakata menjadi buah bibir khalayak dunia khususnya pemerhati sepak bola.
Atas performa apiknya di piala dunia, membuat klub serie A, Perugia memboyong Nakata yang kala itu berumur 21 tahun, tak lama setelah perhelatan usai.
Pada laga pembuka Serie A 1998/99 melawan Juventus, Nakata mencetak dua gol ke gawang Angelo Peruzzi. Meski Perugia harus mengakui keunggulan Juve dengan skor 3-4, dua golnya dalam waktu tujuh menit langsung menjadi perbincangan dunia.
Pada musim debutnya di kompetisi liga terbaik dunia, Nakata membuat 10 gol dari 33 penampilan. Pada musim berikutnya, jumlah golnya memang menurun, namun penampilan Nakata di lapangan tetap dapat dinikmati.
Penampilan gemilangnya itu lalu menarik perhatian pelatih AS Roma, Fabio Capello. Akhirnya, pada musim panas 2000, Nakata bergabung ke klub serigala ibu kota.
Bersama para pemain bintang Roma yang lain, seperti Totti, Batistuta, dan Montella, Nakata membantu AS Roma meraih Scudetto. Namun, semusim kemudian ia kembali berkelana. Kali ini Parma menjadi tujuan selanjutnya.
Di klub dengan ciri khas warna kuning dan biru tersebut, Nakata bertahan tiga tahun dengan mempersembahkan satu trofi Coppa Italia. Setelah Parma, Nakata lalu memperkuat Bologna pada musim 2003/04, dan setelahnya ke Fiorentina musim 2004/05.
Secara keseluruhan, Nakata mengisi memori para pencinta Liga Italia dengan kenangan indah selama tujuh tahun. Di musim 2005/06, Ia lalu mencicipi Liga Primer Inggris bersama Bolton Wanderers.
Namun pada saat para pencinta sepak bola dunia bersiap-siap menunggu aksi-aksi selanjutnya dari pemain yang berlaga di tiga Piala Dunia ini, Nakata justru membuat keputusan mengejutkan.
Pada pertengahan 2006 atau usai tampil di piala dunia, Nakata mengumumkan gantung sepatu. Padahal, usianya masih 29 tahun, masih sangat produktif bagi seorang pemain sepak bola.
Banyak yang menyayangkan keputusan Nakata untuk pensiun dini. Apalagi ia tak menyebut alasan mengapa ia memutuskan gantung sepatu Lebih dini, yang mungkin membuat orang semakin bertanya-tanya,
Nakata baru mengungkapkan alasannya selama bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 2014, ia mengatakan bahwa alasan utama ia pensiun karena sudah tidak menemukan lagi sepak bola yang menyenangkan.
Saat menjadi pemain aktif, Nakata adalah salah satu dari sedikit pemain yang tiga kali mewakili Jepang untuk ajang Piala Dunia yakni 1998, 2002, dan 2006. Saat tampil di 2002, Nakata membantu Jepang mencapai babak 16 besar.
Saking fenomenalnya Nakata pada saat itu, ia bahkan disebut-sebut sebagai “David Beckham-nya Asia”.
Lahir pada 22 Januari 1977 di Kofu, Yamanashi, masa kecil Nakata dipenuhi dengan kegemarannya bermain bisbol. Dalam suatu wawancara dengan saluran FIFA di Youtube, Nakata mengungkapkan tidak memiliki tim ataupun pemain sepak bola favorit semasa ia kecil karena olah raga tersebut tidak begitu populer bagi masyarakat Jepang pada saat itu.
Tetapi ia kemudian harus memilih antara bermain bisbol atau sepak bola karena kekagumannya yang besar terhadap tokoh pesepak bola kartun Jepang bernama “Captain Tsubasa”. Nakata mengaku jatuh cinta kepada sepak bola setelah membaca komik kartun itu.
Ya. Komik Captain Tsubasa pertama kali muncul pada 1981 di majalah Weekly Shonen Jump. Sejak awal kemunculannya, Tsubasa pun menjadi inspirasi banyak anak yang menggantungkan mimpinya menjadi pesepakbola sehebat Tsubasa.
Bahkan pemain-pemain papan atas dunia seperti Fernando Torres, Lionel Messi, Alexis Sanchez, Andres Iniesta, hingga Alessandro Del Piero tak ragu mengakui bahwa Tsubasa merupakan inspirasi mereka.
Namun dari semua yang terinspirasi dari Tsubasa, hanya Hidetoshi Nakata yang paling mendalami karakter Captain Tsubasa tersebut. Bahkan alasan pemain gelandang itu pensiun pada usia 29 tahun, tak lepas dari sepakbola yang tak lagi seperti dalam cerita kartun Captain Tsubasa.
Ketika Captain Tsubasa muncul di Weekly Shonen Jump, Nakata baru berusia empat tahun. Saat Tsubasa di-anime-kan ke layar kaca, Nakata pun masih berusia enam tahun.
Karenanya tak heran, Nakata tumbuh bersama Captain Tsubasa yang tayang hingga 128 episode tersebut. Di saat yang bersamaan, masyarakat Jepang pun mulai tertarik pada sepakbola berkat Tsubasa, tak terkecuali Nakata.
Kecintaan Nakata pada sepak bola berlanjut hingga menginjak usia dewasa. Berkat skill yang dimilikinya, Ia mulai bermain untuk tim sepak bola nasional Jepang U-17 dan U-19. Di saat-saat inilah ia menyadari memiliki mimpi besar di dunia sepak bola.
Hingga kemudian, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun dilalui Nakata dengan mencintai sepak bola. Status dua kali sebagai pemain terbaik asia dan satu kali pemain terbaik Jepang pun membuat namanya semakin dikagumi.
Di Timnas Jepang, Nakata telah bermain sebanyak 77 kali dan mencetak 11 gol. Hidetoshi Nakata, meski memiliki karir yang singkat, namun akan selamanya dikenang sebagai pesepak bola top asia. Meski tidak seperti Tsubasa, setidaknya Nakata telah membawa nama harum buat sepak bola Jepang di mata dunia.
Setelah pensiun dari dunia sepak bola, ia melanjutkan karir sebagai seorang pebisnis.