Zlatan Ibrahimovic tergolong kedalam deretan pemain tersukses di dunia. Perjalanan karier yang luar biasa menjadi bukti dari ketangguhan pria asal Swedia ini. Mulai dari Malmo hingga berjaya di Ajax, Zlatan sukses menarik perhatian klub-klub besar Eropa untuk merekrutnya.
Pasca mulai kepakkan sayap di ibukota negri kincir angin, Zlatan lantas digaet raksasa Italia, Juventus. Namun setelah Si Nyonya Tua terlibat skandal calciopoli, Zlatan kemudian hijrah ke Inter Milan.
Selama membela Inter, Zlatan sukses torehkan prestasi emas. Dirinya berhasil membawa klub berjuluk I Nerazzuri rajai Italia sebanyak tiga kali secara beruntun. Namun, di kubu biru-hitam, ada satu hal yang sulit ia dapat, yaitu memenangkan gelar Liga Champions Eropa.
Karena tak sabar ingin mengangkat trofi Si Kuping Besar, Zlatan akhirnya tertarik untuk bergabung dengan FC Barcelona ditahun 2009, yang notabene merupakan juara bertahan kompetisi tersebut.
Selain karena terpukau dengan sepakbola indah ala Blaugrana, Zlatan saat itu juga sangat diinginkan oleh manajer Pep Guardiola. Dikatakan olehnya, Pep terus menelfonnya agar mau bergabung dengan raksasa Catalan.
Karena bahagia, Zlatan tak butuh waktu lama untuk mengambil keputusan. Ia menerima tawaran Barcelona yang saat itu berani membayarnya senilai 69 juta euro atau lebih dari 1 triliun rupiah. Ia pun begitu percaya diri bahwa Barcelona adalah tempat yang tepat untuk meraih segala prestasi.
Namun, sinar terang yang sempat diidamkannya di Barcelona seketika lenyap akibat keberadaan Pep Guardiola, manajer yang pernah menyanjung talentanya.
Zlatan mengakui kalau dirinya tak menyukai sosok Guardiola. Hal tersebut pertama kali tertuang dalam otobiografinya, I Am Zlatan, yang menyindir gaya kepelatihan Guardiola sewaktu bekerja sama di Barcelona. Dalam bukunya, Zlatan merasa bahwa ia menemukan ketidaknyamanan di Camp Nou. Ternyata, Barca tak seperti apa yang dibayangkannya.
Menurut Ibra, Pep Guardiola memang menunjukkan kebencian padanya. Bahkan, Ibra mengaku kalau ia dan Guardiola pernah beradu argumen diruang ganti saat Barcelona disingkirkan Inter Milan di kompetisi Liga Champions Eropa.
Zlatan mengaku kalau Pep sangat mengatur semua kebiasaan pemain. Hal yang paling dibenci saat itu ialah kala pelatih asal Spanyol tidak mengizinkan para pemain membawa mobil pribadi. Dan parahnya, pemain Barcelona tidak ada yang sefrekuensi dengannya.
Menurut Zlatan, para pemain yang dulu dianggapnya luar biasa, memiliki kebiasaan latihan yang sangat membosankan. Zlatan berkata kalau apapun yang diperintah oleh sang pelatih, maka semua akan menuruti instruksinya. Padahal, saat masih berada di Italia, pemain bahkan kerap bertanya mengapa mereka disuruh untuk berlatih melompat.
Sebenarnya, hal tersebut tidak benar-benar mengganggu dirinya. Diawal musim bersama FC Barcelona, Zlatan sukses menyumbangkan 11 gol dari 14 pertandingan. Bahkan, trofi Piala Super Eropa diraih tak luput dari performa impresifnya.
Namun semuanya berubah sejak pengujung tahun 2009. Zlatan yang sebenarnya memberontak dalam diri. Ia merasa dirinya tak layak menjalani hidup dan karier yang muram. Tercatat, ia hanya mampu mencetak 5 gol dalam 16 penampilan. Hal itu jelas bukan inginnya.
Dalam buku otobiografinya itu pula, ada hal yang membuatnya sangat membenci Pep Guardiola. Zlatan tidak suka dengan sikap Guardiola yang selalu menganakemaskan Lionel Messi.
Saat itu, Zlatan telah mengetahui jawabannya. Hal ini berkaitan dengan permintaan seorang pemuda dari akademi La Masia yang baru dipromosikan ke tim senior bernama Lionel Messi. Seorang pemuda hebat yang mampu membuat Pep luluh ketika ia berkata bahwa ia tidak ingin bermain sebagai sayap, namun di tengah.
Permintaan Messi saat itu langsung disikapi Pep dengan mengganti formasi dari 4-3-3 menjadi 4-5-1. Ibrahimovic tetap mendapatkan tempat sebagai penyerang tengah. Namun, Messi bermain di belakangnya.
Dari sini, Zlatan merasa bahwa dirinya hanya bertugas sebagai pembuka ruang bagi Messi, bukan sebagai target untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya.
Meski sempat berdiskusi dengan Guardiola, Zlatan merasa kalau permintaannya tak diindahkan. Ia sempat mendengar Pep Guardiola akan mencari solusi terbaik baginya, namun tetap saja, ia yang terus menjadi korban hingga dirinya meminta Pep lebih baik mencadangkannya.
Dengan kondisi yang semakin memanas, Zlatan semakin tenggelam di bawah sinar yang ditunjukkan Messi.
Menyimpulkan kariernya di Barcelona, Zlatan berkata kalau Pep telah membelinya bak sebuah Ferrari, namun memakainya seperti Fiat.
Guardiola memang bukan pelatih terburuk yang pernah menanganinya, tapi jelas ia adalah yang paling tak dewasa. Karena menurut Zlatan, seorang pria akan selalu memecahkan masalahnya.
Setelah alami masa suram di Barcelona, Zlatan akhirnya putuskan hengkang. Saat itu, Milan menjadi tujuan paling ideal. Bersama klub berjuluk I Rossoneri, Zlatan berhasil sumbangkan trofi Serie A dan supercoppa Italia, sebelum akhirnya menjadi legenda di Paris Saint Germain dan berpetualang ke Tanah Britania.
Kini, singa yang selalu inginkan kebebasan terus menjaga aumannya di Negri Adidaya. Di usianya yang tak lagi muda, sang pria Swedia masih berjaya di klub yang berbasis di Carson, California.