Di akhir era 2000-an bermunculan pemain muda atau wonderkid yang digadang-gadang bakal menjadi pemain besar. Namun mereka tak mampu memenuhi ekspektasi. Selain Bojan Krkic, Marko Marin, maupun Federico Macheda. Nama lain yang selanjutnya gagal bersinar adalah Giovani Dos Santos.
Pemain asal Meksiko ini merupakan produk akademi Barcelona, Giovani menimba ilmu di La Masia sejak tahun 2002. Pada musim 2007/08, ia bermain di tim Barcelona bareng nama-nama besar seperti Ronaldinho, Thierry Henry,dan Lionel Messi. Nah, saat itu Giovani dianggep bakal bersinar bersama nama-nama besar tadi.
Pemain yang secara fisik sempat mirip Ronaldinho ini memiliki bakat yang luar biasa. Ia miliki kecepatan, skill dan kreativitas, selain itu, Giovani mampu bermain di beberapa posisi ofensif. Tapi biasanya ditugaskan sebagai pemain sayap atau gelandang serang, dan bahkan pernah bermain sebagai second striker.
Giovani telah digambarkan sebagai pemain “pintar” dan “tajam” yang memiliki kapasitas untuk mencetak gol dan menciptakan peluang bagi rekan satu timnya.
Saat berbaju tim katalan, Giovani pernah mencetak hattrik ke gawang Murcia di ajang La Liga pada 17 mei 2008. Hat-trick dalam 33 menit tersebut memastikan kemenangan bagi Barcelona dan memastikan mata dunia tertuju pada bocah dari Monterrey.
Tapi sayang, selama musim debutnya di skuad utama Barcelona, ia dianggap gagal bersinar. Pasalnya, kepercayaan pelatih Frank Rijkaard di musim 2007/08 hanya dibayarnya dengan empat gol dalam 37 penampilan di semua kompetisi. Sebuah capaian yang buruk untuk klub sebesar Barcelona.
Padahal, pada musim tersebut, Giovani dimentori langsung oleh idola sekaligus seniornya, Ronaldinho. Namun, ketika Pep Guardiola datang, keduanya pun tersingkir.
Giovani pun dilepas ke Tottenham Hotspurs. Spurs awalnya mengira mereka memperoleh durian runtuh, yaitu wonderkid berbakat yang digadang-gadang akan menjadi ‘Ronaldinho Baru’. Namun tak sampai setengah musim, para penggemar Spurs sadar bahwa mereka tak bisa berharap banyak dari pemain asal Meksiko ini.
Setelah satu musim dan hanya mencetak 1 gol dari 12 penampilan bersama Spurs, Giovani menghabiskan waktu dengan status pinjaman di Ipswich Town, klub penghuni kasta bawah. Berturut-turut, ia lalu dipinjamkan ke Galatasaray dan Racing Santander. Ketika kontraknya habis pada tahun 2012, ia memutuskan untuk kembali ke Spanyol memperkuat Real Mallorca.
Pemain yang telah memperkuat tim nasional Meksiko sebanyak 104 kali ini lalu sempat memulihkan kariernya bersama Villarreal. Bersama The Yellow Submarine, Giovani menunjukkan penampilan terbaik dalam hidupnya, dengan mencetak 18 gol dalam 74 pertandingan. Ia bahkan sempat semusim bekerja sama dengan adiknya yang juga sesama alumni gagal La Masia, Jonathan dos Santos.
Namun, secara mengejutkan Giovani lebih memilih pindah ke Amerika Serikat pada tahun 2015. Ia menerima tawaran Los Angeles Galaxy, bergabung dengan nama-nama terkenal yang memperkuat klub tersebut, seperti Robbie Keane dan Steven Gerrard.
Namun di musim keempatnya bersama klub yang pernah dibela David Beckham itu, para penggemar LA Galaxy mulai berpikir bahwa sebenarnya Giovani tidaklah istimewa. Giovani hanya mengoleksi 22 gol selama tiga setengah tahun bersama LA Galaxy.
Dengan bergabungnya Jonathan dos Santos, Ashley Cole, dan terakhir Zlatan Ibrahimovic, nama Giovani perlahan-lahan tenggelam. Kontribusinya dianggap tak sesuai pengalaman menterengnya di Eropa.
Berdasarkan sebuah survey yang dilakukan ESPN pada awal 2018 lalu, Giovani terpilih sebagai pemain paling overrated di Major League Soccer (MLS). Menurut para pengamat, media-media Amerika menilai pemain ini terlalu tinggi berdasarkan pengalamannya bermain di Barcelona dan Tottenham Hotspur, bukan penampilannya di MLS.
Para pengamat yang kritis juga menganggap Giovani dipertahankan Galaxy untuk waktu lama hanya untuk menarik komunitas Meksiko yang memang berjumlah cukup banyak di Los Angeles. Namun, secara level permainan ia dianggap jauh di bawah para bintang MLS seperti David Villa dan Sebastian Giovinco.
Sepanjang perjalanan karirnya, pemain yang kini berusia 30 tahun tak sekalipun meraih trofi bersama klub yang dibelanya. Tapi kegagalan itu ia tutupi dengan torehan prestasi bersama tim nasional meksiko. Tercatat, ia sukses mengantarkan El Tri raih 3 gelar piala emas concacaf.
Dari pemain yang digadang gadang akan menjadi suksesor Ronaldinho di Barcelona, hingga saat ini bermain di liga meksiko bersama Club America dalam usia yang masih produktif, tentunya menjadi sebuah penurunan jenjang karir. Ekspektasi yang ada nyatanya tidak dapat terpenuhi.